Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Senyum Ceria Penambal Ban Kendaraan

16 Juli 2015   16:20 Diperbarui: 16 Juli 2015   16:20 2207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda dalam perjalanan menuju ke Surabaya dari Malang, sekitar 500m mendekati gerbang jalan tol Gempol akan terlihat sebuah gubuk besar dan cukup kumuh. Sekalipun kumuh gubuk ini sangat dibutuh setiap pengendara yang mobilnya sedang mengalami masalah pada bannya, karena gubuk ini merupakan bengkel penambal atau pengganti ban kendaraan bermotor terutama kendaraan-kendaraan besar seperti praoto dan bis.

Pemiliknya, sebut saja namanya dengan Pak Aziz, lelaki paruh baya yang penuh semangat dalam berkarya dengan membuka bengkel tambal ban. Bukan tak ada pilihan lain untuk membuka usaha yang lebih ringan tanpa menguras tenaga. Tetapi ketrampilannya di bidang ini lebih mumpuni untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik.

Mengapa membuka bengkel di tempat yang sepi dan tanah negara?

Dulu, memang Beliau membuka bedak bengkel di tempat yang ramai, namun bukan berarti banyak konsumen yang datang. Paling banyak yang datang adalah sepeda motor yang kempes dan tambal ban. Sehari tidak lebih dari sepuluh motor yang datang. Sebenarnya ada saja mobil yang minta bantuan untuk mengisi udara untuk bannya yang kempes, hanya saja tempatnya di pinggir jalan utama sehingga sering membuat lalulintas tersendat dan mobil enggan berhenti di situ. Sehingga pendapatannya pun tak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Pada suatu saat, Beliau dimintai tolong oleh pengemudi sebuah praoto yang sedang mengalami masalah ban di dekat gerbang tol. Saat menuju dan membetulkan ban praoto tersebut ternyata ada beberapa kendaraan yang mengalami keadaan serupa. Beberapa hari kemudian, Beliau pun membuka gubuk di sana. Disebut gubuk karena, menurut Pak Aziz bangunan ini dibangun ala kadarnya serta berdiri di tanah negara dan tanpa ijin.

 

Konsumen hanya insidental.

Karena hanya sebuah bengkel tambal dan penambah angin, maka konsumennya pun dalam sehari rata-rata hanya lima belas kendaraan besar. Itu pun lebih banyak tambah angin daripada tambal atau ganti ban. Jika satu kendaraan ongkos tambah angin hanya 10 ribu berarti dalam satu hari hanya mendapat 150 ribu rupiah. Sedang untuk ongkos tambal ban kendaraan roda empat antara 20 ribu – 35 ribu tergantung jenis kendaraan. Sehari rata-rata yangtambal ban hanya tiga kendaraan. Jadi, pendapatan ganti ban hanya sekitar 60 ribu – 105 ribu. Maka sehari pendapatan keseluruhan sekitar 255 ribu.

Dalam menjalankan usahanya Pak Azis dibantu oleh lima anak muda lulusan SMP, SMA, dan SMK yang dibayar ‘hanya’ rerata 25 ribu perorang perhari sesuai dengan kendaraan yang digarap. Bahkan sering hanya mendapat 15 ribu rupiah perhari. Tentu pendapatan yang jauh dari UMK sesuai ketentuan pemerintah.


Tak ada pilihan selain harus menerima nasib?

Bagi kelima anak muda ini tentu ingin bekerja di tempat dan gaji yang lebih layak. Tetapi persaingan tenaga kerja demikian keras bahkan untuk bekerja di toko atau swalayan yang gajinya yang kebanyakan masih di bawah UMK pun sulit didapat. Maka tak bisa menolak nasib selain pasrah dan berharap akan ada perubahan.
Bagi Pak Aziz sendiri, sebenarnya bisa saja meningkatkan pelayanan bagi konsumennya dengan menggunakan alat mekanik. Namun dengan konsumen terbatas, haruskah Beliau mengabaikan kelima anak muda ini menjadi pengangguran?

Hidup sebuah perjuangan demi kesejahteraan bersama. Pak Aziz bukanlah pengusaha besar. Tetapi perhatian pada hal yang kecil dan tampak sepele kepada kelima anak muda ini mempunyai dampak yang luar biasa. Menyerap tenaga kerja sektor informal.

Mereka sungguh pekerja berat yang tak pernah putus asa atau bahkan sekedar mengeluh. Seberat apa pun mereka akan menjalaninya dengan tersenyum ceria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun