Ciptakan perpustakaan keluarga di rumah anda, itulah bunyi sebuah stiker yang saya dapat dari Toko Buku Gramedia sekitar lima belas tahun yang lalu. Stiker ini diberikan oleh salah satu kasir di toko tersebut setelah kami membeli buku dalam jumlah yang cukup banyak dan lagi pegawai tersebut mengetahui bahwa kami sering membeli buku di sana.
Stiker itu lalu saya tempel di pintu depan rumah agar kami selalu ingat untuk membeli buku setelah jalan-jalan ke kota. Sebenarnya tanpa stiker itu pun, sudah menjadi kesepakatan kami atau tepatnya permintaan saya pada anak-anak, lebih baik membeli buku daripada asesoris pakaian atau makanan. Saya sendiri agak egois jika diajak jalan-jalan keluarga untuk membeli pakaian di mall. Lebih baik berdiri di selasar toko sambil melihat orang berlalulalangbagaikan serangga mengitari lampu. Demikian juga kalau diajak makan di depot atau rumah makan siap saji, saya akan menemani duduk tanpa ikut makan selain membaca buku. Sungguh saya gak doyan makanan di depot, café, rumah makan, atau restoran kecuali terpaksa, misalnya saat bepergian jauh.
Gayung bersambut, ternyata ketiga putri kami ternyata kutu buku sejak kecil. Maka buku bacaan yang bersifat hiburan seperti doraemon, kapten tsubaca dan sejenisnya maupun majalah anak-anak hingga remaja yang memuat nilai-nilai pendidikan disediakan. Seiring semakin dewasa buku-buku tersebut kini tak dibaca lagi dan dikirim ke sebuah taman bacaan di Jogja, dan berganti dengan buku-buku satra, sejarah, dan fisafat.
Salah satu yang membanggakan adalah, koleksi buku putri-putri kami masing-masing jumlahnya mulai menyalip koleksi buku saya yang jumlahnya sekitar dua ratus buah. Sehingga jumlahnya sekitar enam ratus buah. Dan, tentu saja buku-buku ini bukan sekedar menjadi koleksi tetapi menjadi bacaan setiap hari untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta referensi untuk menulis sebuah artikel. Saya sendiri mendapat permintaan dari sebuah komunitas untuk menulis sebuah artikel tentang sosial budaya di sebuah bulletin komunitas setiap dua minggu sekali. Kadang juga menulis di sebuah majalah komunitas di tingkat nasional.
Kebanggaan lainnya adalah, dengan rajin membaca buku, sulung kami sering berhasil memenangi lomba mengarang tentang masalah sosial budaya. Dan yang cukup bagus adalah menyabet juara pada lomba penulisan tentang hak asasi manusia yang diadakan Fak. Filsafat UI pada 2008 silam.
Buku bagi kami bagaikan nafas kehidupan yang tak boleh berhenti dibaca, direnungkan, dan dicerna. Maka menyisihkan uang untuk menambah koleksi buku bermutu harus lebih banyak daripada untuk membeli penganan apalagi pulsa dan rokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H