Sedang komunitas lesbian masih cukup tertutup dan sulit ditembus, sebab mereka bisa menyembunyikan diri dengan penampilannya. Wanita berpakaian pria atau tomboy adalah hal yang biasa. Disinilah kelebihan mereka. Di kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Jakarta, dan Jogja komunitas ini mulai menunjukkan keberadaannya secara terbuka, termasuk lewat media sosial. Mereka pun mengadakan pertemuan secara rutin untuk berbagi dan saling mendukung.
Karena sikap masyarakat masih mendua, sehingga merasa terabaikan dan harus berjuang untuk menuntut kesamaan secara ‘gender’ Berjuang dalam komunitas terbatas pada satu kelompok saja tentu sulit, maka mereka pun bergerak dalam sebuah komunitas bersama yakni LGBT. Anggotanya pun dari berbagai lapisan masyarakat seperti seniman, mahasiswa, pakar hukum, guru, dan ekskutif. Ikatan persaudaraan anggota mereka yang demikian erat, semakin memperkuat dalam persekutuan untuk unjuk diri. Untuk menunjukkan keberadaannya, komunitas ini bukan hanya secara mengadakan kegiatan yang bersifat eksklusif tetapi kegiatan apa saja yang bermanfaat bagi masyarakat.
Di sisi lain ada anggota LGBT yang berani mengikatkan diri dalam ‘penyatuan diri’ yang di sahkan secara hukum di luar negeri. Belanda, misalnya. Penyatuan diri mereka lakukan untuk menunjukkan bahwa mereka adalah pasangan resmi yang tak terpisahkan. Tetapi apakah mereka tak terpisahkan selain oleh kematian seperti layaknya perkawinan resmi dalam hukum sipil dan gereja yang ada di negara-negara Eropa, sangat sulit diperoleh data resmi. Hanya secara kasat mata satu dua pasangan yang dulu tampak mesra dalam kurun waktu beberapa tahun ternyata ada yang berpisah ke lain hati dan syukur pula ada yang kembali menjadi manusia normal.
Pandangan masyarakat tentang LGBT
Harus diakui bahwa LGBT di negeri kita akan sulit mendapat tempat sekalipun keberadaan mereka ada. Keteguhan masyarakat akan nilai-nilai agama semakin memperkuat untuk mengajak para ‘penyandang’ LGBT kembali menjadi normal seutuhnya. Di pihak komunitas juga secara kukuh berusaha dan terus berjuang untuk diakui bahwa mereka adalah manusia normal.
• Tulisan berdasarkan pengamatan pada Komunitas LGBT yang ada di 4 kota besar di Jawa.
• Istilah ‘penyatuan diri’ dan ‘penyandang’ kaum LGBT merupakan istilah yang diutarakan seorang pakar hukum gereja (kanonik), moral, dan etika dalam diskusi penulis bersama psikolog, psikiater, dokter, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H