Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Money

Potret Kemiskinan Petani di Desa, Tanggungjawab Siapa?

26 Oktober 2013   21:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika orang memutuskan untuk berbisnis, kebanyakan pasti berpendapat bisnis adalah bisnis. Masalah sosial bukan urusan bisnis. Kegagalan dalam bisnis seseorang bukan tanggungjawab orang lain. Masalah menejemen yang tak berjalan dengan baik adalah masalah mereka sendiri.

Boleh jadi memang demikian kenyataannya. Hampir semua orang dalam berbisnis tidak memasukkan nilai humanisme dan sosialime. Kebangkrutan akan menyambut mereka. Setidaknya itu yang selama ini saya perhatikan.

Sementara melihat orang lain yang kurang beruntung, hanya diam saja dan menganggap mereka sedang bernasib kurang baik atau tak becus mengelola atau salah urus dan banyak lagi kata-kata yang tak memberi inspirasi bagaimana agar mereka yang kurang beruntung bisa lebih sejahtera hidupnya. Jelas tak mungkin memberi ikan terus, memberi kail dan jala juga tindakan nyata untuk memberdayakan mereka. Namun, tatkala mereka sedang tak berdaya apakah kita hanya menonton saja. “It is not my bussines!”Bisnis dengan Jiwa Sosial, Mungkinkah?

[caption id="attachment_274301" align="aligncenter" width="597" caption="Harga pisang ini tak lebih dari 500 ribu, sehingga petani enggan memanen."]

1382796961837349991
1382796961837349991
[/caption]
1382797296350389942
1382797296350389942
[caption id="attachment_274304" align="aligncenter" width="524" caption="Kemiskinan tetap melilit mereka."]
13827973451764504061
13827973451764504061
[/caption]

Bisakah, mungkinkah, beranikah, atau maukah seorang pedagang atau pebisnis sedikit melupakan prinsip-prinsip ekonomi yang efisien namun menguntungkan dengan prinsip sosial demi kesejahteraan bersama? Ataukah kemiskinan hanya menjadi tontonan untuk dibicarakan sebagai wacana untuk mengentaskan dengan segala argument yang ada namun sulit dipahami dalam realitas.

Kemiskinan yang terjadi pada masyarakat petani kita, terutama petani dengan lahan kurang dari satu hektar dan buruh tani terlebih di daerah tandus, seharusnya menjadi perhatian lebih khusus dari pihak pemerintah. Pembangunan infrastruktur jangan sampai hanya menguntungkan mereka yang lebih sejahtera (kaya). Kemiskinan bukan hanya dilihat dari data statistik untuk kampanye saling menjatuhkan dan tebar pesona bahwa para calon anggota legislatif dan partainya yang paling peduli dan bisa mengangkat masyarakat lebih makmur dan sejahtera.

Pemberdayaan masyarakat dengan lebih memperhatikan kemampuan yang dimiliki masyarakat, serta memberi peluang dan kesempatan untuk lebih sejahtera juga merupakan tanggungjawab pemerintah melalui dinas terkait. Membangkitkan kembali KUD yang kini tak terdengar lagi suaranya, dengan penataan menejemen yang tepat sehingga dapat menjadi wadah petani untuk mengembangkan dan mensejahterakan diri. KUD atau Koperasi Unit Desa yang benar-benar bermanfaat bukan menjadi ladang usaha mereka yang bukan petani, sehingga bukan “Ketua Untung Duluan”

Perhatian kepada masyarakat miskin pedesaan akan mengurangi beban urbanisasi ke perkotaan yang hanya menjanjikan kemewahan nisbi di balik keinginan untuk mencapai kesejahteraan yang tak pernah tercapai.

[caption id="attachment_274305" align="aligncenter" width="500" caption="Tanpa irigasi terpadu dan harga jual yang memadai, lahan akan ditinggalkan untuk menjadi masyarakat urban"]

1382797431946105752
1382797431946105752
[/caption] [caption id="attachment_274306" align="aligncenter" width="500" caption="Atau membuka lahan baru untuk meningkatkan penghasilan yang berakibat kesimbangan menjadi timpang."]
13827975741360843056
13827975741360843056
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun