Bagi masyarakat luar, budaya masyarakat Suku Tengger yang dikenal adalah Upacara Yadnya Kasada yang diadakan setiap tanggal 14 dan 15 ( purnamasidhi ) pada bulan ke dua belas dalam penanggalan Jawa ( Ajisaka ). Namun sebenarnya ada upacara besar lain yakni, Upacara Karo.
Upacara Kasada diadakan serempak oleh seluruh masyarakat Suku Tengger yang ada di Malang, Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang yang dipusatkan di Pura Poten dengan dipimpin oleh seorang Dukun dan dilanjutkan dengan melemparkan sesaji di kawah Gunung Bromo. Maka Upacara Karo diadakan sesuai dengan adat istiadat dan atau menurut perhitungan tersendiri di masing-masing desa. Upacara Karo berlangsung selama 15 hari. Di mulai pada tanggal 7 bulan Karo ( ke dua ) dan ditutup pada tanggal 22 bulan Karo.
Muasal dan tujuan Upacara Karo.
Upacara Karo merupakan pesta ucapan syukur masyarakat Suku Tengger kepada Sang Murbaning Dumadi atau Sang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kesuburan tanah dan hasil panen yang melimpah melalui Ibu Pertiwi yang telah memberi kesuburan tanah dan Bapa Angkasa yang telah memberi air dan hujan untuk menjaga kesuburan tanah. Ibu Pertiwi dan Bapa Angkasa, keduanya ( sakloron, keKAROne ) inilah yang dipestakan.
Namun ada juga, pandangan berbeda tentang Upacara Karo yang menceritakan kisah moyang Suku Tengger bernama Setia dan Tuhu yang mati berkelahi akibat kesalah mengertian di antara keduanya ( sakloron, keKAROne ) untuk mematuhi pesan Sang Gurunya, Ajisaka. Kisah ini lebih berkembang di Desa Ngadas, Kabupaten Malang. Untuk menghindari terjadinya salah paham di antara masyarakat Suku Tengger serta tak banyak mengalami musibah ( paceklik dan pagebluk ) maka diadakan Upacara Karo.
Meriahnya Upacara Karo.
Seminggu pertama, seluruh masyarakat Suku Tengger mempersiapkan diri dengan melakukan banyak ibadat dan doa. Pada awal minggu ke dua atau hari ke delapan, mereka memanggil dan mengajak seluruh arwah nenek moyang mereka untuk hadir di rumah. Diawali dengan mengadakan kenduri atau tumpeng gedhe yang diadakan di depan rumah Kepala Desa, masyarakat Suku Tengger ( terutama ibu-ibu dan kaum wanita ) mengumpulkan kue, makanan, dan buah-buahan ( pisang ). Dari rumah Kepala Desa, selanjutnya Pak Dukun atau Kepala Adat berkunjung ke setiap keluarga yang mengundang untuk 'memberkati' rumah mereka.  Siang harinya,diwakili beberapa tokoh masyarakat dan adat serta diiringi dengan dua orang penari Tayub, para ( arwah ) nenek moyang yang ( dipercaya ) ada di sumber mata air desa, pundhen,makam leluhur, dan petren diundang untuk hadir di tengah-tengah keluarga. Di setiap rumah ( kepala keluarga ) para ( arwah ) nenek moyang ini diberi atau disediakan pakaian yang serba baru dan dijamu selama seminggu penuh dengan makanan yang serba nikmat. Maka di meja tamu akan tersaji berbagai makanan ringan sampai makanan pokok dengan lauk pauk yang lengkap, bunga ( sesaji ), dan pakaian baru. Pada malam harinya, setelah mereka diundang akan diajak bergembira bersama dengan hiburan Tari Tayub. Tua muda, pria wanita akan menari tayub bergantian hingga dini hari. Setiap tampilan lamanya kurang lebih 4 – 7 menit dan hanya diperkenankan empat orang. Sebelum tampil, warga yang akan ‘joget rangin’ diwajibkan memberi uang atau sawerandengan jumlah yang telah ditentukan atau disepakati dalam rapat panitia (desa).
