Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Siapa Bertanggung Jawab atas Keselamatan Kerja Buruh Ini?

15 Februari 2016   18:21 Diperbarui: 28 April 2016   16:06 1808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kerja tanpa pelindung."][/caption]Terik sinar matahari di pertengahan November 2015 panasnya begitu menyengat. Tak terkecuali di lapangan futsal dalam ruangan di lantai paling atas sebuah mall di pusat Kota Malang. Sekalipun ada empat kipas angin ukuran besar yang suaranya bak baling-baling helikopter, toh tetap membuat gerah para pemain yang sedang istirahat. Saya yang juga kegerahan, langsung keluar mencari semilirnya angin ujung musim kemarau yang kali ini terasa agak panjang.

[caption caption="Demi kehidupan keluarga."]

[/caption]

[caption caption="Menunggu jatah aspal."]

[/caption]Saat sedang selonjor mata pun tertuju pada sekelompok pria yang sedang bekerja memperhalus atau mengaspal tempat parkir paling atas di mall tersebut. Sungguh amat mengejutkan dan membuat saya keheranan sekalipun panas demikian menyengat toh mereka tetap bekerja tanpa merasa terganggu oleh panasnya matahari. Padahal mereka pun bekerja berdekatan dengan bara api yang demikian besar dan  aspal yang sedang mendidih untuk dicairkan agar memudahkan untuk penghalusan tempat parkir.

[caption caption="Tak takut bahaya."]

[/caption]

[caption caption="Sekalipun panas haryus tetap kerja."]

[/caption]

Hal yang paling mengejutkan adalah mereka bekerja dengan tanpa sarana keselamatan diri andaikata terjadi sebuah kecelakaan. Misalnya saja aspal cair panas tumpah atau para buruh terpeleset kerikil tajam yang berserakan sehingga menyebabkan terjadi malapetaka. Jangankan safety shoes dan sarung tangan serta topi kerja yang mumpuni untuk menjamin keselamatan kerja, sedang untuk pakaian saja mereka menggunakan pakaian ala kadarnya bahkan salah satu di antaranya tidak memakai kaos atau baju. Sunggu amat berbahaya.

Ketika penulis mencoba mengorek pada seseorang yang saya mandor atau pengawas, dengan enteng dia menjawab bahwa para buruh sudah terbiasa dan cukup berhati-hati sehingga tak mungkin atau kecil sekali terjadinya kecelakaan. Penulis terus mengejar dengan pertanyaan justru ditantang dengan sebuah pertanyaan apakah para pengusaha menengah juga melakukan hal yang sama demi keselamatan para buruhnya terutama mereka yang bekerja sebagai buruh harian.

[caption caption="Dekat aspal cair yang bahaya."]

[/caption]Sebenarnya, kenyataan ini bukanlah hal yang rahasia. Mudah dijumpai jika ada proyek besar atau perusahaan besar, di salah satu kantor selalu dikibarkan bendera yang bertuliskan ‘Utamakan Keselamatan’ Toh para buruh sering bekerja dengan perlengkapan pelindung kerja yang minim sekali. Apakah Dinas Tenaga Kerja atau aparat yang terkait tidak mengetahui hal ini atau memang tutup mata? Entahlah!

Penulis mendekati para buruh dan menanyakan mengapa demikian berani bekerja dengan resiko kecelakaan yang cukup besar? Dengan sedikit takut dilihat oleh mandor atau pengawas mereka menjawab bahwa alasan upah dan kesempatan kerja yang sulit sehingga mereka tak punya banyak pilihan.

[caption caption="Di bawah terik matahari."]

[/caption]

[caption caption="Tanpa pelindung sama sekali."]

[/caption]Kebanyakan para buruh kasar di sektor ini adalah para tenaga kerja dengan sedikit ketrampilan yang mumpuni selain hanya mengandalkan kekuatan otot dan keberanian belaka. Kemungkinan terjadinya kecelakaan memang mereka sadari namun bekerja di sektor ini upahnya sedikit di atas rata-rata kaum buruh bangunan yang rata-rata hanya sebesar Rp 85.000,oo ( delapan puluh lima ribu rupiah per hari ). Para buruh pengaspalan jalan bisa menerima upah antara seratus ribu hingga seratus sepuluh ribu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun