Kalau kita pergi ke Banyuwangi, apalagi di daerah pinggiran tentu kita akan banyak menemukan kebun-kebun buah naga yang banyak ditanam penduduk. Mulai dari halaman rumah yang tak begitu luas, hingga kebun dengan ukuran tak lebih dari 0,5 ha yang ditanam secara tepat untuk menghasilkan keuntungan. Namun, ada juga yang menanam sekedar untuk penghias halaman rumah dengan jumlah pohon hanya sebuah.
Keadaan seperti ini, tak jauh berbeda dengan keadaan kebun naga yang ada di daerah Malang Selatan, seperti Donomulyo dan Purworejo yang keadaan alamnya tak jauh berbeda dengan Banyuwangi. Cuaca yang cukup panas dan juga berada di pesisir selatan P. Jawa.
Awalnya, untuk bibit cukup dari potongan batang atau stek buah naga yang sehat. Dengan penyiraman cukup seminggu sekali dan pemupukan sederhana menggunakan pupuk ( bersubsidi ) sebulan sekali pada usia 7 -- 9 bulan sejak awal penanaman sudah bisa menghasilkan buah sebanyak 3 kg per pohon sekali petik.
Apabila kita mempunyai lahan seluas 100m, dengan jarak penanaman ideal sekitar 4m maka akan ada 25 pohon. Jika satu pohon bisa menghasilkan Rp 252 ribu lahan tersebut bisa menghasilkan sebesar Rp 6,3 juta.
Ketika buah telah berusia 3 minggu tak perlu penyemprotan cukup mengambil sulur bunga yang telah kering. Usia buah naga mulai bunga hingga pemetikan sekitar 35 -- 40 hari.
Sebab, pada dasarnya, pohon buah naga adalah tanaman yang hidup di tanah tandus dan kering serta membutuhkan sinar yang terus menerus.
Hama tanaman buah naga yang paling banyak menyerang adalah kutu ( entah apa namanya ) yang membuat buah naga seperti kulit terserang kadas.
Sehingga buah menjadi busuk atau paling tidak kurang menarik. Tentunya harganya pun jauh di bawah harga normal, yakni sekitar 30% harga buah sehat. Hama lainnya, yang paling sering menggangu adalah burung, lalat dan kelelawar buah.
Mengingat penanaman dan perawatan cukup mudah, maka petani buah naga menjadi lebih banyak dan pada akhirnya ketika masa panen raya tiba harga bisa turun drastis. Jika sepuluh tahun yang lalu harga buah naga terendah sekitar Rp 15, 000, - di tingkat petani.
Maka tahun ini harga terendah cukup membuat petani kelabakan, yakni pada akhir 2017 sekitar Rp2,200,- Walaupun pada akhir Maret 2018 kembali naik sekitar Rp 6,000,- perkg
Di sinilah perlunya peran pemerintah untuk membina petani agar tidak ikut-ikutan atau setidaknya perlunya peningkatan menejemen sederhana di tingkat petani, agar harga pupuk dan produksi tetap stabil. Dan, tentunya kesejahteraan petani tetap terjaga.
***
Sumber wawancara dan pengamatan: Bapak Harjuno, petani buah naga Desa Curah Jati dan beberapa petani dan pengepul (yang tidak mau disebut namanya) di sekitar Grajagan dan Purworejo, Banyuwangi Jawa Timur.
* Semua foto dokumen pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H