Pada Januari 2011, empat bulan setelah letusan Gunung Bromo sekitar 40 orang masyarakat Suku Tengger Desa Ngadas di Malang mengirim bantuan sayur-sayuran kepada masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadisari di Probolinggo. Sekitar jam 2 siang ketika hujan sedang lebat, kami pulang dan seperti biasa harus melewati lautan pasir dan padang rumput di Kaldera Bromo. Karena itu memang jalur satu-satunya. Hujan deras yang demikian hebat membuat lumpur pasir di sekitar kawah Bromo menjadi lahar dingin yang mengalir deras bagaikan bubur di parit-parit kuno yang sudah terbentuk sejak jutaan tahun silam. Beberapa di antara kami ada yang terseret dan membuat kami sedikit keder.
Di antara ratusan kali melintasi kaldera, ini merupakan salah satu pengalaman yang membuat saya kembali terusik untuk mencari sebuah jawaban ke mana air hujan yang mengguyur ratusan ribu metrik di kaldera Bromo. Air mengalir ke tempat yang lebih rendah bukanlah jawaban yang baik tanpa melihat dan mengamati secara langsung, apalagi saya bukanlah seorang geolog.
Dari sebelah timur Gunung Batok atau tepat 500 m di bawah puncak Bromo, saya mengamati tampak bagaimana tetesan air hujan menuruni lembah-lembah yang menganga bekas aliran lava saat gunung-gunung terbentuk jutaan tahun silam. Kemiringan antara 40 - 60° membuat aliran demikian deras dan membentuk lembah curam dan tajam seperti huruf V daripada huruf U.
Air yang masuk ke dalam jurang kecil ini, bukan hanya dari puncak tetapi juga dari wilayah yang datar di bawah puncak yang tidak mengalir deras tetapi hanya merembes dan jatuh lalu membentuk stalaknit kecil yang tidak permanen.
Dari jurang-jurang ini, air mengalir cukup deras ke wilayah timur sejauh 1 Km, tempat yang paling rendah di kawasan puncak Gunung Bromo.
Di wilayah ini, lembah dan jurang sudah mengecil dan menyempit dan tak terlalu dalam serta dasarnya sudah mulai memadat karena bercampur dengan tanah. Sedang di permukaan pasir lembut masih melapisi.
Semakin ke timur, sekitar 1- 2 Km, lembah sudah tak ada lagi selain parit-parit yang lebih kecil namun menyebar bagaikan jari-jari sekalipun jumlahnya tak terlalu banyak. Di sinilah air mulai meresap ke dalam tanah melalui lubang-lubang kecil yang membentuk pusaran air dan pasir menuju perut bumi. Lubang-lubang kecil ini merupakan lubang-lubang kepundan kuno yang meletus melemparkan puncak plateau atau Dataran Tinggi Tengger pada jutaan tahun silam.
Volume air yang besar tentunya tak terserap semua di wilayah ini. Air terus mengalir ke tempat yang lebih datar di arah timur hingga sejauh 3 Km dari puncak-puncak Gunung Batok, Bromo, Watangan, dan Kursi.