Seperti biasa, kalau ada waktu kosong senantiasa kami sekeluarga mengisi dengan kegiatan yang penuh tantangan. Tujuan untuk mengenal alam, latihan fisik, dan latihan mental.
Kali ini menyusuri pinggiran sungai untuk hunting foto nyambik dan garangan di pinggiran sebelah baratatau tepatnya perbatasan sebelah baratkota dan kabupaten. Tak jauh dari pusat keramaian Kota Malang hanya sekitar 5 km, bahkan kalau ditempuh dengan jalan kaki hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit saja. Dengan mengendarai dua sepeda motor selama 10 menit kami sudah sampai di sana. Sepeda motor kami titipkan di sebuah seminari, lalu kami menyusuri Sungai Metro. Sebuah sungai, yang menurut Kitab Pararaton tempat ini pernah dipakai Ken Angrok berasyik mayuk dengan Ken Dedes. Kata Metro sendiri berasal dari Bahasa Jawa kuno Amerta yang berarti air suci.
Karena letaknya di pinggiran atau perbatasan kota, keadaannya masih relatif bersih. Di tiap sisi Sungai Metro yang ada hanya kebun penduduk, hutan kecil atau hutan jati, dan perumahan elite yang harganya di 3 M. Jelas bukan ukuranku....
Sekitar 1 jam kami menelusuri tebing-tebing dan pinggiran sungai, lalu sampai pada sebuah komplek perumahan sederhana. Jumlahnya pun tak banyak, hanya sekitar 30 saja. Maka jelas tampak sepi sekali. Hanya ada tiga orang pria yang sedang menjaga keamanan di sana merangkap petugas kebersihan.
Saat mengamati satu persatu rumah sederhana tersebut, kulihat satu rumah baru yang masih kosong namun tak terkunci. Dibiarkan saja terbuka tanpa pintu. Salah satu penjaga mengatakan, keluarga pemilik rumah enggan menempatinya karena berada di tepi sungai dan hutan jati. Terlalu sepi dan sederhana.
“ Kalau ada yang mau menempati gratis kok Mas......,” kata salah satu bapak yang menjaga.
Waaaooooooow....... ada yang mau ? Gratis......!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H