[caption id="attachment_320912" align="aligncenter" width="450" caption="Foto dan lukisan: koleksi pribadi."][/caption]
Wayang beber adalah seni pertunjukan tradisional yang berupa lukisan tentang kisah-kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji, kekasihnya. Disebut wayang beber karena lukisan tersebut disimpan dengan cara digulung dan pada saat ditampilkan akan dibuka ( Jawa: dibeber ) secara perlahan-lahan mengikuti alur cerita yang terdapat pada lembaran lukisan tersebut. Biasanya setiap gulungan menceritakan tiga atau empat peristiwa. Menggulungnya dari kanan ke kiri, sedang saat ditampilkan akan dibeber dan kiri ke kanan.
Seni wayang beber boleh dikatakan unik karena hanya dikenal di beberapa kota saja, yakni Pacitan, Wonosari – Jogja, Solo, dan Pajang – Demak. Karena keunikannya juga, banyak pecinta seni dan galeri serta beberapa museum yang mencari dan membeli lukisan-lukisan repro wayang beber dari pelukis-pelukis handal di Solo dan Jogja.
Wayang beber dari Pajang – Demak.
Lukisan wayang beber ini hanya ada empat gulungan saja dan merupakan lukisan tertua serta cukup sederhana. Sekalipun pelukisan tokohnya cukup detail namun banyak ruang kosong. Amat disayangkan bahwa lukisan ini ‘sampai saat ini’ belum diketahui mengisahkan tentang apa.
[caption id="attachment_320913" align="aligncenter" width="450" caption="Foto Katalog Galeri Wayang Beber - Dono Atmosupomo"]
Wayang beber dari Gelaran, Wonosari – Jogjakarta.
Wayang beber ini ada 16 gulungan dengan penggambaran tokohnya lebih jelas serta dilukis dengan warna yang lebih modern. Tokohnya, Panji Asmarabangun lebih dikenal sebagai Kyai Remeng Mangunjaya yang meninggalkan kraton untuk bertapa namun pada saat akan kembali ke istana menemui Dewi Sekartaji harus bertarung melawan Kelana Sewandana.
[caption id="attachment_320915" align="aligncenter" width="339" caption="Foto Katalog Galeri Wayang Beber - Dono Atmosupomo"]
Wayang beber dari Donorejo, Pacitan – Jawa Timur.
Lukisan dengan judul Kembang Kuning ( Panji Asmarabangun ) ada 24 gulung. Jadi merupakan lukisan atau gulungan yang paling lengkap dan terperinci dalam mengisahkannya.
Lukisan atau gulungan nomer 24 cukup disakralkan dan sudah tidak ditampilkan oleh pemilik sekaligus dalangnya dengan alasan bahwa kisah ini sungguh amat mengharukan. Namun beberapa pengamat berpendapat bahwa lukisan ini sudah amat tua usianya. Sehingga cukup berbahaya jika sering dibuka yang dapat mengakibatkan kerusakan.
[caption id="attachment_320916" align="aligncenter" width="450" caption="Foto Katalog Galeri Wayang Beber - Dono Atmosupomo"]
Wayang beber dari Kraton Kartosura.
Sekalipun berasal dari Kraton Kartosura, lukisan ini sebenarnya ditemukan di Desa Giring Gelaran. Jumlahnya ada delapan gulungan. Lukisannya pun lebih halus dan artistik, serta menggambarkan kemewahan dalam kraton dengan lukisan singgasana Sang Raja. Bahkan lukisan ini cukup suralis seperti pada lukisan nomer 3 yang menggambarkan Panji Asmarabangun mengintip Dewi Sekartaji sedang mandi.
[caption id="attachment_320917" align="aligncenter" width="450" caption="Foto Katalog Galeri Wayang Beber - Dono Atmosupomo"]
Pertunjukan wayang beber secara tradisional, pada masa kini sudah jarang ditampilkan. Namun bukan berarti sudah dilupakan begitu saja oleh generasi muda. Setidaknya ada komunitas kaum muda yang menampilkan dengan gaya kekinian di kota-kota besar menunjukkan bahwa masih ada yang ingin agar seni wayang beber tetap dikenal masyarakat.
Beberapa pelukis pun tertarik dan berusaha melukis kembali ( repro ) dengan media yang lebih modern tanpa meninggalkan suasana gambar aslinya. Bahkan beberapa lukisan repro ada yang menghiasi galeri-galeri dan museum di manca negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H