Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wanita-wanita Perkasa di Alun-alun Kota Malang

26 Desember 2015   12:35 Diperbarui: 26 Desember 2015   12:37 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu masih menunjukkan jam enam pagi, alun-alun pusat Kota Malang di hari libur sudah menampakkan keramaiannya. Pengunjung alun-alun di pagi hari di musim liburan bukanlah para pelancong yang sedang beristirahat setelah berbelanja di beberapa mall yang ada di sekitar alun-alun. Tetapi mereka yang sedang olahraga pagi seperti jogging, senam, atau bersepeda. Pengunjungnya pun dari segala lapisan, mulai dari anak-anak hingga kakek nenek yang ngemong cucunya.
Di antara keramaian pengunjung ada empat wanita muda yang sedang sibuk bekerja mencari nafkah. Dua di antara mereka, merupakan petugas kebersihan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang. Sebut saja namanya, Erni dan Erna. Erni dan Erna ini cukup menjadi perhatian saya karena hanya mereka berdua yang wanita di antara lima belas pria petugas kebersihan. Tanpa rasa kikuk mereka menyapu daun-daun rontok di atas rerumputan atau sampah yang ditinggalkan pengunjung yang kurang mengerti tentang kebersihan.
“Permisi Pak, saya sapu dulu tempatnya…” kata Erna sambil tersenyum saat menyapu berem dekat tempat saya duduk. Seorang pria temannya bertugas mengambil sampah dengan cikrak lalu memasukkan ke dalam gerobak untuk selanjutnya dimasukkan container untuk dibuang ke TPA.


Erna, sudah delapan tahun bekerja sebagai pegawai kontrak petugas kebersihan DKP Kota Malang. Waktu yang cukup lama dalam mengabdi. Honor yang diterima tiap bulan sebesar Rp 1.150.000,00 (satu juta seratu lima puluh ribu rupiah) Itu pun diberikan rapel setiap tiga bulan sekali. Sebuah honor yang jauh dari UMK Kota Malang tahun 2015. Padahal honor sebesar ini baru diterima sekitar enam bulan yang lalu, honor sebelumnya hanya sekitar Rp 800.000,00 ( delapan ratus ribu rupiah ) per bulan.
Sebuah pertanyaan timbul, mengapa Pemerintah Daerah Kota Malang hanya memberi honor di bawah UMK. Padahal beberapa saat yang lalu para guru SMK dan pengelola outsourching di Malang dikumpulkan dan diharapkan memberi honor sesuai UMK.
Erna, dengan keterbatasan pemilihan pekerjaan yang diharapkan bisa memberi kesejahteraan daripada menganggur. Setidaknya bisa menopang perekonomian keluarga karena suaminya hanya seorang pegawai negeri sipil yang baru diangkat dengan golongan IIA seperti halnya Erni, rekan kerja Erna di tempat yang sama.
0 0 0 0 0
Dua wanita lain yang menarik perhatian adalah Yuli dan Yuni, keduanya pedagang balon busa. Yuli usianya sekitar 27 tahun, sudah berjualan di Alun-alun Kota Malang sejak 7 tahun yang lalu. Sedang Yuni usianya sekitar 24 tahun dan telah berjualan selama lima tahun.
Keduanya mengaku, sebelumnya bekerja sebagai pegawai toko dan sebuah mall. Di mall, sebulan mendapat honor sesuai dengan UMK sedang yang di toko hanya mendapat honor sekitar Rp 400.000,00 Nasib merubah hidup mereka, setelah menikah dan punya anak, keduanya tak bisa bekerja lagi karena telah diganti orang lain. Di lain pihak, memakai asisten rumah tangga untuk mengasuh anak beaya lebih besar daripada honor yang didapatnya. Sedang honor suami mereka sebagai sopir dan pegawai mall juga tak cukup untuk memenuhi beaya hidup yang semakin mahal.


Dalam sehari rata-rata mendapat hasil antara 25 ribu – 50 ribu. Bila pengunjung ramai bahkan bisa mendapat sekitar 60 ribu rupiah. Itu pun hanya pada saat libur hari raya.
Yuli dan Yuni pun tak mau berpangkutangan, bekerja apa pun asal halal harus dijalani dengan penuh semangat. Semua dilakukan demi kelangsungan hidup keluarga mereka sendiri.


0 0 0 0 0
Erna – Erni dan Yuli – Yuni, adalah empat wanita muda tegar yang mencari nafkah di Alun-alun Malang dengan nasib yang berbeda. Tak ada raut yang tampak membebani mereka. Senyum kepada pengunjung saat harus menyapu atau menawarkan dagangannya. Sebab dengan senyum semua menjadi indah dan jalan dimudahkan oleh Sang Maha Kuasa.

* Semua foto dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun