Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Semalam di Semau

3 Februari 2019   22:18 Diperbarui: 17 April 2019   17:54 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Tapaleuk di Pantai Liman

Memulai Langkah

Panas terik menyengat. Keringat mengalir pada pelipis. Membasahi baju. Waktu hampir tengah hari. Kami sementara mengantri di pelabuhan rakyat Tenau Kupang untuk menyebrang ke Pulau Semau. Pelabuhan rakyat ini terletak di samping pelabuhan Tenau yang melayani pelayaran kapal PELNI di NTT dan luar NTT. 

Pelabuhan rakyat Tenau ini tanpa ruang tunggu. Sebuah pohon jadi tempat bernaung. Kapal Kapal Motor menambatkan sauh-nya pada bangunan semen yang menjorok ke laut. Beberapa penjual menjajakan jualannya; makanan ringan, tissue, rokok, air mineral dan kopi instant.

Para awak kapal telah menaikan motor yang akan kami bawa. Beberapa penumpang saling bertukar cerita di atas kapal motor. Kami menanti sambil bercakap dengan para nahkoda kapal motor. Kapal motor akan berangkat kalau sudah penuh; sekitar 10-15 orang, demikian tutur nahkoda yang akan membawa kami ke Pulau Semau. Waktu tempuh ke Pulau Semau dengan kapal motor sekitar 30 menit dari pelabuhan Tenau ke Pelabuhan Onan Batu. Menurut Nahkoda biaya perjalanan ke Semau; 25.000 per orang, per motor tarifnya 50.000.

Hampir setiap hari penumpang akan ramai karena bahan kebutuhan pokok dengan harga murah hanya dapat dibeli di Kupang. Mayoritas pekerjaan penduduk Semau adalah petani palawija dan holtikultura sebagian juga adalah nelayan handal, lagi peternak telaten. 

Hasil pertanian, perikanan dan peternakan akan mereka pasarkan ke Kota Kupang. Terkadang, mereka terpaksa akan menyerahkan hasil jerih payahnya pada para pengepul yang sering membeli dengan harga murah.

Setelah 20 menit menunggu. Penumpang mulai berdatangan memenuhi kapal. Membawa belanjaan dari pasar pasar di Kota Kupang. Ada pula beberapa pelancong yang hendak menikmati indahnya pantai di Semau. Pulau Semau dapat terlihat dengan mata telanjang dari pelabuhan tempat memulai pelayaran. Kami mulai berlayar, diiringi hembusan angin darat yang sepoi menuju Pulau Semau, pulau yang terpisah dari Daratan Pulau Timor.

Pulau Semau adalah pulau di Kabupaten Kupang yang dibagi menjadi dua kecamatan pada tahun 2006. Kecamatan Semau Selatan dan Kecamatan Semau Utara. Kecamatan Semau Utara terdiri dari 8 desa yaitu: Desa Batuinan, Desa Bokonusan; Desa Hansisi Desa Huilelot Desa Letbaun Desa Otan Desa Uiasa Desa Uitao. Kecamatan Semau Selatan terdiri dari 6 desa yaitu Desa Onansila, Desa Uitiuhana (Oetefu Kecil), Desa Akle, Desa Uitiuhtuan (Oetefu Besar), Desa Naikean dan Desa Uiboa (wiki/Semau, Kupang)

Mengkrabi Pesona Pantai Liman

Pulau Semau merupakan salah satu bagian dari pulau di FLOBAMORATA yang menghidupi budaya lisan dalam melestarikan kebudayaannya. Asal usul kedatangan orang Semau pertama dan silsilah keluarga adalah contoh pewarisan nilai melalui tutur lisan. 

Sesuai tuturan lisan, awalnya Pulau Semau ditinggali oleh dua orang: orang pertama: Tausbele berasal dari Etnis Rote Timor, menguasasi wilayah Selatan Semau, dengan marga pendukungnya: Batu, Nenobesi. Orang Kedua: Putislulut, tinggal di dusun 5, marga yang mendukungnya: Holbala, Laiskodat, Siktimu, Mestuni, Daulika dan Laikuni. 

Marga terakhir Laikuni adalah pendatang dari Pulau Seram-Maluku Tenggara. Menyebar melalui proses kawin mengawin dengan penduduk asli. Orang Semau menggunakan Bahasa Helong. Frasa Helong datang dari Halung nama sebuah Pelabuhan di Ambon. (Paulus Adrianus K. L. Ratumakin, Pantoro Tri Kuswardono dkk: 2016)

Salah satu Pantai yang mempesona di Pulau Semau adalah Pantai Liman. Jarak ke Pantai Liman dari Pantai Onan Batu, sekitar 40 km. Dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat. Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan khas daerah topis kering: semak belukar meranggas dan pohon Lontar. Kondisi jalannya bercampur; sebagian kecil beraspal sebagian besarnya jalan bebatuan dan tanah.

Jangan kuatir! Tinggalkan segala dongeng tentang Pulau Semau yang angker. Anak anak usia sekolah akan menyapa dengan girang sambil melambaikan tangan. Orang dewasanya akan memberikanmu petunjuk arah asalkan sedia bertanya.

Memasuki Pantai Liman. Jalanan hampir separuh dipenuhi pasir. Berdebu. Licin. Butuh keseimbangan bila membawa kendaraan beroda dua. Beberapa rumah sudah bertembok dan beratapkan seng. Selebihnya kita akan disuguhi rumah nelayan yang seadanya. Beratapkan daun pohon gewang berdindingkan bebak dari dahan lontar. Meski demikian, senyuman dan sapaan riang penghuninya tetap sumringah.

Pantai Liman terletak di Desa Uitiutuan, Kecamatan Semau Selatan Kabupaten Kupang-NTT. Berlaksa pasir putih memanjakan mata. Deburan ombak keras seakan menantang nyali. Tak tampak sampah plastik di hamparan pantai-hanya potongan potongan ranting dan dahan kayu yang berjejeran sepanjang bibir pantai-kemudian kembali ditelan sapuan ombak. Ya! Ombak yang pecah di pantai selalu membawa pergi kepingan kotoran hingga kenangan haru biru.

Sesewaktu amuk badai samudra dapat membahayakan raga, namun sesekali lebih mampu teduhkan jiwa yang gundah atas hantu masa lalu. Cukup dengan masuk ke dalam teduhnya. Syaratnya, akrabilah alam!

Pantai Liman menjadi unik dengan adanya satu bukit di samping garis pantainya. Di atas bukit ini, kita bisa merasakan indahnya garis pantai Liman, dengan kombinasi pasir putih di antara jejeran pohon Lontar atau Silawan (Borassus Flabellifer), pohon Kasuari (Casuarinacae) dan Pohon Bakau. Pada kaki bukit terdapat sebuah pondok sederhana, tempat penduduk asli menjajakan jualannya bila hari libur dan ramai pengunjung. Tak jauh dari pondok, terletak sebuah WC berbayar, bagi pengunjung yang membutuhkan.

Pantai Liman akan ramai di hari hari libur. Kerasnya ombak tidak menyurutkan niat para pelancong untuk bertandang. Bila beruntung, datang pada saat laut tenang antara bulan Juni-Oktober pengunjung dapat menikmati air laut pantai Liman yang jernih lagi bersih.

Tim Tapaleuk di Pantai Liman
Tim Tapaleuk di Pantai Liman
Melewatkan malam di Pantai Liman adalah impian yang mesti jadi kenyataan. Jauh dari kebisingan hingga semrawutnya kota. Tanpa sinyal telepon selular. Sepi. Damai. Tenang. Sungguh! 

Cahaya rembulan memantul di atas teduhnya laut, suara jangkrik sahut menyahut dengan hempasan ombak, kerlap kerlip bintang di angkasa, api unggun pengahangat badan adalah padanan sempurna harmoni alam bagi anak manusia yang menikmatinya. Itulah saat yang tepat. Mengelorakan masa depan membakar habis kusamnya masa lalu.

Masuk Lebih Dalam

Secara antropologis orang Semau menganut sistem Patrilineal. Bagi pemegang hak kesulungan dan marga tertua disebut Dale Lam Tua. Dale Lam Tua memliki kekuasaan penuh atas tanah marga (dale ngalak) dan berhak untuk memberikannya kepada pendatang atau marga lain yang mampu membarter tanah dengan ternak besar. Ia menguasan perkampungan (ingu), kebun (klapa) dan hutan (alas) (Arnoldus Lilong, dalam Dicky Lopulalan (Peny): 2016).

Jalan menuju pulau Tabui. Sumber Foto: Tim Tapaleuk
Jalan menuju pulau Tabui. Sumber Foto: Tim Tapaleuk
Dari samping bukit Liman, teruslah berjalan menyusuri jalan setapak di punggung bukit. Kurang lebih satu kilo meter, kita akan memasuki sebuah perkampungan. Dominan dengan tanaman holtikultura. Pohon kelapa berbaris rapi. Sampai perkampungan nelayan, tegar berdiri di hadapan Samudra Hindia yang sesewaktu bisa menghempas perkampungan itu.

Sekitar 5 KM dari pantai Liman, masih dalam garis pantai yang sama, terdapat sebuah pulau di depan gugusan pantai, namanya Pulau Tabui. Tekstur permukaannya terdiri dari bebatuan dan pasir. Asri. Alami. Jarang terjamah. Pulau ini dapat diakses ketika air laut surut atau meeting sekitar pukul 15.00 WITA.

Luas Pulau Tabui sekitar 15 Km2. Pada pertengahan jalan menuju Tabui, tumbuh sekumpulan pohon bakau, tampak eksotis dan memukau. Beberapa nelayan dengan giatnya mengail hasil laut yang dengan mudah diperoleh bila air laut surut. Menjelang pukul 19.00 WITA air laut akan kembali pasang, sebagian pulau Tabui akan tertutup air.

Perjalanan ke Semau adalah perjalanan menuju ketentraman batin. Gugusan pantai berpasir putih sejukan mata, deburan ombak pecah dipantai menyadarkan bahwa hidup harus terus maju tidak peduli berapa kali pernah jatuh, ramah sapaan dan senyuman warganya memastikan bahwa hidup yang keras tidak dapat menyurutkan niat untuk berbagi. 

Semoga anugerah alam ini, tidak jatuh pada tangan yang salah mengelola. Tetap bisa diakses oleh semua dan hasil pengelolaannya dapat dinikmati oleh pemilik aslinya, yakni warga Semau. Dengan mengatas namakan pengembangan parwisata, tidak dapat dibiarkan adanya penghisapan pada manusia lain oleh manusia pemilik pundi yang loba. 

Referensi

Lilong, Arnoldus, Perkenalkan ini Semau dalam Semau Beta-Suara Suara dari Pulau Magis, Dicky Lopulalan (Peny), Bali: Lite Institute, 2016.

Ratumakin, Paulus Adrianus K. L, Pantoro Tri Kuswardono, Margareth Johana Heo, Yersi Untung Putra Heo, Pengetahuan Lokal dalam Keberlanjutan Pengelolaan Air, Kupang: Perkumpulan PIKUL, 2016.

https://id.wikipedia.org/wiki/Semau, Kupang, diakses pada 3 Februari 2018 pukul 05.58 WITA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun