Mohon tunggu...
Ardo WN
Ardo WN Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Lahir Beradat, Nikah Beradat, Matipun Kami Beradat: Jangan Pernah Malu Jadi Orang Sumba"

21 Desember 2024   11:23 Diperbarui: 21 Desember 2024   11:23 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ritual Adat Kampung Situs Adat Watu Pakadu

SUMBA - NTT, Filosofi hidup masyarakat Sumba, "Lahir Beradat, Nikah Beradat, Matipun Kami Beradat," kembali menggaung sebagai pengingat kuat akan identitas budaya yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap generasi. Ungkapan ini menekankan betapa adat dan tradisi telah menjadi napas kehidupan bagi masyarakat Sumba, dari awal kehidupan hingga akhir.

Dalam sebuah acara budaya yang diadakan di Sumba, tokoh adat dan pemuda setempat menyampaikan pesan tegas agar generasi muda tidak pernah merasa malu menjadi orang Sumba. Tradisi yang diwariskan turun-temurun bukan hanya sekadar warisan, melainkan jati diri yang mencerminkan kebanggaan akan kekayaan adat dan budaya.  

Adat sebagai Identitas Kehidupan

Ungkapan "Lahir Beradat" menekankan bahwa sejak lahir, setiap orang Sumba dibentuk oleh norma dan nilai adat. Dari kelahiran hingga dewasa, individu dikenalkan dengan tradisi adat, seperti ritual pemberian nama, upacara inisiasi, dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari.  

Selanjutnya, "Nikah Beradat" menunjukkan bahwa pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, melainkan juga penyatuan dua keluarga besar dalam bingkai adat yang kaya makna. Tradisi pernikahan di Sumba, seperti ritual "paheli" "hantaru", dan pemberian "belis", menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan eksistensi adat itu sendiri.

Sementara itu, "Matipun Kami Beradat" menegaskan bahwa hingga akhir hayat, adat tetap mengiringi perjalanan hidup. Prosesi pemakaman tradisional di Sumba, seperti "Marapu", bukan hanya sekadar ritual perpisahan, tetapi juga bentuk penghormatan terakhir bagi seseorang yang telah berpulang, sesuai nilai adat yang diwariskan.  

Pesan kepada Generasi Muda

Dalam era modernisasi dan globalisasi, banyak generasi muda yang mulai meninggalkan adat istiadat karena dianggap kuno atau ketinggalan zaman. Namun, tokoh adat mengingatkan bahwa adat dan tradisi bukanlah penghambat kemajuan, melainkan landasan kuat untuk menghadapi tantangan dunia modern.  

"Jangan pernah malu menjadi orang Sumba. Kita punya budaya yang luar biasa, adat yang kuat, dan identitas yang khas. Adat adalah kebanggaan kita," ujar seorang pemangku adat dalam acara tersebut.  

Pernyataan ini mendapatkan respons positif dari para pemuda Sumba yang mulai menyadari pentingnya menjaga adat sebagai bagian dari jati diri. Kegiatan budaya seperti tarian "kataga", tenun ikat khas Sumba, hingga ritual adat lainnya semakin banyak dipromosikan agar tidak punah dan dikenal luas.

Penegasan Identitas Budaya

Melalui ungkapan "Lahir Beradat, Nikah Beradat, Matipun Kami Beradat," masyarakat Sumba diingatkan bahwa adat bukan hanya simbol masa lalu, tetapi juga penanda masa depan yang penuh harapan. Dengan menjaga adat, mereka tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga menegaskan eksistensi budaya di tengah arus modernisasi.  

Pesan ini menjadi pengingat bagi seluruh masyarakat, khususnya generasi muda Sumba, agar terus bangga dengan identitas budaya dan tidak pernah malu menjadi bagian dari tradisi luhur yang sudah ada sejak dulu kala. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun