Saya kadang bingung lihat orang indonesia ini, ilmu yang dianut adalah aliran “ngeyelisasi” alias ilmu mendebat tanpa mau kalah. Ilmu ini ketika dipraktekkan antara beberapa orang akan terjadi debat kusir. Tau kan arti dari debat kusir? Secara bahasa emang gak bisa di terjemahkan, apa hubungan debat kok dengan pak kusir?. Padahala da sejarahnya ini tentang debat kusir.
Suatu hari Kiay Haji Agus Salim tengah naik delman dengan enjoynya. Tiba-tiba dalam perjalanan itu si kuda buang angin alias kentut. Dan baunya bikin orang terganggu, begitu juga KH Agus salim. Beliau berkata, wah ini kuda lagi masuk angin. Mendengar komentar itu, si kusir tidak mau kalah, karena dia yang paham akan kudanya, pikirnya. Kusir berkata, bukan kiay kuda saya ini bukan masuk angin, tapi keluar angin. Sang kiay juga ingin menjelaskan, masuk angin itu kudanya. Dan si kusir tetap aja ngeyel jika kudanya keluar angin. Debat itu tidak berhenti sampai mereka berdua sampai tujuan.
Dari situlah nama debat kusir tercipta, si kusir dengan kacamatanya mencoba melihat secara lahir saja, sedang si kiay melihat secara sebab akibat dan hakekatnya. Inilah yang sering kali terjadi ambigu alias multi interprestasi terhadap sebuah fenomena. Dan konyolnya para mania dan penggila seseorang akan rame-rame dan membabi buta untuk mendukung, membenarkan dan gila-gilaan terjadi “penyembahan” terhadap seorang tokohnya.
Kadang ilmu ini disebut ilmu “pokok” nya, artinya harus itu dan tidak mau jika tidak itu. Jika ada beberapa alternatif pilihan dia tidak mau melihat yang lain, jika yang lain mendekatinya dia tidak pernah memberikan kesempatan. Ini susah untuk disikapi, sama seperti ketika dipimpin dia menolak, disuruh memimpin tidka becus, diberi pengetahuan dia mengelak, diberi bimbingan melawan terus.
Banyak orang ngeyel karena ada beberapa faktor antara lain: pengetahuan terbatas, dia hanya melihat satu pokok nilai aja tidak mau belajar dan melhat nilai lain. Bisa juga dia terlalu egosentris dan salah logika.
Artinya orang ngeyel karena memang dia kurang ilmu dan bodoh, sehingga dia mempertahankan pendapatnya, walau banyak rang pintar yang tahu bahwa dia salah dan keliru, akan tetapi dia tetap saja “ngeyel”.
Tetapi ada kalanya orang ngeyel itu karena dia merasa ujub dan pandai dengan ilmunya dan mengeanggap semua orang yang berpendapat beda dengan dirinya salah. Ini yang rusak, jika orang bodoh bisa di perbaiki, tetapi jika orang pandai dia tau tentang kesalahannya maka bukannya dia sadar, melah dia mempertahankan pendapatnya karena harga dirinya tidak mau jatuh.
Semoga orang-orang “ngeyel” di ngeri kompasiana ini segera sadar, bahwa dirinya salah dan mau melihat kebenaran dari nilai lain yang benar. Sehingga si ilmu ngeyel ini tidak menjadi penyakit. Apalagi ketika menjelang 2014 ini, sungguh mereka yang tergila-gila pada sosok tokoh tertentu seakan menjadikan dia dewa dan berhala saja. Semoga bisa proporsional dalam penyikapannya. wallohualam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H