Ini juga pernah kejadian pada diriku. Karena aku lebih suka baca komik Detektif Conan daripada baca buku tebal seperti novel bahkan tidak ada keinginan untuk baca yang tebal-tebal, tapi suatu saat pernah disinggung (tersinggung) sama (karena) teman-teman
"Umur segini masih baca komik ajaaaa, gak dewasa-dewasa"
Karena sebal, aku coba beli deh buku Sherlock Holmes (Detektif Conan dan Sherlock Holmes, misteri detektif = misteri detektif, angkuttt!!) dan itu keputusan yang... Â salah.Â
Aku gak paham dengan buku yang isinya penuh dengan teks. Dan akhirnya aku gak pernah baca dan menyelesaikan buku itu.
Tapi sekarang berbeda, aku sudah mulai terbiasa dengan membaca buku yang penuh teks, dan kali ini aku coba membagikannya. Bagaimana cara membangun kebiasaan membaca buku?
1. Gambar, Audio atau Teks? Kenali Dirimu Terlebih Dahulu
Untuk orang yang terbiasa dengan teks, atau mudah memahami hal deskriptif dengan teks saja, Membaca buku mungkin bukan menjadi persoalan yang besar bagi mereka. Namun bagaimana dengan orang yang tipenya visual ataupu audio-visual seperti gambar dan video?
Mereka akan kesulitan untuk memahami suatu materi yang hanya berupa teks. Maka dari itu, wajar orang seperti ini lebih tertarik memperhatikan presentasi, mendengarkan podcast, dan menonton video daripada memahami teks.
Selain faktor tipe penerima informasi, faktor kebiasaan juga berpengaruh. Dalam hal ini, seperti yang aku jelasin di  atas, pada awalnya aku seorang pembaca komik. Seringkali pembaca komik kesusahan untuk mengawali membaca buku penuh teks yang tebal.
Karena hanya terbiasa mendapati  gambar dengan percakapan di komik, ketika mencoba membaca novel, aku berusaha mengandai-mengandai dan mengabstrakan sendiri kejadian yang hanya dipaparkan lewat teks... saja.
Alias, pikiranku bekerja dua sampai tiga kali lipat. Membaca teks, mengimajinasikan (membuat gambaran fenomena atau kejadian di pikiran), mengabstrasikan, dan memahaminya. Itu pun perlu berkali-kali membaca dan mengandaikan agar benar-benar paham. Dan itu melelahkan.