Mohon tunggu...
Ardya Pradipta
Ardya Pradipta Mohon Tunggu... Akuntan - Financial Consultant, Accountant, and Blogger

https://www.finansialpost.com/

Selanjutnya

Tutup

Money

Salahkah Pengusaha yang Hanya Memikirkan Profit?

24 April 2020   15:05 Diperbarui: 24 April 2020   15:20 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, ketika membuka Instagram, saya melihat sebuah gambar di akun Instagram salah satu media bisnis nasional, dengan caption yang memberitakan mengenai pengunduran diri Adamas Belva Syah Devara dari posisi Staf Khusus Presiden Joko Widodo. Setelah membaca caption itu, langsung saja saya menuju ke bagian komentar untuk membaca berbagai macam reaksi para pengguna Instagram atas kejadian tersebut. 

Ada yang memuji pengunduran diri Belva, ada juga yang berkomentar sinis atas hal tersebut. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah banyaknya komentar menghina, yang bukan saja ditujukan kepada Belva, namun juga kepada para pengusaha  pada umumnya. Inti dari komentar-komentar itu adalah mereka menganggap para pengusaha hanyalah produk kapitalis yang cuma memikirkan profit, profit, dan profit.

Pada tulisan ini, saya tidak akan membahas mengenai benar atau tidaknya apa yang telah dilakukan Belva, tetapi saya hanya ingin mengajak pembaca untuk berterima kasih kepada semua pengusaha atas mindset-nya yang hanya memikirkan profit, alih-alih mencibirnya.

Sebelum anda memprotes ajakan tersebut, saya akan mengajak anda semua untuk mengingat kembali pengertian profit.

Profit atau laba bersih adalah bottom line dari suatu laporan laba rugi. Profit itu juga satu-satunya yang bisa dinikmati oleh para pengusaha, setelah melerakan sebagian besar pendapatan perusahaan untuk membayar vendor, supplier, karyawan, pemerintah, dan kreditur. Pemikiran tentang profit jugalah yang dapat mempengaruhi komitmen para pengusaha untuk menjaga etika bisnisnya, karena tentu saja pengusaha ingin mendapatkan profit pada jangka panjang, bukan hanya profit yang sesaat terus menghilang. 

Saya akan coba menjabarkan mengenai besarnya kontribusi para pengusaha yang sangat berorientasi pada profit kepada pihak-pihak berkepentingan yang telah saya sebutkan pada paragraf sebelumnya.

Pertama-tama untuk meningkatkan profit perusahaannya, normalnya, pengusaha akan meningkatkan pendapatan perusahaannya terlebih dahulu. Hal itu selanjutnya akan meningkatkan pembelian perusahaan pada produk-produk ataupun jasa-jasa yang menjadi komponen pada harga pokok penjualannya (HPP), artinya supplier maupun pegawai yang terlibat langsung pada proses menghasilkan atau mengadakan produk atau jasa tersebut akan kecipratan rezeki.

Selanjutnya, sisa dari pendapatan setelah dikurangi biaya-biaya ke supplier dan pegawai yang terlibat langsung, masih juga belum bisa dinikmati oleh si pengusaha, karena masih akan dipotong lagi untuk membayar biaya-biaya pemasaran, gaji bagian penjualan, biaya listrik, telepon, air , internet, dan biaya-biaya administrasi & umum lainnya. Wah, kebayangkan seberapa banyak perusahaan ataupun individu yang kecipratan rezeki karena keegoisan pengusaha yang hanya memikirkan profit.

Pada awal tahun, pengusaha yang terlalu memikirkan profit itu, memutuskan untuk melakukan ekspansi demi meningkatkan pendapatan perusahaannya, sehingga memutuskan mengajukan pinjaman ke bank untuk mereliasisasikan kegiatan ekspansinya. Pinjaman itu selanjutnya memunculkan biaya bunga. Jadi, sisa pendapatan setelah dikurangi HPP dan  biaya penjualan & umum, sekarang dikurangi lagi dengan biaya bunga pinjaman. Lagi-lagi ada beberapa  pihak yang kecipratan rezeki, yaitu para kreditur dan juga pihak-pihak yang terlibat atas kegiatan ekspansi perusahaan.

Kalau anda mengira biaya-biaya perusahaan sudah berhenti sampai di biaya bunga saja, maka perkiraan anda itu salah. Sisa pendapatan setelah dikurangi HPP,  biaya penjualan & umum, dan biaya bunga tersebut masih juga belum bisa dinikmati oleh para pengusaha, karena masih dipotong lagi oleh pemerintah dalam bentuk pajak penghasilan (PPh). Lagi-lagi kali ini para pengusaha itu, menjadi pahlawan negara dengan kontribusinya terhadap pemasukan negara. Semakin besar laba sebelum pajak, semakin besar pula setoran ke negara!

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga ke profit, saatnya menikmati! 

Pada saat rapat tahunan, perusahaan memutuskan bahwa laba bersih akan dialokasikan seluruhnya ke laba ditahan untuk ekspansi besar-besaran tahun berikutnya. Ini artinya, tidak ada dividen yang diberikan kepada para pengusaha tersebut.

Hahaha, inilah nasib para pengusaha, saat jatuh tidak ada yang membantu, saat sukses ditagih kontribusinya oleh berbagai pihak, sambil tetap dicibir karena hanya memikirkan profit.

Jadi, sudah seharusnya kita berterima kasih kepada pengusaha yang siang dan malam terus menerus memikirkan profit perusahaannya demi bisa berkontribusi kepada banyak pihak, termasuk, sudah sewajarnya, dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun