Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Agama dalam Mencapai Keteraturan Hidup Manusia

4 Agustus 2020   16:54 Diperbarui: 4 Agustus 2020   16:54 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Sigmund Freud, dalam buku Civilization and Its Discontents, topik-topik dari tujuan hidup manusia seringkali diangkat dan didiskusikan. Namun jawabannya selalu tidak memuaskan, bahkan beliau menilai jika hidup bisa saja tidak memiliki tujuan.

Dengan adanya tujuan, kehidupan manusia akan bermakna. Misalnya, orang-orang akan bekerja sebaik mungkin agar mendapatkan karir yang bagus. Mempunyai banyak uang agar bisa menikah dan memiliki rumah. Mencapai cita-cita yang diidamkan dan menjalani hobi sesuai dengan passionnya.

Namun bagaimana jika tujuan atau hal yang diinginkan tersebut gagal dan tidak bisa tercapai? Orang bisa saja menyerah, putus asa, dan kehilangan tujuan hidup. Hidupnya bisa saja kacau dan hancur.

Jika ia hanya mengharapkan hal-hal duniawi saja, hidup tidak mempunyai tujuan yang kuat dari sekedar keinginan untuk mencapai suatu "keadaan yang menyenangkan". Dan "keadaan yang menyenangkan" ini hanya bersifat sementara.

Kehadiran agama memberikan tujuan-tujuan yang lebih mendalam pada kehidupan manusia. "Akhirat" menjadi tujuan yang kuat, keberadaan "surga" dan "neraka" mengatur pola perilaku manusia.

Manusia akan berlomba-lomba dalam kebaikan untuk mencapai tujuan tersebut. meningkatkan kapasitas individu untuk bisa berdampak bagi orang banyak. Tidak hanya untuk mencapai tujuan duniawi,  tetapi tujuan "akhirat" menjadi landasan final manusia.

Meski beberapa "oknum orang beragama"  tidak menerima sudut pandang berbeda, terlalu kaku, berlebihan dalam menasehati -- Iya, banyak oknum yang lebih mengedepankan nasihat daripada memahami permasalahan manusia -- memberikan perspektif negatif terhadap agama itu sendiri. Banyak orang menganggap orang yang beragama terlalu overdosis, kecanduan, radikal dan semacamnya.

Namun hal ini tidak mengubah fakta kalau agama memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia harus memiliki tujuan. Dan tujuan hidup manusia ketika "hidup di bumi ini" bermacam-macam. Dan benar menurut Freud, sangking banyaknya perbedaan, banyak yang tidak puas dengan jawaban itu.

Hidup itu harus kaya? Jangan Stres, Biar Bahagia Terus? Bekerja Keras? Dan lain semacamnya, banyak variasinya.

Ketika tujuan hidup manusia hanya bersifat duniawi lalu ketika tujuan itu hancur, harapan mereka untuk hidup akan hilang. Apalagi mereka yang mengejar kebahagiaan dan kesenangan sementara. Kebanyakan orang juga mengiyakan jika tujuan hidup adalah untuk mendapatkan kebahagiaan.

Menurut ajaran-ajaran agama, hidup ini adalah ujian -- bukan berarti kita tidak boleh bahagia, atau orang yang sudah mendapat kesenangan dan kebahagiaan adalah suatu kesalahan dalam hidup, hal itu patut disyukuri -- selain itu  kebahagiaan, muncul dari ekspetasi yang diharapkan. Jika ini tidak terpenuhi maka hidup bisa jadi menderita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun