Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menyusuri dan Mengamati Lembah di Barat Daya Kaldera Bromo

23 April 2017   08:17 Diperbarui: 23 April 2017   20:00 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dilihat dari jarak 100m tak tampak karena tertutup rerumputan yang tinggi. Desember 2010

Mengacu pada pendapat ilmiah mengatakan bahwa kaldera di Gunung Bromo, pada awalnya adalah sebuah danau vulkanik yang terbentuk akibat terlemparnya puncak gunung di dataran tinggi pada saat letusan hebat pada masa lalu. Kemudian sisa puncak itu runtuh ke bawah akibat kosongnya dapur magma setelah semua tertumpahkan saat letusan pula. Pertanyaan pun timbul dalam benak saya, jika memang kaldera Bromo pada awalnya adalah sebuah danau, mengapa sekarang menjadi kering dan kemana air mengalir?

Dalam tulisan saya Mengamati aliran air hujan di Kaldera Gunung Bromo dan Watu Kutho Bekas Kepundan Kuno di tengah Kaldera Bromo menerangkan aliran air hujan di Kaldera Bromo dari bagian utara, timur, dan selatan serta sisi timur Gunung Kursi, Bromo, dan Gunung Batok juga sisi barat tebing-tebing Gunung Pundak Lembu yang mengalir dan meresap ke dalam perut bumi di wilayah Watu Kutho. Dan disitu pula bisa disimpulkan tempat meresapnya air danau vulkanik sebelum menjadi kaldera pada ribuan tahun silam.

Dilihat dari sisi selatan. Oktober 2015 jam 5 sore. Dokpri
Dilihat dari sisi selatan. Oktober 2015 jam 5 sore. Dokpri
Tempat awal saya menuruni dari sisi tenggara pada Juni 2010
Tempat awal saya menuruni dari sisi tenggara pada Juni 2010
Dalam pengamatan saya selanjutnya dengan menggunakan aplikasi altimeter di smartphone, ternyata ketinggian Watu Kutho lebih tinggi daripada wilayah adasan yang ada di sebelah tenggara, selatan, dan baratdaya kaldera Bromo. Artinya, tidak semua air hujan meresap di lobang-lobang kepundan kuno di tempat tersebut melainkan juga mengalir ke selatan dan barat daya yang oleh masyarakat setempat disebut Ledokan. Disebut ledokan karena tempatnya ledok atau lebih rendah daripada tempat di sekitarnya. Ledok dalam Bahasa Jawa artinya tempat yang rendah. Dan kemungkinan besar bahwa air danau vulkanik pada jaman dulu tidak hanya meresap di Watu Kutho tetapi juga jauh ke wilayah selatan dan barat daya yang rendah.

Wilayah Ledokan diapit oleh tebing tinggi Gunung Pundak Lembu di sisi timur dan Gunung Watangan di sisi barat. Karena jarak antara sisi barat dan timur hanya antara 600 – 1.000m saja maka ada wilayah yang menyempit sehingga menjadi aliran air menuju ke selatan dan barat daya Kaldera Bromo. Titik awal aliran air ini tepat berada di wilayah garis perbatasan Malang - Probolinggo yang ada di wilayah Adasan. Disebut daerah Adasan karena banyak ditumbuhi bunga adasan atau adas pulosari.

Tampak parit besar di titik awal wilayah Adasan difoto pada Mei 2002.
Tampak parit besar di titik awal wilayah Adasan difoto pada Mei 2002.
Dilihat dari Tebing Bantengan wilayah Lumajang, pada 2011
Dilihat dari Tebing Bantengan wilayah Lumajang, pada 2011
Titik awal aliran air ini saya sebut parit besar karena kedalamannya hanya 0,50 m dan lebarnya sekitar 4 m saja. Dari dekat, parit ini tak tampak jelas karena tertutup rerumputan gunung setinggi antara 0,20 – 0,90 cm. Namun dilihat dari jauh, apalagi dari atas bukit akan tampak jelas. Pada musim kemarau parit ini kering dan jika hujan rintik atau tak terlalu deras air yang mengalir pun tak terlalu deras pula. Mungkin pada saat hujan lebat alirannya cukup deras. Karena saat hujan lebat, penulis belum berani mengamati dari dekat. Sambaran petir menjadi satu-satunya hal yang menakutkan karena wilayah ini begitu lapang dan luas.

Melihat hamparan Kaldera Bromo dari atas Bantengan yang ada di wilayah Lumajang dan Jemplang yang ada di wilayah Malang, parit ini tampak demikian mempesona karena dari sempit dan dangkal lalu menjadi lebar dan dalam mengarah ke selatan dan barat daya Kaldera Bromo. Lebarnya bervariasi antara 10 – 30m dan kedalamannya antara 7 – 22m.  Bentuk jurang atau lembahnya lebih banyak berbentuk V daripada U. Sehingga amat berbahaya untuk dituruni dan dijelajahi tanpa perlengkapan yang memadai apalagi dilakukan sendirian seperti yang pernah penulis lakukan. Bahkan, dasarnya ada yang lunak seperti rawa-rawa atau lobang di antara bebatuan cadas yang bisa saja runtuh karena tekanan injakan dan menjepit kaki kita saat terpereset. Bahkan ada kedalaman yang saya ukur lebih dari 5m padahal lebarnya tak lebih dari 0,60 cm. Hal ini tentu saja bias menjepit badan siapa pun yang terperosok kedalamnya karena bentuknya mengerucut V seperti yang saya sebut di atas.  Apalagi lobang ini nyaris tak terlihat karena tertutup rerumputan.

Dilihat dari jarak 100m tak tampak karena tertutup rerumputan yang tinggi. Desember 2010
Dilihat dari jarak 100m tak tampak karena tertutup rerumputan yang tinggi. Desember 2010
Lembah di sisi barat daya Kaldera Bromo. Sumber: google map
Lembah di sisi barat daya Kaldera Bromo. Sumber: google map
Pada awal dan akhir 2010, penulis menuruni dan menyusuri lembah sebelah barat daya dari sisi Jemplang. Kemiringan bukit ini antara 40° - 65° dengan panjang sekitar 1.750m saja. Awalnya, penulis mengikuti jalur para pencari kayu bakar di semak belukar. Namun ternyata jalur ini hanya sepanjang tak lebih dari 250m saja. Karena jalur selanjut sudah terhalang oleh jurang sedalam 3 – 5m dengan kemiringan sekitar 50° - 60°, tetapi jalur yang ada di hadapan penulis kemiringannya 75°, sedang untuk menuruni yang agak landai harus melewati hutan cemara gunung dan akasia yang lebat. Memang tak terlalu luas, sekitar 300m² saja. Bahaya serangan hewan liar mulai dari koloni semut dan lebah, ular, dan tentu saja babi hutan bisa membuat mati konyol. Penulis pun nekat turun dengan mudah karena menyusuri dengan cara melorot memakai pantat. Tak lebih dari 10 menit penulis sudah sampai di bawah bukit atau tepat di atas lembah terbawah.

Di sinilah saya mencoba untuk mengetahui apa sebenarnya lembah ini. Apakah sekedar tempat mengalirnya air hujan dari wilayah timur hingga barat laut Kaldera Bromo. Ataukah ada peristiwa lain yang menyebabkan terbentuknya lembah ini. Mengapa pula lembah ini hanya ada di wilayah barat daya Kaldera Bromo?

Kalau kita mengamati pada foto B di artikel ini yang saya screenshoot dari google.map tampak jelas bahwa tebing-tebing mulai dari barat hingga selatan ( sesuai dengan arah jarum jam ) kaldera Bromo  kemiringannya antara 75° - 90°. Bila didekati terlihat jelas patah-patahan memanjang dan strukturnya berupa batuan cadas, ini bisa membuktikan bahwa dulu terjadi penurunan atau amblesnya danau vulkanik akibat kosongnya dapur magma.

Hutan pinus, cemara gunung, dan akasia menghadang.
Hutan pinus, cemara gunung, dan akasia menghadang.
Salah satu sisi yang saya turuni Mei 2010. Dok pri
Salah satu sisi yang saya turuni Mei 2010. Dok pri
Di wilayah barat daya, kemiringannya antara 45° – 60° saja dan tak ada tebing terjal bebatuan cadas seperti di dinding tebing lainnya. Struktur tanahnya pun lembek dan subur dengan hutan cemara, pinus, akasia hutan, serta tanaman liar yang amat lebat. Apakah ini menunjukkan bahwa di sini tidak terjadi penurunan puncak gunung kuno?

Pada beberapa titik dengan jarak sekitar 20 – 50 m di dinding lembah terbawah di kedalaman 7 – 11m, saya mengetuk-ngetuk dan mengorek dan bisa dilihat struktur tanahnya adalah bebatuan cadas dan kadang menemukan patahan bebatuan memanjang antara 3 -5m. Apakah ini menunjukan justru di wilayah barat daya kaldera terjadinya amblasnya danau vulkanik tak sehebat di sisi barat hingga selatan?

