Mohon tunggu...
Ryan Ardiansyah
Ryan Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis - Tak ada kosa kata yang mampu mengambarkan

Barangkali kopi kita kurang diaduk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Manusia-Manusia Trotoar

22 Desember 2024   01:44 Diperbarui: 22 Desember 2024   01:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan ini secara mabuk, menggugat diriku. Lantas dalam satu tegukan kopi aku melempar pertanyaan di dalam doa

"Tuhan dimana kau letakkan nasibku, pada usia berapa, dalam suasana apa, bagaimana mendapatkan nasib itu, butuh berapa lama untuk aku mengantri mendapatkan nasib itu?"

Hujan gerimis tak ada yang spesial saat turun hujan di trotoar, semua orang kocar-kacir. semua pengendara motor bubar barisan. Mencari tempat teduh, tak jarang bagi pengendara motor berjiwa amfibi akan menembus air hujan persoalan basah nomer seribu sisanya tentang tekad untuk sampai tempat tujuan. Satu yang menarik saat hujan turun, penjual jas hujan yang tak di undang dalam genangan air di kota akan selalu datang. Kita tak pernah tau langkah arah jalannya penjualan jas hujan. Semua secara tiba-tiba.

Suasana makin teduh kala hujan di sepanjang sore, tapi mataku tertuju pada ibu penjual jas ujan dengan bivak berasal dari banner bekas. Aku melihat anaknya yang satu berada di gendongan dan yang dua bermain tenda-tendaan. Aku perhatikan mereka riuh gembirang dalam larutan hujan.

Penyanyi jalanan tiba-tiba menepis pengelihatanku sambil menawarkan rokok.

"Nak, rokok" dengan nada basa-basi orang Indonesia

"Iya makasih, Pak. Kebetulan masih ada" tuturku sambil meluarkan rokok di kantong.

"Sudah, jangan kau hiraukan pertanyaanku tadi" sembari menghisap rokok kreteknya

Aku tertawa apa yang barusan dikatakan, sambil perlahan mencoba meletakan rokok di bibir sebagai tanda berhenti tawaku.

Pedagang kopi mengoda kami berdua, agar kopinya tak sia-sia bergelantungan pada sepeda tua.  Satu kodi uang receh keluar dari kantong permen penyanyi jalananuntuk membayar dua gelas kopi, satu gelas untuknya dan satu gelas lagi untukku.

Sambil mengatur tangga nada, ia bertutur kepada ku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun