[caption id="attachment_323403" align="aligncenter" width="400" caption="Mobil telah disiapkan."]
[caption id="attachment_323404" align="aligncenter" width="400" caption="Kereta Kencana juga disiapkan."]
Setelah Ken Angrok berhasil membunuh Akuwu Tumapel yang bernama Tunggul Ametung, ia segera menobatkan diri sebagai penguasa tunggal wilayah Singosari. Entah aji-aji dan mantra apa yang bisa membuat para penguasa wilayah Dinoyo, Bululawang, Turyanpada ( sekarang Turen ), Tumpang, Malangsuko, Panawijen, Kabalon dan Tuk Sari ( sekarang Sumbersari ) tak bisa berbuat apa-apa terhadap kebrutalannya.
Mungkin mereka takut akan kutukan Empu Gandring si pembuat keris pesanan Ken Angro yang justru dibunuh oleh Ken Angrok sendiri. Mungkin juga para penguasa daerah itu kesaktiannya hanya bualan belaka. Sehingga Ken Angrok seorang preman yang dulunya anak asuh penjudi kelas kakap macam Bango Samparan membuat para penguasa menjadi keder. Bukankah pemimpin negeri ini selalu keder menghadapi para preman?
[caption id="attachment_323423" align="aligncenter" width="400" caption="Ken Angrok dan Ken Dedes palsu sebagai pembuai."]
[caption id="attachment_323424" align="aligncenter" width="400" caption="Duo Ken Angrok sebagai penangkal sedang kecapaian."]
[caption id="attachment_323405" align="aligncenter" width="400" caption="Aparat keamanan yang siap siaga."]
[caption id="attachment_323406" align="aligncenter" width="400" caption="Wadyabala dari negara manca juga menjaga."]
Tanpa menunggu lama Ken Angrok pun segera dinobatkan menjadi raja di Singosari dan didampingi oleh Ken Dedes sebagai permaisuri, sekalipun saat itu Ken Dedes pelacur kelas tinggi itu sedang mengandung dari suaminya pertama: Tunggul Ametung.
Para penguasa wilayah yang takut akan kekejaman Ken Angrok pun mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Mereka lebih takut kepada Ken Angrok daripada Kedhiri yang sering meminta upeti tanpa pernah memberi jaminan keamanan.
Ken Angrok yang masih dihantui kutukan Empu Gandring, dan pembalasan para pengikut Kebo Ijo atau wadyabala Tumapel yang setia pada Tunggul Ametung tak mau gegabah. Ia pun meminta punggawa telik sandhi yudha disebar dengan menyamar sebagai Ken Angrok dan Ken Dedes palsu. Sehingga jika ada rencana pembunuhan terhadapnya bisa digagalkan sedini mungkin.
[caption id="attachment_323408" align="aligncenter" width="400" caption="Mobil pendukung aparat keamanan."]
[caption id="attachment_323409" align="aligncenter" width="400" caption="Pasukan Satpol PP yang siap sedia."]
[caption id="attachment_323425" align="aligncenter" width="400" caption="Penjaga mimbar."]
[caption id="attachment_323426" align="aligncenter" width="400" caption="Penjaga dan pengatur lalulintas kok nongkrong di tengah jalan!"]
Segenap wadyabala mulai dari pengawal pribadi, pasukan tramtib, Satpol PP, dan Sabhara disebar mulai dari pelosok hingga balaikota. Pengawalan begitu ketat, namun bukan berarti masyarakat tidak bisa melihat perarakan penobatan Ken Angrok menjadi raja. Mereka dan para pecinta wajah-wajah bening seperti terbuai akan berita tentang kecantikan dan kemulusan betis Ken Dedes yang telah membuat banyak penguasa tergila-gila.
Kegilaan Ken Angrok ternyata membuat bingung para pamong praja sebab mereka tak tahu apakah Ken Angrok akan diarak dengan kereta kencana dengan wadyabala atau mobil dinas dengan kawalan Satpol PP. Demikian juga para ketua erte dan erwe ikut bingung. Mereka akan mengikuti perarakan ini dengan jalan kaki, naik kuda, atau naik becak.
[caption id="attachment_323420" align="aligncenter" width="400" caption="Kereta kuda untuk para lurah."]
[caption id="attachment_323421" align="aligncenter" width="400" caption="...atau naik becak."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H