Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suket Ijen, Suatu Wilayah Kawah Kuno di Kaldera Bromo

1 Januari 2016   07:07 Diperbarui: 1 Januari 2016   10:49 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Suket Ijen, Suatu Wilayah Kawah Kuno di Kaldera Bromo"]

[/caption]Bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke Bromo, setelah melihat matahari terbit biasanya dilanjutkan ke puncak Bromo lalu ke Ngadisari dan selanjutnya ke Air Terjun Madakari Pura. Atau ke puncak Bromo lalu ke Jemplang melewati kaldera dengan lautan pasir serta padang savanna selanjutnya bisa ke Ranu Pani dan Puncak Semeru. Atau dari Jemplang langsung ke Ngadas dan Tumpang, Malang.

Ketika melewati lautan pasir, biasanya para wisatawan sekedar berfoto di sekitar daerah ‘pasir berbisik’ yang diambil dari nama sebuah film nasional tahun 80an. Jarang para wisatawan menjelajah di daerah tersebut selain karena keadaan udara yang bertolak belakang dengan cuaca. Suhu cukup dingin, sekalipun di musim kemarau namun sinar matahari amat terik sehingga bisa membakar kulit. Wajah menjadi kusam terkena debu dan menjadi kemerahan saat sampai di rumah dengan cuaca yang berbeda. Rasa panas di kulit wajah sungguh ‘pating clekit’.

[caption caption="Suket Ijen di Kaldera Bromo"]


[/caption]Jika menjelajah di musim hujan, sedikit agak lumayan enak karena pasir menjadi padat dan mudah dilalui kendaraan terutama roda dua. Tetapi mendung yang menggelayut akan menutupi wajah indah perbukitan dan puncak Bromo serta Batok. Bahayanya, jika ada halilintar tentu kita jadi miris takut disambar petir. Siapa pun pasti takut. Saya sih tak terlalu takut hanya tak mau disambar. Jadi kalau mendung menggelayut langsung ngibrit sambil komat-kamit agar selamat sampai di rumah.

Selama beratus kali melintasi lautan pasir, menjelajahi daerah tersebut tak lebih dari 25 kali. Padahal di sana ada tempat yang dikenal dengan sebutan Watu Kutha serta satu tempat yang belum bernama dan berada agak ke timur atau sedikit mendekati tebing sisi timur Bromo. Tentang Watu Kuta akan kutulis nanti, tetapi tempat tak bernama ini kuulas sekarang.

[caption caption="Saat musim hujan menuju Suket Ijen di Kaldera Bromo"]

[/caption]Tempat ini sebenarnya pertama kali saya kunjungi pada tahun 2000, tetapi bukan berarti saya yang menemukan atau mengunjungi pertama kali. Saat sedang menghantar seorang tokoh kesenian jaran kencak mencari kuda di Ngadisari, Probolinggo. Entah mengapa, tiba-tiba saya kebelet pipis. Karena masih dihinggapi perasaan tabu untuk pipis sembarang saya berniat mencari tempat jauh ke tengah lautan pasir dengan jalan kaki. Sepeda motor dan teman seperjalanan kutinggal di tengah padang.

[caption caption="Sambil menunggu bantuan, dua putri kami mencari Suket Ijen."]

[/caption]
Setelah berjalan sejauh kurang lebih 700m, mata melihat seonggok rerumputan hijau sendirian di tengah lautan pasir. Unik dan indah. Di sekitar onggokan rumput tanahnya agak cembung. Entah kenapa. Saya mendekati dan memotretnya. Setelah puas dengan sepuluh jepretan, saya berniat menyirami dengan cara pipis. Dan…..tiba-tiba pasir di sekitar onggokan tersebut tersedot ke dalam, aku pun sedikit tersedot yang menyebabkan kaget setengah mati dan sontak mundur teratur sambil berpikir ‘masak sih di sini ada pasir hisap?’

Tahun 2003, kembali menengok kesana sendirian. Keadaannya tak berubah. Dan, masih bisa menghisap kalau diberi beban berat seperti batu. Keyakinan itu adalah pasir hisap muncul kembali tapi tak terlalu percaya bahwa di lautan pasir Bromo ada pasir hisap.

[caption caption="Jutaan metrik ton pasir dan debu menimbun kawasan tersebut, Suket Ijen tetap bertahan."]

[/caption]Di rumah saya mencari referensi di Wikipedia dan buku tentang letusan maha dahsyat plateu Bromo Semeru pada masa lalu yang membentuk kaldera Bromo. Sedikit tersingkap kawasan lautan pasir dan kaldera adalah kawah kuno yang kini telah mati. Bekas kawah-kawah kuno itu kini menyisakan menjadi lobang-lobang kecil dengan diameter antara 15 – 100cm di sekitar kaldera. Di mana saat musim hujan menjadi saluran air hujan masuk ke dalam perut bumi dan menjadi lahan untuk tumbuhnya onggokan rerumputan. Akar dan batang rumput inilah yang menahan pasir yang hanyut terbawa air hujan. Namun pasa saat kemarau, onggokan rumput jadi kering dan pasir terurai sehingga jika terbebani akan ambles. Termasuk saat saya berdiri di dekatnya.
Setelah berkali-kali ke sana sendirian, tahun 2008 dan 2010 saya kembali ‘meneliti’ kembali dengan mengajak seorang ahli geolog, seorang dosen pertambangan PTN di Malang dan mengatakan memang benar itu adalah salah satu kepundan di antara puluhan kawah kuno. Jadi bukan pasir hisap seperti yang kuduga semula.

Januari 2011, saat menghantar masker lalu terjebak di lumpur lautan pasir di tengah letusan Gunung Bromo, kami sekeluarga mencari daerah tersebut apakah masih ada. Sambil menunggu bantuan selama 30 menit kami berhasil menemukannya walau keadaannya sedikit berubah karena tertutup batu dan pasir. Namun, onggokan rumputnya masih ada.

Walau gemuruh dan semburan debu vulkanik Bromo awal 2011 demikian menggelora tetap kami selamat. Kami berdoa mengucap syukur dan untuk mengenang daerah tersebut kami menyebut daerah tersebut dengan sebutan ‘Suket Ijen’ artinya rumput yang tumbuh sendirian.

[caption caption="Akhir November 2015, Suket Ijen tak sendirian lagi. Sudah punya teman seonggok rumput sejenis. Mungkin anaknya atau pasangannya."]

[/caption]Beberapa warga yang sering melintasi untuk mencari rumput atau keperluan lainnya, kami ajak menyebut juga Suket Ijen. Hingga saat ini, rerumputan itu masih ada dan mudah ditemui jika ada kemauan. Asal jangan saat ini, Januari 2011 karena Sang Brama lagi sakit batuk dan ingin muntah. Kapan-kapan saja mengunjungi Suket Ijen bersama kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun