Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang dikenal sebagai satu-satunya desa masyarakat Suku Tengger yang mayoritas atau sekitar 60% penduduknya pemelukBuddha Jawa yang masih dipengaruhi oleh pandangan animisme dan dinamisme.
Tempatnya yang merupakan jalur satu-satunya dari Malang menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( ke Gunung Bromo dan Semeru ) semakin ramai oleh kunjungan wisatawan manca negara dan Nusantara.
Amat sangat disayangkan dan disesalkan adalah sikap sebagian para wisatawan yang tidak menghargai pandangan masyarakat setempat akan kepercayaan dan adat istiadat yang dianggapnya sebagai ‘klenik dan tahyul’
Sebagai contoh misalnya saat ada ibadat atau puja bakti di Vihara Paramita yang tepat di pinggir jalan yang hanya lebarnya 4 m, para pengunjung yang menaiki sepeda motor trail sering menggeber mesin sepeda motornya dengan meraung-raung tanpa ada rasa mengganggu jalannya ibadat. Teguran halus sering diabaikan atau tanpa perhatian lalu meninggalkan yang mengajak bicara seenaknya sendiri.
Paling memprihatin dan membuat sesak di hati adalah sikap yang boleh dikatakan ‘kurangajar’ adalah merusak ‘tempat berdoa’ yang berupa gubuk kecik di bawah pohonyang dipercaya sebagai tempat arwah para leluhur. Tempat ini boleh jadi tak ada artinya bagi mereka yang berpandangan atau pemeluk agama yang lain karena bentuknya yang amat sederhana. Tapi merupakan tempat yang sakral sebelum memulai Upacara Yadnya Kasada.
Kami memang telah menulis himbauan di tempat tersebut. Namun perusakan oleh pikiran dan tangan jail dengan ‘mengencingi, membuang sampah, atau dijadikan tempat bercengkerama tanpa etika’ sungguh perbuatan tanpa didasari oleh nurani yang bersih........
[caption id="attachment_262147" align="aligncenter" width="500" caption="Tertulis: "MBOTEN ANGSAL DIPUNRUSAK" artinya "JANGAN DIRUSAK""]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H