Bicara tentang pakaian atau seragam guru, selama ini selalu diidentikkan dengan pakaian model safari atau jenis pakaian formal lainnya, misalnya batik  atau seragam PGRI serta memakai kopiah bagi bapak guru atau jilbab bagi ibu guru.Â
Ada juga, di sekolah yang muridnya dari kalangan ekspatriat, kalangan atas, atau di kota-kota besar, gurunya memakai dasi bahkan jas saat melaksanakan mengajar. Kecuali guru olahraga.Â
Ada juga sekolah yang pada memperkenankan para guru mengenakan kaos pada serta celana kasual pada hari yang ditentukan. Misalnya pada akhir pekan, tentu saja celana dan kaosnya masih  merupakan seragam sekolah khusus para guru.
Di daerah tertentu yang agak aneh adalah guru, terutama PNS memakai seragam Linmas atau Hansip. Apa hubungannya dengan tugas guru selaku pendidik dan pengajar? Syukurlah, dalam satu tahun ini sudah tak tampak lagi.
Pada hari besar nasional, kadang para guru sedikit diberi kebebasan untuk tidak memakai seragam. Asal sopan, rapi, dan tentu saja sesuai dengan kepantasan seorang pendidik yang wajib memberi teladan pada para siswanya. Maka biasanya para guru tetap pada pakaian konvensional, yakni batik.
Bicara kembali tentang pakaian yang pantas dan keteladanan seorang guru bagi para siswanya, pernah terlintas dalam benak kami bila seorang guru mengajar dengan memakai baju daerah atau pakaian adat Nusantara untuk memberi teladan cinta tanah air.
Aneh? Sesuatu yang belum biasa kadang tampak agak berbeda. Ribet? Tidak juga. Selama yang dipakai dalam wujud yang sederhana tentu tak seribet seperti kala kita harus memakai pakaian adat dengan segala asesoris serta tata rias seperti pada saat pesta perkawinan atau Hari Kartini.
Komunitas kami telah mencoba. Bapak Guru memakai pakaian adat sesuai dengan pakaian yang mereka miliki seperti sarung dan udeng Bali. Kaos hitam, beskap ( lurik ), dan udeng atau blangkon. Atau kaos lurik merah putih dan udeng Madura, tentu saja tanpa membawa clurit. Demikian juga bagi Ibu Guru, cukup memakai baju kebaya dengan jarit atau kain panjang model rok atau memakai celana panjang serta tanpa sanggul.
Sederhana kan? Tanggapan orangtua murid tentu antusias sekali. Mereka bersama putra-putrinya merasa bangga ternyata para gurunya tetap lincah dan luwes dalam melaksanakan tugasnya.
Apa yang dilakukan dalam komunitas kami yakin bukan yang pertama dan bahkan sudah menjadi kebiasaan sekolah lain. Tak ada salahnya dilakukan juga di sekolah lainnya. Juga suatu saat, para muridnya juga memakai baju adat daerah seperti yang telah dilakukan di Jogja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H