Sering terbersit, bahwa penari atau menari tayub selalu dikonotasikan dengan mabuk dan memberi saweran dengan menaruh uang di kutang atau payudara sindhennya. Jika kita mengikutinya dengan seksama, bahwa Tari Tayub merupakan kirata basa ( singkatan ) dari ‘narine diTAta supaya guYUB’ Maka jangan coba-coba mabuk, menyisipkan saweran di payudara penari, dan memegang penari wanita atau sekedar menyenggolnya jika tak ingin dicemooh atau bahkan diusir dari perjamuan!!!
Setelah pesta dengan acara Tayuban, selama enam hari kemudian suasana kembali seperti biasa. Namun para ( arwah ) nenek moyang masih berada di tengah-tengah keluarga hingga pada hari ke 22 bulan Karo. Pada hari ke 23 bulan Karo, para ( arwah ) nenek moyang diajak atau diminta kembali ke alam swargaloka. Acara ini disebut Nyadran atau Sadranan. Sandranan inilah puncak pesta Upacara Karo bagi masyarakat Suku Tengger. Setiap keluarga akan menyajikan jamuan yang lengkap. Makanan utama yang selalu disediakan adalah daging babi atau kerbau yang telah disembelih pada hari pertama mengundang arwah nenek moyang. Setiap orang wajib makan di rumah yang dikunjungi atau masuk dan makan di rumah seseorang yang mengundangnya. Menolak akan ..... memutus persaudaraan.
Acara Sadranan diawali dengan kunjungan Kepala Desa ( Lurah ), Camat, dan undangan ke rumah Kepala Adat atau Dukun. Di sini akan dijamu dan wajib makan. Dari rumah Kepala Adat, kembali ke rumah Pak Lurah dan makan bersama lagi. Selesai makan, seluruh aparat yakniPak Lurah dan perangkatnya, Pak Camat, dan para undangan berangkat menuju ke pemakaman umum diiringi penampilan kesenian Jaran Kencak, Bantengan, dan Jaran Kepang. Di pemakaman umum, warga telah menanti di tengah teriknya sengatan matahari dengan mengenakan pakaian serba baru serta membentangkan tikar dan membuka aneka makanan yang lezat.Setelah doa yang dipimpin oleh Kepala Adat, maka semua yang hadir makan bersama dengan para ( arwah ) nenek moyangdengan bekal yang dibawa dari rumah.
Selesai makan bersama di pemakaman umum, warga kembali ke rumah masing-masing diikuti aparat desa serta undangan kembali ke rumah Pak Lurah dan diringi penampilan kesenian Jaran Kencak, Bantengan, dan Jaran Kepang tadi. Di depan rumah Kepala Desa penampilan Bantengan, Jaran Kencak, dan Jaran Kepangkembali unjuk kebolehan secara bergantian. Sebagai acara penutup, dan yang paling ditunggu-tunggu adalah permainan Ujung, yakni permainan ketangkasan khas pemuda Tengger.
Acara Upacara Karo di desa-desa wilayah Pasuruan dan Probolinggo telah berakhir pada pekan lalu. Sedangkan di wilayah Malang baru berakhir minggu ini. Di Desa Ngadas, Upacara Nyadran dilaksanakan besar-besaran dan meriah kemarin Selasa, 9 Oktober 2012. Sedangkan di wilayah Desa Ranu Pani, penutupan Upacara Karo atau Sadranan akan dilaksanakan pada Jumat ( Paing ), 12 Oktober 2012.
o o o o o
o o o o o
Nguri - uri lan nglestarekake budaya Jawa
Sekitar enam bulan lagi ada Upacara Unan-unanyang dirayakan setiap sewindu sekali. Tunggu postingannya....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H