Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tarian Kepulan Asap Kawah Gunung Bromo

17 Juli 2016   08:22 Diperbarui: 17 Juli 2016   11:09 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak mereda dari letusan pada akhir 2010, Gunung Bromo boleh dikatakan tak pernah lagi diam. Selalu menggeliat mempesona siapa pun yang melihatnya. Geliat asap putih yang mengalir lembut dari kepundan bagaikan gerakan penari Tayub yang cantik, semampai, namun halus dalam menghibur masyarakat Suku Tengger dalam sebuah pesta rakyat. Bromo memang penari cantik dan lemah gemulai namun selalu rancak dalam ngigel mengikuti irama karawitan dan tetembangan sesuai permintaan para tamu. Gemulai.

Bromo, September 2012
Bromo, September 2012
2002
2002
Gemulai penari Tayub bagaikan kepulan asap putih Gunung Bromo
Gemulai penari Tayub bagaikan kepulan asap putih Gunung Bromo
Siulan lembut dari tarian pucuk-pucuk pinus dan goyangan ilalang di Gunung Widodaren dan Watangan bagaikan irama gamelan yang mengiringi panembrama tetambangan puja bhakti para gadis cantik di Vihara Paramitha di sebuah desa di selatan Bromo. Itulah gambaran Gunung Bromo saat diam tak bergerak mengepulkan asap dari kepundan selain awan putih yang melintas di atas puncaknya dari perbukitan sekitarnya. 

Langit nan biru dan awan putih bagaikan selimut kasih seorang  putri cantik  dari Suku Tengger yang sedang tidur seperti yang tampak pada warna pasir keperakan atau kekuningan di sekitar puncak Bromo. Cantik.

Maret, 2009
Maret, 2009
Agustus, 2011
Agustus, 2011
Juni, 2016
Juni, 2016
Juni, 2016
Juni, 2016
9 Juli, 2016
9 Juli, 2016
Menggelora bagaikan Tari Jaran Kencak
Menggelora bagaikan Tari Jaran Kencak
Bromo bukanlah sekedar wanita cantik. Kala bergemuruh dan menyemburkan asap putih kelabu yang kadang melemparkan lumpur panas atau batu pijar seakan menggambarkan dhadhungawuk (kuda warna putih kelabu) yang sedang menari dengan iringan kendang dan slompret dalam seni Jaran Kencak. Atau seperti juga tarian Jaran Kepang (Kuda Lumping) yang  dibawakan  para lelaki dengan gerakan yang rancak mempesona. Sebuah seni tradisonal masyarakat Suku Tengger. Rancak.

Menggelora di ujung Desan Ngadas
Menggelora di ujung Desan Ngadas
Februari 2011
Februari 2011
Semangat bagikan para pemuda memainkan Bantengan
Semangat bagikan para pemuda memainkan Bantengan
Saat Bromo terus menggemuruh dan menggelegar bukanlah suara Sang Brama yang sedang marah pada warga karena sesaji tanpa dupa. Namun Bromo sedang menunjukkan kekuatannya dalam sebuah permainan yang membuat orang sedikit takut namun justru datang untuk melihatnya. Seperti dalam seni Bantengan yang banyak dilakukan para pemuda Bromo saat ada upacara tradisional di desanya. 

Sebuah tarian yang menggambarkan kegagahan pemuda dalam menaklukkan binatang liar. Gerakannya yang kadang liar dengan tetabuhan kendang dan jidor serta alunan dupa sesaji semakin menunjukkan betapa Bromo pun kadang bisa kalap. Kalap seperti banteng ketaton (banteng terluka) yang membuat sebagian yang melihat agak takut namun tak kuasa meninggalkan. Gagah.

Bromo dan Bantengan saat kesurupan.
Bromo dan Bantengan saat kesurupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun