Awalnya, Mas Harno adalah seorang Satpam di komplek perumahan kecil di dekat rumahnya. Sepuluhtahun yang lalu komplek ini masih merupakan kebun dan ladang penduduk yang kemudian dijadikan sebuah perumahan oleh pengembang. Banyak orang menganggap sebagian warga perkampungan disitu merupakan daerah hitam yang dihuni oleh pencuri-pencuri kecil yang sering mengganggu ketentraman.
Mas Harno sendiri mengakui memang ada beberapa warga suka mabuk-mabukan, tetapi apakah mereka senang mencuri ia tak paham sepenuhnya. Memang dulu ada yang tertangkap tangan mencuri ayam dan buah nangka, tetapi karena dianggap sepele dan hanya mengambil milik tetangga dan tidak dipermasalahkan selain hanya kadang menjadi bahan pergunjingan dan sindiran.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban para penghuni komplek perumahan yang kebanyakan adalah kaum pekerja meminta warga lama di situ untuk menjadi petugas satpam dan kebersihan. Termasuk Mas Harno yang bertugas secara shift bersama enam tetangganya. Dan dua orang warga dijadikan petugas kebersihan lingkungan termasuk mengangkut sampah rumah tangga.
Suatu malam, saat hawa begitu dingin ia diajak minum-minuman oleh Nardi dan Sukur dua orang satpam temannya yang seharusnya bertugas sore hari. Sebagai teman ia tidak bisa menolak namun hanya minum sedikit. Dasar sial, botol minuman yang sudah habis tidak dibuang dan saat itu pula ada sidak mendadak dari Babinsa. Apesnya, keesokan hari salah satu penghuni perumahan tersebut kehilangan tanaman bonsai. Tak pelak Mas Harno dan temannya yang saat itu bertugas dianggap lalai. Ia pun ditendang sebagai satpam. Mas Harno memang mengakui kelalaiannya dan secara jujur mengaku tidak mencuri bonsai namun rayuan untuk tidak dipecat sebagai satpam tak digubris.
Ia pun sebenarnya merasa diperdaya oleh Nardi dan Sukur yang mengajaknya minum-minuman keras, dan menganggap bahwa merekalah yang mencuri bonsai. Sebab kedua temannya ini pernah mengatakan sungguh terpesona akan keindahan bonsai Pak Hansen. Hanya saja ia tidak mempunyai bukti kuat, sekalipun salah satu teman sekampung pernah melihat Nardi menjual bonsai tersebut pada seseorang di komplek lain. Hanya karena belas kasihan bahwa temannya yang memperdayanya mempunyai 3 anak kecil serta rasa pekewuh terhadap sejawat, Mas Harno tak mau memperpanjang masalah tersebut. Gusti Pangeran, Allah Swt mboten sare. Allah YMK tidak tidur, kata Mas Harno kepada penulis.
Ini adalah kejadian ketiga yang ia alami. Sebelumnya ia bekerja sebagai pembersih dan pencuci bis malam setelah dipakai. Ia diberhentikan karena dituduh mengambil selendang penumpang yang ketinggalan. Padahal selama ia membersihkan sama sekali tak melihat apalagi menemukan selendang tersebut. Ketika menjadi sopir pengantar kue basah ke toko dan pasar juga dikeluarkan gegara mengambil tiga buah kueyang dikembalikan karena tak laku. Ia mengaku mengambil kue tersebut karena lapar. Toh hukuman tetap ia rasakan. Diberhentikan!
Mas Harno kini menjadi pasukan kuning atau petugas pengambil sampah rumah tangga dan pemulung di dua kampung dengan honor 400ribu sebulan. Sebagai pemulung kadang ia bisa memperoleh 20 atau 30ribu sehari, itu jika beruntung. Bahkan kadang hanya mendapat 10 ribu. Suatu pendapatan yang amat minim.
Berani jujur itu hebat! Namun, bagi sebagian orang kejujuran kadang membawa sengsara……
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H