Mohon tunggu...
Ardy Kresna Crenata
Ardy Kresna Crenata Mohon Tunggu... -

Ardy Kresna Crenata dilahirkan di sebuah desa di Cianjur pada 16 Desember 1986. Sudah lima tahun ini ia menetap di Bogor dan kini sedang berusaha menuntaskan studi S1-nya di Institut Pertanian Bogor Departemen Matematika. Meskipun berdomisili di Bogor, ia adalah bagian dari Komunitas Sastra Cianjur (KSC).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anak-anak Kecil di Kota Ini

5 November 2010   10:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:50 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

: Bogor

aku kembali memejamkan mata di suatu senja
ketika hendak menyapa jalan-jalan raya di kota.
nyanyi kendaraan lamat terdengar seperti penderitaan.
bau kemiskinan dari pasar-pasar, seakan merangkul
para gelandangan yang lapar. pertigaan dan lampu merah
entah sejak kapan jadi rumah bagi para calo yang marah.

di kota ini, anak-anak kecil tak pernah merasa terkucil,
meski banyak orang menatap mereka dengan nyinyir.
mereka hanya terus berkeluh-kesah, menyanyikan
lagu-lagu mereka yang gelisah: lagu kebangsaan
yang menjanjikan kepada mereka kebahagiaan.
Kotaku, engkau membiarkan mereka terasingkan.
sekolah demi sekolah kulihat tegap berdiri memandangi
pohon-pohon tinggi. mesjid dan gereja mengalirkan cinta
hingga ke jantung kota. mall-mall tak pernah ragu
menyalami mereka yang sedang bermalam minggu.
tapi anak-anak itu masih harus mengais impian
dari orang-orang yang menatap mereka dengan kasihan.
sedang waktu tak pernah mau lama menunggu.
hingga selalu saja, ketertinggalan membuat impian
mereka terlupakan.

barangkali masa depan sudah terlanjur kau serahkan
kepada hujan. dan angin yang membawa rindu kemarau
hanya sebentar saja membuatmu risau. hari demi hari,
trotoar semakin akrab menjadi tempat untuk belajar.
debu dan sesak kendaraan, semakin mereka anggap
sebagai teman. sementara di sekolah-sekolah,
pelajaran demi pelajaran tak pernah henti diberikan.
senyum demi senyum ditetaskan tanpa ada yang
menginginkan. tawa demi tawa menjelma sepasang
mata yang buta. anak-anakmu itu, Kotaku, kian terkunci
di sudut kota yang kau benci, menunggui nasib yang
kejam membawa mereka raib di tubuh malam.

mengunjungi kota di suatu senja, aku kembali
memejamkan mata. anak-anak itu dengan gembira
membayangkan surga. tempat bagi mereka untuk tertawa
melupakan semua duka-cita. tiba-tiba saja, Kotaku,
aku merasakan air mataku membeku.

Bogor, 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun