Naik kereta api tut…tut…tut….
Siapa hendak turut ke Bandung – Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma
Ayo kawanku lekas naik, kretaku tak berhenti lama
0 0 0 0
Sebuah lagu kenangan saat masih TK dan sering bepergian dari Malang ke Kebumen, atau ke Surabaya serta berkeliling dengan naik trem.
Antara tahun 90 – 93 saya pun masih pulang balik Malang - Surabaya setiap hari dengan kereta api. Tinggal di Malang dan mengajar di Surabaya.
Sekalipun kami harus membayar penuh, kecuali saat mengajar di Surabaya dengan menggunakan kartu berlangganan atau abonemen, naik kereta api bukanlah sesuatu yang nyaman dan aman. Naik kereta api, sekalipun harus membayar penuh sering tidak kebagian tempat duduk. Apalagi kereta api kelas ekonomi harus berjubel dengan pengamen, pengemis, penjual makanan, dan pencopet serta pencoleng.
Naik kereta api kelas eksekutif sedikit aman dari gangguan pencopet dan pencoleng walau tak sepenuhnya terbebas gangguan para penjaja makanan yang ada di dalam stasiun. Misalnya, saat sedang bermimpi indah dalam lelapnya tidur, jendela kereta api digedor-gedor oleh penjual makanan yang menawarkan dagangannya. Itu dulu.....
0 0 0 0
Memang perubahan ini masih perlu ditingkatkan lagi, misalnya tempat duduk di ruang tunggu yang tidak sesuai dengan jumlah penumpang. Sehingga para calon penumpang harus rela berdiri di depan stasiun untuk menunggu dibukanya peron. Anehnya, sekalipun calon penumpang sudah banyak hanya diperbolehkan masuk 3 – 5 menit menjelang kereta berangkat. Sehingga kami sedikit keponthal-ponthal. Demikian juga ketepatan waktu pemberangkatan dan kedatangan masih di bawah harapan.
Selain itu, hal yang terpenting adalah terpenuhinya rasa aman saat melintasi persimpangan jalan dan rel kereta api yang masih tanpa palang pintu dan penjagaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H