Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Seru dan Bahayanya Jelajah ke Air Terjun Coban Rais, Batu

8 Mei 2017   20:00 Diperbarui: 9 Juni 2017   18:18 7389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu yang kelelahan menggendong balitanya terpaksa duduk di tepi batu licin dan berbahaya.

sempit-6-59106ae5ad7e61967de36c84.jpg
sempit-6-59106ae5ad7e61967de36c84.jpg
Wilayah Malang Raya yang berada di dataran tinggi memang pemandangan dan alamnya begitu menggoda bagi mereka yang menyukai keindahan alami. Hamparan gunung dari timur, selatan, hingga barat, kecuali utara begitu mempesona dan menantang untuk dijelajahi. Bukan hanya lekuk liuk bukit dan lembah yang membiru dan hijaunya hutan yang membentang, tetapi juga puluhan air terjun atau menurut orang Malang disebut coban.

Salah satu yang masih demikian alami dan amat menantang bagi yang suka berpetualang adalah air terjun Coban Rais yang berada di lereng timur Bukit atau Gunung Panderman  sekitar  5 km sebelah barat laut Kota Batu.

2017-05-07-12-23-10-591067ae52f9fd5f6e93257e.jpg
2017-05-07-12-23-10-591067ae52f9fd5f6e93257e.jpg
2017-05-07-12-21-33-591067cdb37e617b58ce64d9.jpg
2017-05-07-12-21-33-591067cdb37e617b58ce64d9.jpg
Ketika memasuki Coban Rais lewat gerbang masuk Flower Garden Batu yang masih dalam taraf pembangunan, pengunjung mungkin terkecoh dengan perubahan yang ada. Jalan berpaving dengan taman di kiri kanan yang baru ditata serta berbagai spot untuk berfoto bersama dengan latar belakang perbukitan hutan pinus dan belantara serta atau Kota Batu yang membentang di bawahnya. Namun, begitu melangkah menuju Coban Rais kita sudah ditantang dengan jalan setapak selebar 50 – 100 cm di pinggir parit dengan air yang jernih dan cukup deras serta di tepi tebing dan jurang yang dalamnya antara 20 hingga 50m. Jalur berkelok dan menanjak 30° sepanjang lebih kurang 3 km awal di bawah relung rerimbunan bambu dan semak belukar cukup licin karena air hujan atau pun luapan air dari sungai kecil yang melimpah yang terpecik karena dilalui pengunjung. Dari sini para pengunjung sudah harus hati-hati melangkah. Saling mendahulukan yang lain adalah jalan terbaik daripada merasa dirinya menguasai alam yang bisa mengakibatkan kecelakaan yang berakibat fatal bagi diri sendiri atau pun orang lain.

sempit-2-59106813569773cc7e5c4abd.jpg
sempit-2-59106813569773cc7e5c4abd.jpg
jalur-bahaya-4-5910683af09673e664fa17b1.jpg
jalur-bahaya-4-5910683af09673e664fa17b1.jpg
2017-05-07-10-57-45-591068590f93737e3e3c23ad.jpg
2017-05-07-10-57-45-591068590f93737e3e3c23ad.jpg
Jalur selanjutnya, semakin menantang dan cukup berbahaya. Sempit atau hanya selebar tak lebih sebahu atau hanya sekitar 70cm dan licin, berbatu atau  kadang cadas. Menurut hemat penulis, ini sebenarnya bukan jalan setapak murni karena injakan kaki pencari rumput dan kayu bakar tetapi lebih sebagai jalur air hujan turun dari tebing-tebing di kiri kanan lalu digunakan para pencari kayu bakar dan rumput sebagai jalan setapak. Sekalipun jalur ini masih menanjak sekitar 30° sejauh tak lebih dari 2 km mengitari bukit, bukan berarti mudah dijalani. Bebatuan dengan ukuran 10 – 20 cm yang menjadi landasan alami jalan setapak dan akar pohon dan batang pohon roboh bisa menjadi sandungan yang berakibat fatal bagi keselamatan pengunjung. Saling pengertian para pengunjung bila berpapasan sungguh amat bijaksana dilakukan.

Semakin mendekati air terjun atau sekitar 2,5 km lagi, jalur semakin berat dan berbahaya. Bukan lagi jalan setapak mendatar tetapi miring dan amat licin apalagi di musim hujan. Miring karena memang terbentuk dari bebatuan cadas maupun batu kali dengan ukuran amat besar atau  reruntuhan tebing yang dijadikan jalan. Jalur ini bukan hanya sempit, licin, gelap karena rerimbunan semak dan pohon besar juga berada di bawah ceruk atau cekungan tebing setinggi lebih dari 100m dengan kemiringan nyaris sempurna 90°.  

2017-05-07-11-08-14-59106875769773c228c94a32.jpg
2017-05-07-11-08-14-59106875769773c228c94a32.jpg
Seorang ibu yang kelelahan menggendong balitanya terpaksa duduk di tepi batu licin dan berbahaya.
Seorang ibu yang kelelahan menggendong balitanya terpaksa duduk di tepi batu licin dan berbahaya.
2017-05-07-12-02-54-591068e77697734b40c94a2f.jpg
2017-05-07-12-02-54-591068e77697734b40c94a2f.jpg
Sulit diukur kemiringan tanjakan jalannya karena jalurnya naik turun tajam dengan jarak tak lebih dari 20m setiap turunan atau tanjakannya. Bahkan beberapa titik harus memanjat rangkaian akar pohon yang mengait bebatuan setinggi 3 – 5m dengan kemiringan hampir 80°! Apalagi di sela-sela bebatuan dan akar mengalir air dari sungai yang bermata air dari air terjun.

Sekitar 300m mendekati air terjun, jalur semakin berat. Banyak lintasan yang harus melewati tebing batu. Salah langkah dan terpeleset, kaki bisa terjepit bebatuan besar dan akan sulit dilakukan pertolongan jika terjadi pembengkakan dan dislokasi,  apalagi patah tulang serta pingsan.

Bahaya lain adalah jatuhnya bebatuan, bongkahan cadas, patahan dahan lapuk atau runtuhnya pohon di lereng tebing. Ini memang kemungkinan, namun dalam kunjungan pada Minggu, 7 Mei 2017 kemarin terlihat di beberapa titik ada batu ukuran kecil hingga sedang serta tumbangnya rerimbunan bambu satu pohon besar.

2017-05-07-12-02-54-591068fab37e61dc4ace64d8.jpg
2017-05-07-12-02-54-591068fab37e61dc4ace64d8.jpg
2017-05-07-12-03-52-5910690bb37e61b356ce64d8.jpg
2017-05-07-12-03-52-5910690bb37e61b356ce64d8.jpg
jalur-bahaya-3-59106928337a611c048b4569.jpg
jalur-bahaya-3-59106928337a611c048b4569.jpg
Perlunya petugas keamanan dan rambu-rambu.

Seperti halnya tempat wisata yang bersifat petualangan alami di air terjun yang ada di Batu dan Malang, selalu tidak ada petugas keamanan yang berjaga. Padahal ini sangat penting untuk  mengingatkan jika ada pengunjung yang melakukan tindakan berbahaya atau alam mulai berbahaya jika harus melanjutkan perjalanan. Misalnya hujan di daerah hilir atau di atas air terjun sehingga bisa menyebabkan banjir yang amat deras dan menjebak para pengunjung yang tak mungkin harus melewati sungai yang tak dalam namun amat deras karena berada di tepi tebing yang curam.

Dalam satu hari kemarin, menurut seorang petugas dari Perhutani dan perhitungan tukang parkir pengunjung Flower Garden lebih dari 4.000 orang dan separuhnya mengunjungi Coban Rais. Bukan hanya orang dewasa dan remaja tetapi juga anak dan balita yang belum sepantasnya diajak dalam perjalanan yang amat berbahaya ini. Satu dua orang, termasuk penulis mengingatkan orangtua yang mengajak anaknya untuk tidak melanjutkan menuju Coban Rais, selain karena medannya amat berat dan di atas tampak mendung tebal yang kemungkinan akan turun hujan dan menyebabkan banjir. Beberapa orang yang peduli dan percaya memang membatalkan atau tidak melanjutkan perjalanan. Namun, lebih dari sepuluh orang tetap melanjutkan sambil menggendong balita mereka dengan alasan terlanjur datang dari jauh.

balita-59106967337a614d058b4567.jpg
balita-59106967337a614d058b4567.jpg
curam-5910697e52f9fd5f0693257d.jpg
curam-5910697e52f9fd5f0693257d.jpg
Penulis agak kaget, ketika di antara mereka ada yang datang dari Aceh, Padang, Balikpapan, Makasar, Menado, dan Ternate yang datang ke Batu dan Malang selain ingin wisata petik apel, mengunjungi beberapa tempat wisata yang tak ada di tempat lain, serta ke Coban Rais yang penuh tantangan seperti yang diberitakan stasiun televisi swasta, blog, dan berita online. Keindahan yang ditampilkan memang menawan namun mereka sama sekali tak menduga bahwa medannya sedemikian berat dan bahaya untuk wisata bersama keluarga dengan anak kecil.

Di sisi lain, rupanya medan yang cukup berat dan menantang ini masih dianggap sepele oleh beberapa anak muda yang masih ceroboh dan sok bahwa mereka mampu dan berani. Berjalan cepat mendahului sesama pengunjung yang berjalan hati-hati di jalan sempit dan licin tepi jurang, berdiri di tepi dan di atas batu besar yang tinggi dan licin sekedar untuk berselfie ria, bahkan berjalan di saluran air yang melintas di atas jurang sedalam tiga puluh meter.

Maka, adanya rambu-rambu sebagai penunjuk jalan dan larangan melakukan kegiatan yang berbahaya bagi pengunjung. Jalur berat dan berbahaya sepanjang lebih kurang 7km ini hanya ada dua rambu. Di awal masuk ada sebuah pemberitahuan bahwa ada tanah longsor dan jalur ditutup. Namun pemberitahuan ini dipasang asal-asalan dan tak ada pemberitahuan kapan larangan itu  berlaku. Rambu selanjutnya hanya bersifat himbauan yang dipasang oleh pencinta alam sebuah perguruan tinggi.

jalur-bahaya-1-5910699e707a6121550d287b.jpg
jalur-bahaya-1-5910699e707a6121550d287b.jpg
jalur-bahaya-6-591069b5ad7e61450be36c81.jpg
jalur-bahaya-6-591069b5ad7e61450be36c81.jpg
rambu-591069df707a6107540d2877.jpg
rambu-591069df707a6107540d2877.jpg
2017-05-07-10-06-21-59106a0cf09673197ffa17af.jpg
2017-05-07-10-06-21-59106a0cf09673197ffa17af.jpg
Penulis memang pecinta alam dan suka berpetualang bersama keluarga atau sendirian di alam bebas seperti hutan dan gunung. Juga akan merasa senang jika ada yang seperti penulis. Namun, penulis juga tak ingin ada petaka yang dialami oleh setiap orang yang akan melakukan perjalanan yang berat dan berbahaya jika tanpa persiapan yang baik apalagi mengajak istri yang harus menggendong balitanya.

Semoga semua berjalan lancar dan aman. Namun kesombongan dan kesembronoan bisa berakibat fatal dan sulit mendapat pertolongan. Seperti yang dialami penulis pada hari itu, ketika sedang membantu seorang ayah yang mengangkat anaknya melintasi bebatuan besar, justru penulis yang terpeleset dan ditolong sang ayah tadi.

Selamat berpetualang di alam bebas. Salam

selfie-1-59106a34337a6176048b4567.jpg
selfie-1-59106a34337a6176048b4567.jpg
selfie-2-59106a51cf7a61a4558c6a24.jpg
selfie-2-59106a51cf7a61a4558c6a24.jpg
selfie-3-59106a75337a61d4048b4567.jpg
selfie-3-59106a75337a61d4048b4567.jpg
selfie-5-59106ac194937388058b4567.jpg
selfie-5-59106ac194937388058b4567.jpg
Semua foto dokumen pribadi, menggunakan Samsung Galaxy mini 2 hadiah dari Kompasiana atas tulisan pada Cincinapi 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun