Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menebak Motif Penulis Hoaks, Apa Ya?

15 Desember 2022   18:02 Diperbarui: 15 Desember 2022   18:12 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenapa orang Nulis Hoaks? sumber gambar: depositphotos

Siapapun pernah melihat di beberapa Grup WhatsApp, penuh hoaks dan berisi teks-teks panjang bermuatan informasi politik, agama, kesehatan, dsb dan pastinya ada label "diteruskan" berkali-kali. Pernah kan?

Isinya pun seringkali jauh dari kenyataan, banyak asumsi dan penilaian yang berlebihan. Saya sendiri tidak tahu pesan itu asalnya dari mana.

Tapi terkadang kalau kita "mau" mencari tahu, teks-teks tersebut ternyata sudah lama, namun di "copas" kembali dan di forward ke grup-grup media sosial ataupun messenger.

Saya pun merenung, apakah penulis Hoaks di Internet sama seperti pelaku pesan berantai kunci jawaban ujian nasional ya? Mungkin iya mungkin tidak atau mungkin hanya mungkin. *apasih~

Tapi kira-kira motif mereka apa ya (kita asumsikan penulis Hoaks ini memang banyak ya), ngapain sih waktu dan tenaga mereka gunakan untuk menulis Hoaks? Yuk mari mengandai!

1. Ya, Biar semuanya Tahu

Ya biar semuanya tahu! Kasihan kalau nggak tahu nanti bagaimana masa depan masyarakat Indonesia! Semakin terbelakang dalam segala aspek kehidupan. Baik sosio ekonomi, religiusitas, moralitas, Pancasila, kesehatan, lalu lintas, kriminalitas, bencana alam, dan masih banyak lagi topiknya, kayaknya semua topik jurnalistik dibahas sama "mereka" ini. Si paling tahu, PhD ahlinya ahli!

2. Luka Masa Lalu

Karena belum bisa menjadi penulis kreatif zaman now, lebih baik bakat ini digunakan untuk menyebarkan "sisi lain" dari dunia ini. Biar dunia tercerahkan! Kalau luka belum sembuh malah memang begini salah satu gejala kronisnya. Agak-agak scizofrenia

3. Cemas Berlebih karena Kebanyakan Informasi

Akibat sering scrolling media sosial dan platform lainnya, ditambah dengan algoritma sisi gelap dari dunia ini. Lebih baik diri ini bikin thread, bikin konten bahwa dunia dan isinya sedang tidak baik-baik saja. Bahkan ternyata lebih baik di abad 6 sebelum Masehi lho. Wow!!

4. Atensi, Pengen direspon "Terimakasih" dan "Wah Bener Juga!"

Dopamine adalah salah satu hormon reward yang dibutuhkan manusia. Mungkin mencari atensi  menjadi jalan "mereka" untuk mendapatkan respon masyarakat digital yang nantinya akan memenuhi kebutuhan dopamine sehari-hari. Terlihat "mereka" defisiensi dalam hormon serotonin yang merupakan hormon ketenangan dan kebahagiaan.

5. Penulis Fiksi yang salah Tempat

Banyak loh platform untuk belajar menulis terutama fiksi. Tapi kenapa kamu menulis panjang di grup WhatsApp dan Media Sosial? Sayang sekali! Padahal berbakat sekali kalau menulis fiksi, Bahkan Novel 1984 George Orwell kalah! Atau mungkin mau menulis buku Sains Populer? Tapi kok kayak salah semua.

6. Dunia Fana ini Penuh Konspirasi


Bagi yang sudah tenggelam dalam algoritma konspiratif bahkan hanyut, memang susah untuk bangkit dan berenang (atau tidak bisa ya?). Apalagi kalau sudah punya potensi menulis, pandangan yang berbeda dan "lain" ini memang jadi bahan bakar yang mantap membuat sesuatu yang baru, perspektif yang baru bagi masyarakat ekonomi kreatif. Negara ini sedang tidak baik-baik saja apalagi saat menjelang pemilihan umum. Sepertinya ya.

Sebenernya saya juga kesel sama orang yang nulis quotes bijaksana dan cerita penuh makna yang panjang banget di grup messenger dan media sosial. Yang harus di klik "baca selengkapnya" itu loh. Kok bisa ya mereka nulis sepanjang itu. Apa anda hanya ingin reward berupa stiker dari chat messenger saja atau bagaimana? Tapi lebih baik lah daripada nulis Hoaks.

Andai mereka iku pelatihan kepenulisan, bisa saja mereka jadi content writer, copy writer atau bahkan penulis skenario. Sayangnya "mereka" kayaknya cuma pengen buang uneg-uneg aja karena cemas berlebih yang ujungnya menyimpang sih.

Menurut saya daripada di perkarakan, tolong di fasilitasi orang-orang yang suka nulis Hoaks ini supaya bisa bersaing di industri kreatif! Kayaknya mereka bisa bikin novel juga! Kan lumayan isi grup dan media sosial udah bukan opini lagi, tapi lagi promo buku. Tapi literasi kita rendah juga ya. Aduh sama aja!

Kira-kira motif lainnya apa saja ya? Coba komentar ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun