Mohon tunggu...
Ardy Milik
Ardy Milik Mohon Tunggu... Relawan - akrabi ruang dan waktu

KampungNTT (Komunitas Penulis Kompasiana Kupang-NTT)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Luka Merah Putihku

20 Januari 2019   10:23 Diperbarui: 20 Januari 2019   11:03 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya ingatan yang berpendar,  menggores luka pada lapar.  Hingga memaksa akal tak menuruti  norma. 

Sebab, kini merah putih kian tercabik,  lahap ditelan  keserakahan penguasanya.

Anak negeri meringis dalam lolongan tak terperih,  keadilan jadi mahal semahal harga beras yang terus mencekik leher.

Sampai memaksa harap menjadi musnah; pada para penabur janji yang memekikan mimpi dengan enteng. Kepada siapa bongkahan derita ini dikeluhkan; Tuan penguasa tak sudi lagi membuka telinga mendengar jeritan kemelaratan;  mengedarkan mata menatap kemiskinan yang beranak-pinak dengan suburnya.

Merah-putih! Merah-putih! Merah-putih!

Tubuhmu penuh bilur perampasan dan kesewenang-wenangan; air mata ketidakadilan dan pekik perubahan. Luka yang menyayat tubuh sucimu kian menganga dalam pengabaian pada nasib anak-anak negeri.

Merah beraninya nyalamu jadi suram oleh padamnya gelora kerakyatan pada bibir-bibir penguasa. Sucinya putihmu ternoda oleh perselingkuhan antar pemegang kuasa.

Maka, Padamu kulayangkan segengam cita penuh bara perjuangan demi kibarannmu yang kian tegak di antara riuh-ramainya pencurian uang rakyat. Adalah kecintaanku padamu yang mencipta tombak penolakan pada hasrat ingin berkuasa agar menjelmalah kebaruan dalam tapak-tapak langkah anak-anak  negeri bumi pertiwi.

Kembalilah kau merah putihku dengan langkah yang tegap setelah bilur-bilur lukamu dijamah keberanian untuk membongkar ketidakadilan. Anak-anak negerimu rela memasangkan raganya asalkan kau kembali pulih dari luka kemelaratan yang menghempasmu.

Matani, 201

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun