Minggu, 28 Desember 2014 jam 5 sore kami meninggalkan Pantai dan Telaga Watu Godek dan kembali ke Pasirian dengan menyusuri pesisir. Jam 6 sore sudah berada kembali di rumah kakak di Pasirian, artinya perjalanan dan istirahat menghabiskan waktu sekitar 12 jam. Waktu yang cukup panjang karena lebih banyak istirahat saat di Gladak Perak (baca tulisan Mas Teguh H) dan panen salak pondoh serta bermain di Pantai & Telaga Watu Godek.
Senin , 29 Desember 2015 setelah melihat proses penyadapan bunga kelapa dan pembuatan gula merah, jam 12 siang kami kembali ke Malang lewat jalur jalan raya menyusuri lereng Semeru. Seperti biasa lewat Gladak Perak yang berjarak hanya 5 km dari rumah kakak kami. Di Gladak Perak kami kembali bernasis ria bersama beberapa penggemar Vespa yang sedang dalam perjalanan berpetualang selama libur akhir tahun.
Dari Jembatan Gladak Perak (baca tulisan Mas Teguh H) yang membentang di atas Kali Besuk Kobo’an menuju Malang berusaha kami tempuh selama 3 jam saja. Namun terhalang oleh iringan truk pengangkut pasir dan batu yang berjalan tak lebih dari 30 km perjam. Menyalip dengan kondisi jalan menanjak dan penuh tikungan yang jaraknya tak lebih dari 50m setiap tikungan tentu amat berbahaya. Bahkan perasaan kuatir jika truk yang di depan tidak kuat, mogok, lalu keplorot atau salah satu batunya terjatuh dari bak saat menanjak kadang terlintas di benak kami.
Menghilangkan kejenuhan kami istirahat di Jembatan Kali Manjing. Dua jembatan lama dan baru yang berdampingan dan sama-sama konstruksi besi, namun yang baru tentunya lebih kokoh. Jembatan lama lebarnya sama seperti jembatan Gladak Perak yakni sekitar 5m termasuk pagar, namun lebih pendek, sedangkan kedalamannya sama.
Sebelum 2000an setiap kendaraan jika akan melintasi jembatan ini harus bergantian dengan kendaraan yang datang dari arah berlawanan, sebab tak mungkin berpapasan. Kendaraan yang menunggu harus berhenti di tepi jurang yang menganga siap menelan mereka yang salah perhitungan. Pada saat melewati jembatan ( lama ) ini kendaraan harus berjalan sekitar 20km perjam, itu pun masih terasa goyangannya. Jadi jembatan Gladak Perak, Kali Manjing, dan Kali Bening ada yang menyebutnya jembatan goyang.
Jembatan yang baru lebih lebar justru para pengendara sering agak ugal-ugalan melewati marka jalan atau menyalib tidak pada tempatnya. Karena pemandangannya tak begitu spektakuler seperti Gladak Perak, jembatan Kali Manjing hanya sekedar tempat istirahat untuk menikmati makanan atau membeli salak Pondoh dan pisang Candi atau pisang Selendang yang merupakan hasil kebun penduduk setempat.
Bila ingin sedikit melatih nyali, bisa saja berjalan melintasi atau menyeberangi jembatan yang tampak masih kokoh. Beberapa lubang di atas landasan dan ditumbuhi rerumputan menandakan bahwa landasannya mulai lapuk. Salah injak atau terpeleset akan terperosok ke dalam jurang sedalam 60m lebih.
Berani mencoba?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H