Mohon tunggu...
Arel Fariq
Arel Fariq Mohon Tunggu... Lainnya - Kompasiano

Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Lemahabang, antara Cikarang dan Cibarusah

5 Januari 2025   20:27 Diperbarui: 5 Januari 2025   20:29 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Land Tjikarang dan land Tjibaroesa masuk wilayah Residentie Krawang sejak era VOC. Pemerintah Hindia Belanda memisahkannya dan memasukkan ke Residentie Batavia tahun 1810. Pemisahan ini bukan hal biasa, dan bukan demi untuk efektivitas pemerintahan tetapi lebih pada upaya untuk menambah kantorg pemerintah dengan cara menjual lahan kepada swasta. Semua lahan yang dijual ini kebetulan berada di sisi barat sungai Tjitaroen. Namun menjadi persoalan bagi orang-orang Cina di Krawang, karena sungai Tjitaroem selama ini menjadi hambatan (barier) lalu pembatasnya juga dipertegas dalam pemerintahan. Untuk mengendalikan situasi dan kondisi dikirim suatu ekspedisi di bawah komando Mayor AV Michiels (Pahlawan Belanda dalam Perang Jawa 1825-1830).

Persoalan berikutnya adalah memasukkan land Tjikarang ke Afdeeling Bekasi dan land Tjibaroesa ke Afdeeling Buitenzorg. Lantas apa yang terjadi? Terjadi konektivitas yang kuat diantara orang-orang Tionghoa di sisi timur sungai Tjitaroem (Tandjoeng Poera) dengan di sisi barat sungai Tjitaroem (Tjikarang). Konektivitas yang kuat diantara orang-orang Tionghoa juga terjadi yang ada di Afdeeling Bekasi (Tjikarang) dan yang ada di Afdeeling Buitenzorg (Tjibaroesa). Lalu mengapa Cibarusa kemudian masuk Bekasi? Itu semua bermula dari masa lampau. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah 'sumber primer' seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Terbentuknya District Tjabangboengin: Tjikarang dan Tjibaroesa

VOC bangkrut, lalu kerajaan Belanda mengambiul alih. Akan tetapi Kerajaan Belanda juga tengah mengalami krisis karena dianeksasi oleh Prancis. Untuk mempertahankan wilayah koloni Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels tidak memiliki uang. Lalu untuk memperkuat (pulau) Jawa sebagai sumber pendapatan, maka untuk membangun kota-kota utama, membentuk militer yang kuat dan membangun jalan yang terintegrasi, Daendels membuat kebijakan yang tidak lazim (meniru VOC), yakni menjual lahan-lahan yang potensial untuk mendapatkan uang segar. Sebanyak enam bidang lahan dijual kepada swasta (lihat Bataviasche koloniale courant, 16-03-1810). Lahan-lahan yang dijual tersebut termasuk land Tjikarang dan land Tibaroesa.

Lahan-lahan tersebut adalah lahan-lahan yang berada di wilayah Residenti Krawang yang berada di sebelah barat sungai Tjitaroem. Enam bidang lahan itu berada di Oedjong Krawang (Moeara Gembong), Tjawang Boengin, Tjikaraug, Tjibaresa, Soemedangan dan Waroe. Besarnya nilai keseluruhan lahan yang dijual tersebut kemudian diketahui sebesar 791.000 rijksd. (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-12-1897). Selain itu, Daendles juga melakukan pinjaman swasta, terutama kepada para pemilik land dengan membuat surat hutang yang akan dicicil selama empat tahun. Saat itu, Daendels untuk menutupi anggaran untuk tiga pusat pemerintahan di (wilayah) Batavia, Semarang dan Soerabaja masih kekurangan dana sebesar 3.124.315 rijksd. Sebagai hasil dari perintah Daendels ini telah terkumpul dari pemilik land lebih dari satu juta rijksd. nilai surat berharga (cek uang paksa atau pinjaman paksa) yang dikeluarkan dan lebih dari 62.000 rijkdsd telah diserahkan kepada pemerintah pada bulan September 1810. Daendels kembali mengeluarkan dekrit (keputusan) pada 3 dan April 1811 yang menetapkan bahwa tidak ada bunga yang akan divalidasi atas dana yang direklamasi.

Tindakan Daendels ini sesuai keputusan tanggal 5 Januari 1810, meskipun sewenang-wenang tetapi sebenarnya diminta oleh keadaan. Karena itulah surat kabar berbahasa Belanda, satu-satunya yang terbit di Batavia membuat judul Conditien. Kondisi yang dihadapi oleh pemerintahan Daendels sejak Januari 1910 telah menyebabkan wilayah-wilayah bagian barat Residentie Krawang berubah status dari hak pemerintah (lebih bebas) menjadi hak swasta (lebih terikat). Enam lahan yang dipisahkan dari Residentie Krawang kemudian akan ditambahkan ke Residentie Batavia. Penduduk yang ada di dalam land-land tersebut akan memiliki tuan baru yakni para landheer dan pemerintah baru (di Batavia). Yang paling gerah terhadap perubahan status dan kepemilikan ini adalah orang-orang Tionghoa yang menjadi warga di lahan-lahan tersebut.

Gubernur Jenderal Daendels tidak hanya menjual lahan di Krawang, tetapi juga membeli lahan Buitenzorg (Bloeboer) dan pasar serta lahan di Semarang untuk membangun kota. Total pembelian lahan-lahan dan pasar ini sebesar 400.000 rijksd. Lahan Bloeboer ini termasuk villa yang kemudian diubah menjadi Istana Gubernur Jenderal (kini Istana Bogor) dan pasar yang dimaksud adalah pasar Bogor yang sekarang. Melihat dari selisih penjualan dan pembelian lahan, dalam hal ini dapat dikatakan penduduk di enam bidang lahan eks Residentie Krawang (yang kemudian menjadi Residentie Batavia) menanggung beban untuk membangun kota Buitenzorg (kini pusat kota Bogor).

Sebagai wilayah baru di Residentie Batavia, dari enam land baru ini pasar terdekat berada di Bekasi (yang telah berdiri sejak 1752). Keberadaan pasar di Tjabangboengin paling tidak sudah diketahui pada tahun 1823 (lihat Bataviasche courant, 26-04-1823). Adanya pasar, berarti adanya orang Eropa/Belanda. Sebab pendirian pasar yang dilakukan oleh pemilik land harus seizin pemerintah. Wilayah Batavia dari batas sungai Tjisadane di barat hingga batas sungai Tjitaroem di timur sejak era VOC sudah terbagi habis menjadi tanah-tanah partikelir (land).

Dalam ketentuan pengaturan pajak pada tahun 1829 tercatat keterangan bahwa pasar Bekasi buka pada hari zaturdag (lihat Javasche courant, 24-11-1829). Dalam perkembangannya pasar Tjabangboengin kalah populer jika dibandingkan dengan pasar-pasar baru seperti pasar Pamanoekan, pasar Soebang dan pasar Tandjoeng Poera atau pasar Krawang (lihat Almanak 1838).

Pada awal tahun 1850an dibentuk pemerintahan di wilayah Residentie Batavia. Wilayah Residentie Batavia dibagi ke dalam lima afdeeling: Stad en Vorstaden Batavia, Meester Cornelis, Tengarang, Buitenzorg dan Bekassie. Residen berkedudukan di Batavia dan dua Asisten Residen masing-masing di Meester Cornelis dan Buitenzorg. Untuk Afdeeling Tangerang dan afdeeling Bekasssie diangkat seorang Schout (setingkat Controleur). Dalam hal ini Asisten Residen Meester Cornelis juga membawahi Afdeeling/District Bekassie yang dipimpin oleh seorang Schout. Wilayah Schout Bekassie dalam hal terdiri dari dua onderdistrict yakni onderdistrict Bekasi (di sungai Bekasi) dan onderdistrict Tjabangboengin (di sungai Tjitaroem).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun