Kerja merupakan bentuk aktualisasi diri manusia. Melalui kerja, manusia mewujudnyatakan dirinya dengan menghasilkan sesuatu dari alam dan lingkungan sosialnya, sebagai perwujudan eksistensinya di dalam dunia.Â
Kerja sebagai kerja menjadi penegasan manusia atas kemanusiaannya dalam interaksi dengan manusia yang lain dan adalah pengungkapan akan kesadaran dirinya dalam berhadapan dengan alam yang diolahnya. Dalam tulisan ini penulis akan memfokuskan diri pada persoalan tentang dunia kerja dan para pekerja atau buruh.
Saat ini dan kini realitas aktual tentang dunia kerja tengah bergelut dengan  masalah perlakuan terhadap pekerja itu sendiri sebagai manusia. Pengungkapan diri manusia dalam kerja seharusnya menjamin kelangsungan pengakuan akan martabat manusia yang melekat dalam dirinya.Â
Akan tetapi, kelas pekerja atau yang dikenal dengan buruh dalam realitas kini, dihadapkan dengan persoalan klasik-berkontinuitas sejak era revolusi industri hingga kini era kontemporer yang di dalamnya terdapat fakta dehumanisasi manusia dalam bekerja yakni; human trafficking.Â
Realitas ini membahasakan disorientasi kerja dalam dirinya sendiri. Kerja sebagai realisasi diri manusia, telah diredusir kepada kepentingan ekonomis para pemilik modal; akibatnya para pekerja tak lagi mampu mewujudnyatakan dirinya melalui pekerjaannya.Â
Menurut Erich From (1900-1980) realitas ini adalah konsekuensi logis dari kerja yang berorientasi memiliki bukannya menjadi. Dengan orientasi memiliki kerja menjadi lebih berciri eksploitatif, alam dan lingkungan sosial menjadi terkooptasi oleh keserakahan manusia.Â
Sementara  dalam, orientasi menjadi kerja adalah pernyataan orisinalitas diri manusia melalui interaksi resiprositas yang produktif dengan alam, hingga konkretisasi diri manusia semakin menyata melalui pekerjaannya.
Dalam bekerja, kelas pekerja atau buruh dituntut untuk terjun ke dalam dunia kerja yang non-produktif. Dunia yang di dalamnya kebebasan dirinya sebagai manusia direnggut.Â
Inilah wujud orentasi kerja memiliki yang menyata dalam pemanfaatan tenaga kelas pekerja untuk memenuhi kebutuhan-kepentingan para pemilik modal melalui eksploitasi masif atas alam dan lingkungan sosialnya. Pekerja atau buruh sebagai manusia kehilangan indenpendensinya dihadapan tuntutan ekonomis.Â
Otonomi buruh dalam dirinya sendiri ditundukkan oleh kepentingan ekonomi kaum kapitalis. Dengan demikian, kelas pekerja mengalami kehilangan otentisitas dirinya yang kemudian bermuara pada pengkerdilan hak-haknya sebagai manusia.Â
Dalam kondisi seperti ini, manusia (kelas pekerja/buruh) dalam bekerja tidak lagi menjadi tujuan pada dirinya sendiri, melainkan dimanfaatkan sebagai sarana untuk pemenuhan kebetuhan-kepentingan dari para pemilik modal yang menguasainya.