Saya yang semakin penasaran pun kembali menuruni di beberapa titik dasar lembah yang sempit dan licin, agak pengap serta dingin pula. Di tepi bibir lembah terbawah ini, saya memotong 7 buah dahan rerumputan lalu menyambung tiap ujung sehingga memanjang sekitar 5 m. Salah satu ujung saya ikat sebuah batu cadas ukuran kepalan tangan dan ujung lain saya pegang untuk mengukur kedalaman dasar lembah. Satu dua titik kedalamannya tak lebih dari panjang rumput ukur yang saya buat. Beberapa titik lainnya justru rumput ukur yang saya gunakan tak menyentuh dasar lembah artinya lebih dari 5m! Apakah sudut sempit dasar lembah dengan strutur batuan cadas ini menandakan sebuah patahan permukaan kulit bumi atau dasar danau vulkanik kuno lalu menjadi tempat menyurutnya air danau serta masuknya air hujan di kaldera Bromo?                     

Di bibir lembah. Dokpri
Di bibir lembah. Dokpri
Dokpri
Dokpri
Pada 2006 dan 2010 serta pertengahan April 2017 saya menuruni lembah ini saat musim hujan masih cukup lebat. Sedang pada 2008, 2011, dan 2015 saya lakukan pada di puncak musim kemarau. Biasanya saya menuruni saat jam 10 pagi hingga jam 2 siang, kecuali pada Oktober 2015 saya lakukan pada jam 3 - 5 sore. Pada pengamatan saya selama ini, di dasar lembah terdengar gemricik lembut suara aliran air. Sebuah pertanyaan kembali muncul, apakah di dasar lembah atau di dalam sana ada sebuah relung sungai bawah tanah?

Saya pun mereka-reka dengan gambar berdasarkan pada foto B dan pengalaman menuruni lembah, seperti di bawah ini.

Rekaan saya tentang sungai bawah lembah.
Rekaan saya tentang sungai bawah lembah.
Jauh di selatan, kira-kira 45 km dari kaldera Gunung Bromo atau sekitar 7 km dari pusat kota Malang terdapat sebuah mata air besar yang menjadi penyuplai kebutuhan air bersih wilayah Malang, yakni Wendit. Selain sebagai sumber mata air utama, Wendit juga menjadi tempat wisata dengan danau yang tak terlalu besar namun bersih dengan tanaman kangkung air di kiri kanannya. Lebih dari itu, masyarakat Suku Tengger meyakini bahwa mata air Wendit titik akhir sebelum menjadi aliran Sungai Kalisari dari sumber mata air di Gunung Widodaren yang merupakan salah satu gunung besar di dataran tinggi ( plateu ) Tengger dan sungai dalam tanah yang ada di lembah kaldera Bromo sebelah barat daya.

Atas dasar keyakinan ini, masyarakat Suku Tengger setiap menjelang perayaan upacara Yadnya Kasada selalu mengambil air dari goa Gunung Widodaren atau sumber mata air Sumber Widodaren di Wendit. Upacara ini disebut Tengger Tirto Aji seperti yang saya tulis pada artikel di Kompasiana

13-58fbff4dca23bd6e27bd1c0c.jpg
13-58fbff4dca23bd6e27bd1c0c.jpg
Lebat dan cukup berbahaya. Dokpri
Lebat dan cukup berbahaya. Dokpri
Hal yang amat mengherankan, bagaimana masyarakat Suku Tengger yang demikian masih tradisional kehidupannya pada masa lalu sudah berani menyimpulkan bahwa Sumber Widodaren masih berhubungan langsung dengan sumber air di goa Gunung Widodaren dan air sungai dalam tanah yang ada di lembah kaldera Bromo. Apakah pengetahuan mereka  berdasarkan pengamatan dan penglihatan secara supranatural yang hingga kini masih demikian melekat. Ataukah pernah melakukan pengamatan seperti yang saya lakukan. Jika hal yang terakhir dilakukan, artinya bahwa para geolog masa kini masih kalah hebat dengan para supranatural masyarakat Suku Tengger yang mau mengamati alam tanpa peralatan canggih.

Mata air Sumber Widodaren di Wendit, 7 km timur pusat Kota Malang. Dokpri
Mata air Sumber Widodaren di Wendit, 7 km timur pusat Kota Malang. Dokpri
Puncak bukit Jemplang awal saya menuruni lembah. Dokpri
Puncak bukit Jemplang awal saya menuruni lembah. Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun