Mohon tunggu...
Ardtel TamaraSiahaan
Ardtel TamaraSiahaan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Menempuh pendidikan di Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Etika sebagai Metode Pengendalian Diri dari Jerat Judi Online

5 Juni 2024   10:08 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:08 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Man's hand holding cellphone over the poker table with whisky glass (freepik.com) 

Generasi muda tentunya pasti masuk ke dalam aset berharga di banyak sekali negara termasuk negara Indonesia. Mereka yang kerap dikenali dengan generasi penerus bangsa diperlukan bukan hanya untuk memimpin negara ini nantinya, tetapi juga untuk mengisi dan menggantikan semua lini pekerjaan yang saat ini dikerjakan oleh generasi atasnya untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik lagi. Keistimewaan generasi muda terkait usia dan fungsi strategis yang harus dikembangankan dengan baik ini, membuat kita perlu memikirkan mengenai kebutuhan para generasi muda akan moral, pendidikan, kebutuhan hidup, sampai ke lapangan pekerjaan.

Menurut Undang-undang No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, Pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun yang merupakan periode waktu penting dalam pertumbuhan dan perkemabangan terkait potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. Di tahun 2023 berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, persentase pemuda adalah sebesar 23.18 persen. Hampir seperempat dari keseluruhan penduduk Indonesia dengan 96,28 persen pemuda yang menggunakan perangkat gawai selama tiga bulan terakhir dan 94,16 persen pemuda menggunakan internet selama tiga bulan terakhir di tahun 2023.

Persentase di atas tentunya menunjukkan kebutuhan dan kesempatan pemuda atas akses ke internet mencapai titik yang sangat tinggi. Terutama dengan kenyataan bahwa perkembangan teknologi yang semakin maju bahkan membuat perangkat gawai dan internet termasuk ke dalam kebutuhan primer untuk sebagian besar orang.

Tentunya perkembangan ini membawa banyak sekali keuntungan dan kesempatan bagi generasi pemuda. Mulai dari kemudahan akses ke pendidikan, kemudahan untuk terhubung dengan orang lain terlepas seberapa jauhnya mereka, bahkan membuka kesempatan untuk bekerja hanya dengan modal internet dan perangkat elektronik yang ditandai dengan tren remote yang semakin menjamur, dan masih banyak lagi.

Namun, semakin besar intensitas cahaya yang dihasilkan maka akan semakin gelap pula bayangan yang terbentuk. Membuat bukan hanya hal-hal positif yang beredar dalam internet, tetapi hal-hal negatif pun semakin berkembang dan anehnya konten-konten ini memiliki banyak pengunjung. Hal ini ditambah dengan pemuda dari sudut pandang pedagogis dan psikologis yang identik dengan pemberontak, berani tapi pendek akal, dinamik tapi sering menghantam tata krama, sampai penuh gairah tapi sering berbuat hal aneh, tentunya memperlebar jurang yang bisa menelan begitu banyak pemuda ke sisi gelap penggunaan internet termasuk judi online.

Berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2021 terdapat sekitar 43 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 57,91 triliun. Tahun 2022 terdapat sekitar 104,79 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang Rp 104 triliun. Sedangkan pada tahun 2023, tren ini lagi-lagi naik sampai pada angka 168 juta transaksi judi online dengan nilai perputaran uang mencapai total Rp 327 triliun. Tren judi online yang semakin naik ini tentunya harus menjadi konsentrasi semua lapisan masyarakat dan pemerintah untuk mengatasinya dengan cara-cara yang mereka masing-masing bisa tempuh. Terutama dari internal diri generasi muda itu sendiri yang ternyata banyak menjadi korban terjerat judi online.

PPDGJ III menyatakan bahwa gambaran penting dari gangguan yang diakibatkan judi adalah pengulangan yang menetap (persistenly repeated gambling) yang sering meningkat ke hal-hal yang merugikan seperti penyebab kemiskinan, hubungan keluarga yang terganggu, sampai hidup privat yang menjadi kacau. Hal-hal di atas seringkali banyak kita temui bukan hanya pada laman media sosial tapi juga di sekitar tempat tinggal kita.

Pengulangan yang menetap ini tentunya menunjukkan adanya kecenderungan adiksi judi online yang termasuk ke dalam kelompok behavioral addiction dimana seseorang yang telah teradiksi cenderung tidak mampu mengendalikan diri sehingga menghabiskan waktu untuk judi online saja. Hal ini pasti akan menimbulkan kekhawatiran besar karena dapat memengaruhi produktivitas seseorang. Kecenderungan adiksi ini adalah suatu perasaan yang kuat sampai judi online dapat menguasai pikiran individu bahkan hingga memberikan toleransi waktu.

Kecenderungan adiksi akan judi online asalnya dari dalam pikiran kita. Apakah kita mampu untuk menolak keinginan untuk mencoba atau untuk mengulangi membuka situs judi online. Maka dari itu, upaya pencegahan dan penanganan pun akan sangat baik jika dimulai dari dalam diri masing-masing pejudi online, khususnya di sini adalah generasi muda berupa pengendalian diri. Mc. Mullen dan Jhon C menyatakan bahwa pengendalian diri adalah sikap menahan diri untuk tidak berbuat hal yang menyimpang dalam artian melanggar norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Sederhananya, pengendalian diri adalah cara setiap individu dalam mengontrol diri mereka untuk melakukan hal positif supaya dapat membentuk karakter yang baik dalam diri mereka masing-masing.

Dalam kasus judi online, parameter yang bisa kita pakai untuk mengukur pengendalian diri bisa dimulai dengan kesadaran orang-orang untuk mengendalikan perilaku, kontrol kognitif, kontrol pengambilan keputusan untuk menolak ajakan teman serta mengambil sebuah keputusan untuk keluar dari adiksi bermain judi online. Berdasarkan penelitian Nita, Herlan, & Akta (2023) kita dapat mengetahui bahwa kita dapat memetakan hubungan dari pengendalian diri dan aktivitas judi online. Hubungan keduanya bersifat negatif, artinya semakin tinggi pengendalian diri maka semakin rendah kecenderungan adiksi judi online.  

Pembahasan mengenai pengendalian diri pasti tidak terlepas dari faktor-faktor yang memengaruhi manusianya. Faktor-faktor ini dibagi menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri seseorang yang dapat memengaruhinya untuk memainkan judi online, contoh umumnya adalah lingkungan pertemanan. Faktor internal adalah faktor dari dalam diri seseorang terkait kemampuan atau ketidakmampuannya dalam mengendalikan diri, contohnya usia, pendidikan, dan lain-lain. Di sini, kita akan membahas mengenai teori etika mana sebagai faktor internal yang dapat dipakai oleh generasi muda untuk mengendalikan dirinya sehingga adiksi terhadap judi online bisa berkurang dan diharapkan bisa berujung pada menurunnya angka judi online di Indonesia.

Etika berasal dari bahasa Yunani "ethos" yang artinya "kebiasaan". Ia merujuk pada sistem prinsip, cita-cita moral, praktik (adat, istiadat, etiket), dan apa yang benar dan salah mengenai hak dan kewajiban suatu kelompok atau masyarakat. Sederhananya, etika akan memandu kita untuk memutuskan tindakan apa yang perlu/boleh untuk diambil dan apa yang perlu kita pahami secara kolektif.[4] Disini kita akan membahas mengenai teori etika egoisme etis dan teori etika utilitarianisme untuk membandingkan teori mana yang dapat dipakai sebagai metode pengendalian diri pejudi online.

Egoisme etis adalah manusia harus bertindak dengan berlandaskan kepentingan diri sendiri (self-interest), tindakan tersebut jika memberikan akhir yang menguntungkan bagi si pelaku maka masih dapat dianggap etis. Sedangkan utilitarianisme yang berasa dari bahasa Yunani "utilis" yang artinya "bermanfaat" adalah tindakan dapat dikatakan baik jika memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin orang, bukan hanya si pelaku tindakan. Teori ini dikenal juga dengan istilah "the greatest happiness of the greatest numbers".

Sekilas kita akan berpikir bahwa pejudi online mungkin saja memakai etik egoisme etis dalam membenarkan tindakan mereka. Mereka menggunakan laman judi online dengan tujuan mendapatkan keuntungan meskipun bisa saja uang yang dipakai berasal dari pinjaman, uang darurat, hasil curian, dll. Asal menang, maka nantinya tindakan itu dapat dibenarkan karena pada akhirnya akan menguntungkan si pelaku judi online. Namun, sebenarnya hal ini tidak sepenuhnya benar dikarenakan tidak ada kepastian akan hasil akhirnya. Dalam situasi judi online pejudi sebenarnya berada dalam situasi yang merugi. Mulai dari kerugian waktu, adiksi yang bisa merenggut banyak kesempatan, merusak moral dan mental, sampai kerugian finansial karena kekalahan yang didapat si pejudi.

Sedangkan pemberlakuan teori etika utilitarianisme terhadap pejudi online sebenarnya hampir sama dengan teori etika egoisme etis, yang menjadi perbedaannya adalah siapa yang mendapat keuntungan dari tindakan itu. Dalam egoisme etis yang mendapat keuntungan hanya si pelaku dari tindakan dan untuk utilitarianisme yang mendapat keuntungan adalah kepentingan orang banyak. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa dalam teori etika utilitarianisme dengan kondisi pejudi pasti berada dalam posisi merugi maka yang dirugikan bukan hanya si pelaku tetapi juga orang di sekitarnya mulai dari orang tua, keluarga, teman-teman bahkan sampai merugikan negara.

Melihat banyaknya pihak yang dirugikan termasuk diri sendiri, pejudi online harusnya dapat memilih teori etika utilitarianisme dalam menumbuhkan pengendalian diri khususnya untuk generasi muda. Mulai dari kesenangan dan keuntungan yang didapat hanya akan bertahan sementara, ketidakpastian kemenangan karena probabilitasnya yang kecil, sampai seringkali terjadi bahwa modal yang dikeluarkan lebih besar dibanding kemenangan yang didapat. Dengan pemikiran bahwa tindakan judi online ini akan merugikan pelaku terutama orang terdekat pastinya seseorang dengan niat untuk mengendalikan diri dapat menilai bahwa teori utilitarianisme akan sangat efektif untuk menjadi alasan tidak menyentuh atau melanjutkan permainan judi online. Ditambah lagi menurut teori utilitarianisme meskipun ciri khas utamanya adalah keuntungan bersama, teori ini lebih memandu kita untuk memilih tindakan yang lebih mulila dibanding aktivitas judi online.

Maka dari itu, sebenarnya etika dapat dijadikan sebagai salah satu cara utama untuk mengendalikan diri untuk semua hal, khususnya dalam menghindari judi online. Ketika etika dijadikan sebagai salah satu panduan hidup dan benar-benar dilaksanakan maka kemampuan untuk mengendalikan diri akan semakin tinggi dan seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hubungan pengendalian diri dan tingkat adiksi pada judi online adalah negatif, menjadikan tingkat penggunaan judi online bisa semakin rendah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Nita, Herlan Pratikto, Akta Ririn Aristawati, and Fakultas Psikologi. "Kecenderungan Adiksi Judi Online Pada Penjudi Online: Bagaimana Peran Self-Control?" INNER: Journal of Psychological Research 2, no. 4 (2023): 888--95.

 

Fitriya, Delis, Nur Hidayah, Diana Febrianty Putri, Farha Salsabila, Sam Rizqi Yunaenti, Tarisa Nuryanti, and Asep Rudi Nurjaman. "Menelaah Fenomena Judi Online (Slot) Di Kalangan Mahasiswa Dalam Perspektif Hukum Islam Di Indonesia." Jurnal Kajian Agama Dan Dakwah 2, no. 3 (2024): 1--18.

 

Makarin, Abi Arsyan, and Laras Astuti. "Faktor Yang Mempengaruhi Mahasiswa Melakukan Perjudian Online." Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC) 3, no. 3 (2023): 180--89. https://doi.org/10.18196/ijclc.v3i3.17674.

 

Maturidi. "Kecanduan Judi Online" 4, no. 1 (2021): 34--48.

 

Mohammad, Maiwan. "MEMAHAMI TEORI-TEORI ETIKA: CAKRAWALA DAN PANDANGAN Oleh: Mohammad Maiwan." Jurnal Uiversitas Negeri Jakarta, 2018, 193--215.

 

Selvi Marsela, Awalia Syifa, Febrian Duta Pratama, Riddick Al Muqfi. "Persoalan Penjudi dan Judi Online dalam Analisa Teori Etika Utilitarianisme". Jurnal Kajian Kontemporer Hukum dan Masyarakat. 1:2, 1-25 (2023). 10.11111/dassollen.xxxxxxx.

 

Siringoringo, Agnes Chintya, Sri Yunita, and Jamaludin Jamaludin. "Tren Perjudian Online Di Kalangan Mahasiswa: Dampak, Dan Upaya Pencegahannya." Journal on Education 6, no. 2 (2024): 10948--56. https://doi.org/10.31004/joe.v6i2.4883.

Subagia, I Nyoman. "Etika Sebagai Dasar Pengendalian Diri Manusia." Jurnal Penjaminan Mutu 1, no. 1 (2016): 89. https://doi.org/10.25078/jpm.v1i1.43.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun