Oleh : Okky Ardiansyah
Ketua LPPM Hasta Persada
aRd-NET, Kita ketahui banyak produk yang diimport dari China, tidak saja barang hasil industri dan teknologi namun hingga hasil bumi, misalnya buah-buahan dan sayuran yang diprediksi nilai impor-nya akan turun drastis.
Hal itu tidak hanya disebabkan karena turunnya permintaan dari dalam negeri, namun aktifitas kegiatan ekonomi terkait produksi buah dan sayuran tersebut juga tentunya menurun di China, belum lagi jika kita kaitkan dengan sektor jasa logistik dari dan masuk ke China yang sampai hari ini masih  dibatasi.
Pemerintah Indonesia terkesan panik. Dampak global Cofid -19 ini tentunya menggoncang ekonomi nasional. "Diperkirakan, pada quartal  II 2020 ekonomi Indonesia tidak akan dapat menyentuh level 5 persen," dikutip dari pernyataan ekonom Permata Bank : Josua Perdede .
Kepanikan pemerintah dapat dinilai dari kebijakan kontroversial dengan memberikan insentif bagi sektor pariwisata/ pelaku usaha di bidang pariwisata.
Jokowi sendiri mengatakan, bahwa discont tiket pesawat, dan hotel akan terus dilanjutkan, hal tersebut demi meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang turun drastis. Â
Tentunya keputusan tersebut  menuai kontroversi di masyarakat. Kita ketahui, bahkan negara2 di dunia sudah mengambil tindakan tegas untuk membatasi masuknya warga negara lain yang terjangkit Covid -19.
Saudi Arabia misalnya, dengan tegas menolak jutaan dolar devisa masuk dari jemaah umroh, untuk menjaga wilayahnya dari sebaran virus mematikan tersebut, termasuk menolak masuknya Jemaah Umroh dari Indonesia. Â
Saya berpendapat, seharusnya pemerintah dapat memanfaatkan masalah global terkait virus Convid-19 ini menjadi momentum untuk lebih berpihak kepada sektor pertanian dan UMKM. Mengutip data BPS, konsumsi masyarakat Indonesia sebanyak 55 persen porsinya dari dalam negeri, kiranya produksi terkait konsumsi masyarakat itulah  yang seharusnya kian ditingkatan.
Langkah-langkah yang dapat diambil adalah dengan memprioritaskan produk pertanian dan UMKM untuk dijadikan penopang turunnya impor berbagai  komoditi konsumsi lokal dari China tersebut. Bukan hanya bertumpu pada sektor Pariwisata.
Sebelumnya, Pemerintah telah menyiapkan insentif untuk wisatawan mancanegara dengan memberikan alokasi tambahan sebesar Rp 298,5 miliar terdiri dari alokasi untuk airlines dan agen diberikan diskon khusus ataupun semacam insentif, totalnya Rp 98,5 miliar.
Alokasi lainnya diberikan kepada anggaran promosi sebanyak Rp 103 miliar, kegiatan tourism sebesar Rp 25 miliar, serta relasi media dan jasa pemberi pengaruh atau inflluencer (Buzzer Sosemed) sebesar Rp 72 miliar.
Sedangkan kita ketahui, masalah utama yang dihadapi untuk mendorong peningkatan produktivitas pangan adalah terbatasnya akses Petani terhadap sumber-sumber pembiayaan, terutama dari lembaga keuangan formal, dan jika momentum ini dimaknai dengan benar oleh pemerintah, tentunya sektor pertanian-lah yang juga turut diprioritaskan untuk mendapat insentif, sehingga hasil produksi dapat terdongkrak sehingga bisa meningkatkan produksi kandungan lokal akan konsumsi masyarakat.
Timpangnya kebijakan terkait insentif tersebut menimbulkan  berbagai spekulasi di masyarakat. Pertanyaannya, apakah pemerintah tidak menyadari hal terurai di atas, atau langkah itu diambil karena pemerintah lebih dominan mengambil langkah untuk melindungi bisnis para konglomerat pemilik hotel-hotel berbintang ? Jujurlah !Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H