Salah satu obyek foto yang sering kukejar adalah memotret sinar matahari yang jatuh ke dasar hutan melewati celah-celah rerimbunan pohon. Uap air yang melayang di antara kegelapan hutan dan disambut cahaya mentari pagi kadang menjadikan hutan yang gelap menjadi pemandangan yang amat menarik dan menunjukkan betapa agungnya karya Sang Maha Kuasa.
Selasa-Rabu, 14-15 Juni 2016 saat gerimis pagi baru saja selesai menyirami dinginnya pagi saya menyusuri tepian hutan sekitar Nongkojajar untuk sekedar mengejar sinar mentari yang menerobos sela-sela dedahanan di keredupan hutan rakyat. Jam masih menunjukkan angka tujuh, tapi sinar matahari tak begitu benderang karena mendung masih menyelimuti bumi.
Sedikit aneh dan jarang kualami, tampak bias sinar yang sulit kukatakan keindahannya. Ketika kamera kuturunkan dan menatap langsung maka bias sinar ini tak tampak. Tetapi ketika kamera kembali kuarahkan untuk membidik, bias sinar kembali tampak jelas. Tampaknya, ini merupakan hasil pembiasan sinar matahari yang melewati lensa (cekung) kamera. Tapi anehnya, jika kamera kuarahkan dari sudut yang berbeda maka bias ini tak ada. Sekali pun saya hanya bergeser sekitar 1 – 2 m saja. Apalagi jika memotret dari tempat yang agak jauh sekitar 4 – 5 walau pun obyeknya sama.
Embun, titik air, ataukah lensa kamera yang membiaskan sinar dan menciptakan gambar ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H