Mohon tunggu...
Arel Fariq
Arel Fariq Mohon Tunggu... Lainnya - Kompasiano

Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Lemahabang, antara Cikarang dan Cibarusah

5 Januari 2025   20:27 Diperbarui: 5 Januari 2025   20:29 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Dinas dan Kantor Pemerintahan di Cikarang Cibarusah (Sumber: Buku Peringatan 50 tahun Michiels Arnold NV.)

Dalam struktur wilayah administrasi yang bari di wilayah Residentie Batavia ini land Tjibaroesa dimasukkan ke dalam Afdeeling Buitenzorg. Saat ini salah onderfadeeling di Afdeeling Buitenzorg adalah onderafdeeling Tjibinong dimana terdapat land Tjibaroesa.

Sementara itu dalam struktur wilayah yang baru ini land Tjikarang disatukan ke dalam land Kcdoeng Ged dan kampong/kota Tjikarang berada di land Kedoeng Gede (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 31-12-1853). Meski demikian, Tjikarang sudah termasuk pusat perdagangan yang penting dan mengeskpor komoditi terutama beras ke Batavia (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1854).

Kota-kota penting di daerah aliran sungai Tjitaroem adalah Tjabangboengin, Tandjoeng Poera, Tjicao, Kramat, Tjikarang. Kota-kota ini menjadi pelabuhan sungai yang menjadi pusat perdagangan wilayah sekitar. Pusat perdagangan yang terpenting di daerah aliran sungai Bekasi adalah kota Bekasi dan Babelan.

Land Tjikarang lambat laun menjadi berkembang pesat. Penduduk land Tjibaroesa dalam perdagangan tidak lagi mengandalkan sungai Tjipamingkis dan sungai Tjibeet yang jauh ke Kedoeng Gede dan Tandjoeng Poera di sungai Tjitaroem, tetapi telah mengembangkan jalan darat dari Tjibaroesa ke Tjikarang melalui Lemah Abang. Jalur darat telah memperpendek jalur sungai dari Tjibaroesa ke Tjikarang yang membuat jarak tempuh lebih singkat paling tridak hingga ke Tjikarang. Sementara itu, jalur perdagangan dari Tjibaroesa ke Bekasi via Tjilengsi juga dianggap terlalu jauh sehubungan dengan berkembangnya jalur darat ke Lemah Abang/Tjikarang. Pilihan perdagangan dari land Tjibaroesa ke land Tjikarang membuat dua land ini dalam hal perdagangan menjadi terintegrasi.

Land Tjibaroesa sebagai bagian wilayah Afdeeling Buitenzorg, juga memiliki jalur perdagangan ke Pasar Tjibinong (land Tibinong). Namun jarak dari Tjibaroesa ke Tjikarang masih jauh lebih dekat jika dibandingkan ke Tjibinong. Dalam arsitektur wilayah, Asisten Residen Buitenzorg di Buitenzorg mengharapkan produk dari land Tjibaroesa mengalir ke district Tjibinong, tetapi kenyataannya justru mengalir ke pantai utara melalui Tjikarang. Ini menjadi dilematis bagi pemerintah di Buitenzorg.

Posisi land Tjikarang cukup strategis. Ke arah barat sudah terbentuk jalan darat ke Lemah Abang dan Tamboen, ke arah timur sudah terhubung dengan jalan darat dan bangunan jembatan di atas sungai Tjibeet ke Kedoeng Gede. Meningkatnya jalur darat ke selatan ke Tijbaroesa via Tjibitoeng juga telah membuat Tjikarang menjadi pusat perdagangan yang intens. Atas dasar ini pemilik land Tjikarang mengajukan pendirian pasar ke pemerintah. Pada tahun 1855 pemilik land Tjikarang diizinkan pemerintah untuk mendirikan pasar di Tjikarang (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-09-1855).

Keutamaan lain dari land Tjikarang adalah sebagai penghasil gula dimana di land Tjikarang terdapat pabrik gula yang besar (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-01-1858). Namun pada tahun 1860 menjadi malapetaka bagi land Tjikarang karena jembatan di atas sungai Tjibeet diterjang banjir dan tidak bisa digunakan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-03-1860). Sebab land Tjikarang dan land Kedoeng Gede merupakan dua land produktif yang berada di bawah satu kepemilikan.

Apakah karena putusnya moda transportasi darat dari land Tjikarang ke land Kedoeng Gede membuat tak berdaya pemilik land tidak diketahui secara jelas. Sejak adanya jembatan ini arus pedagangan dari land (pasar) Tjikarang telah dilakukan melalui darat hingga ke Kedoeng Gede untuk selanjutnya melalui sungai Tjitaroem ke Batavia. Jembatan ini telah mendukung perkembangan di land Tjikarang. Pada tahun 1861 pemilik 1861 land Tjikrang dan land Kedoeng Gede menjual kedua lahan tersebut (lihat Bataviaasch handelsblad, 07-09-1861). Boleh jadi pemilik kedua land menjualnya karena besar kemungkinan penyewa land telah merugi (dan mungkin bangkrut).

Namun penjualan land Tjikrang dan land Kedoeng Gede ternyata tidak mudah. Boleh jadi kareana harganya mahal atau boleh jadi karena sebab tiadanya jembatan lagi yang menghubungkan land Tjikarang dengan pelabuhan di sungai Tjitaroem. Gauw Itjaij dan Nio Tek Soei pemilik land Tjikarang dan land Kedoeng Gedeh menjual kembali pada tahun 1864 melalui iklan di surat kabar (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1864).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun