Ki Semar atau Ki Bodronoyo hatinya merasa gundah, melihat perselisihan dalam Keluarga Bharata yang semakin menjadi. Bahkan ia yang merasa sebagai guru spiritual kaum Pendawa pun merasa tak bisa meredakan mereka untuk kembali menguasai Astina yang menjadi pangkal perselisihan antara Kurawa dan Pendawa.
Kegundahan Ki Semar pun semakin menjadi ternyata para dewa juga tak bisa meredakan ketegangan ini. Maka Ki Semar ingin membangun kembali khayangan dengan menenangkan hati, jiwa, dan pikirannya untuk bisa menata diri agar bisa menuntun Pendawa dengan bijak. Ia pun bermaksud meminjam Jamus Kalimasada, ajian milik Puntadewa, Sang Ludira Putih yang terkenal jujur dan rendah hati. Ki Semar pun mengutus Petruk menuju Amarta untuk mengutarakan maksud Ki Semar.
Hal ini semakin membuat jengkel pula Baladewa yang tak rela jika adiknya menjadi manusia kerdil. Baladewa pun menjadi marah, namun tak berkutik ketika dibentak Ki Semar untuk mengerti maksud Ki Semar.
Sang Baladewa yang terbawa sikap emosional pun, pergi dan melaporkan niat Ki Semar pada Bathara Guru. Rupanya Bathara Guru sang penguasa khayangan pun menjadi marah dan mengutus Bethari Durga, istrinya untuk membatalkan niat Ki Semar.
Bethara Durga pun terpaksa harus menghadap Togog, kakaknya. Dan bersama Togog, Bethara Guru menghadap Ki Semar untuk menggagalkan niat Ki Semar. Di sinilah timbul percakapan panjang, di mana maksud Ki Semar bukanlah membangun khayangan dalam arti tempat para dewa bersemayam. Namun lebih berarti sebagai membangun jiwa dan kerohanian diri pribadi sebelum menyelesaikan semua persoalan yang ada di alam madyapada atau dunia ini.
Kesadaran Bethara Guru dan Togog yang terbawa emosi muncul bersamaan dengan kedatangan Sri Kresna yang baru saja mendapat Kembang Rasa Jati yang diisyaratkan Ki Semar supaya Sri Kresna kembali seperti semula. Dengan nasihat dan tuntunan Ki Semar, akhirnya Sri Kresna yang telah susah payah mendapat Kembang Rasa Jati sebagai simbol suara hati yang penuh cinta kasih tanpa rasa emosional yang kerdil, Sri Kresna menjadi dirinya sendiri seperti halnya ada titisan Wisnu di dalamnya.
Kisah pewayangan di atas merupakan, cuplikan dari pagelaran wayang kulit semalam suntuk yang diadakan oleh Seminari Tinggi SVD (Societas Verbi Divini )atau Serikat Sabda Allah pada Sabtu, 10 September 2016 di halaman seminari tersebut. Sebuah tempat yang hanya berjarak 50m dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.
Pagelaran ini diadakan untuk perayaan berdirinya tarekat SVD (Societas Verbi Divini )atau Serikat Sabda Allah pada 8 September 1875 atau HUT yang ke 141 dan merayakan 25 thn imamat Rm. Peter Sarbini, SVD