Mohon tunggu...
ardy nailiu
ardy nailiu Mohon Tunggu... -

Anak Timor yang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ini Bukan Berita Hoaks

17 Maret 2018   16:39 Diperbarui: 17 Maret 2018   16:44 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.marketingweek.com

Banjir informasi sudah sangat sulit dibendung. Setiap detik, kita akan diserang dengan berbagai informasi yang berseliweran di aplikasi-aplikasi yang kita pakai. Entah itu informasi yang baik dan berguna, sampai informasi yang tidak penting bahkan bohong. 

Kompas.com baru saja menerbitkan berita yang menggugah nalar. Direktur Informasi dan Komunikasi Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Purwanto, menyebut konten-konten media sosial di Indonesia ternyata didominasi informasi bohong atau hoaks. Bagaimana tidak, ada 60 persen, yaitu lebih dari setengah informasi yang ada adalah hoaks atau berita bohong. Astaga! Hal ini yang menyebabkan masyarakat mudah terpengaruh dengan berita-berita tersebut.

Dampak negatif dari hoaks antara lain dapat menyebarkan kebencian, membuat kekacauan, kegelisahan, rasa tidak aman dan bahkan rasa takut dari orang yang mengonsumsinya. Hal paling yang ditakutkan adalah dengan tersebarnya hoaks, kekacauan besar dapat terjadi dan meruntuhkan sebuah negara.

Selain dampak di atas, dari laman meetdokter.com, pengaruh kesehatan mental pun bisa dipengaruhi oleh berita hoaks. Dr. Graham Davey, ahli psikologis dari Inggris mengatakan bahwa berita negatif secara signifikan dapat mengubah suasana hati seseorang, terutama jika di dalam berita tersebut ada penekanan pada penderitaan dan dibumbui komponen emosional dari cerita. 

Lebih jauh Dr. Graham juga mengatakan bahwa cara kita menanggapi berita negatif juga dapat mempengaruhi suasana hati dan berpengaruh besar pada bagaimana kita menafsirkan dan berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.setelah membaca hoaks kita akan cenderung lebih reaktif, merasa terancam dan berprasangka negatif.

Hoaks memang disadari berpengaruh negatif dalam kehidupan. Karenanya penyelenggara negara akhirnya meluncurkan Undang-undang untuk mengatasi hal ini. Kominfo.go.id memberitakan bagaimana hukuman yang akan berlaku pagi penyebar Hoaks. Penebar hoax akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengungkapkan, penebar hoax di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP. Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

Undang-undang ini langsung menunjukan kekuatannya. Kasus yang baru saja heboh adalah tentang penangkapan Muslim Cyber Army (MCA). Tempo.co memberitakan Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus BIK menangkap empat anggota kelompok inti Family MCA yang tergabung dalam grup aplikasi Whatsapp bernama The Family MCA pada akhir Februari lalu. Mereka ditangkap lantaran diduga kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.

Kita harus jujur kalau UU yang hadir untuk mencegah penyebaran hoaks menerbitkan harapan baru untuk kita. Fakta bahwa hoaks mendominasi konten-konten media sosial memang memprihatinkan. 

Dari jutaan informasi yang beredar, lebih dari setengahnya adalah berita yang tidak benar. Namun tidak hanya tindakan preventif. Kita harus terima kalau banjir informasi selalu datang dan melanda kehidupan yang memang tenggelam dengan konten-konten media sosial. Apa yang terjadi jika hoaks itu sudah tumbuh dalam masyarakat? Sebenarnya apa yang menyebabkan sebuah berita bohong berhasil? Bagaimana sikap kita dalam berhadapan dengan berita atau informasi yang ada?                                           

Menurut Direktur Informasi dan Komunikasi BIN,  Wawan Purwanto dalam Kompas.com, hoaks bisa berhasil disebabkan karena kurangnya daya kritis masyarakat dalam menerima informasi. Begitu informasi dan konten beredar di media sosial, orang langsung dipercaya 100 persen. Ia menambahkan, masyarakat perlu meningkatkan kesadaran bahwa banyak hoaks yang berseliweran sehingga harus cek dan ricek kebenarannya. Artinya, penyebar hoaks punya pengaruh besar daripada fakta yang sebenarnya karena dia tahu emosi massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun