Mohon tunggu...
Ardi Kurniawan
Ardi Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - .

.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Juara Copa America ala Eropa

23 Juni 2015   17:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaya permainan sepakbola tim Amerika Latin dikenal mengandalkan teknik individu dibanding kolektivitas tim. Selalu ada satu sosok yang dominan dibanding rekan-rekannya dan kehadirannya sangat mempengaruhi hasil pertandingan. Apakah gaya permainan yang demikian masih mampu membawa salah satu tim menjadi juara Copa America 2015? Untuk memeriksanya mari menengok sejenak Piala Dunia 2006, 2010, dan 2014.

Tiga edisi Piala Dunia terakhir dijuarai tim nasional Italia, Spanyol, dan Jerman. Dari ketiga tim itu pula tidak ada pemain yang benar-benar menonjol dan menjadi bintang. Memang ada pemain penting seperti Fabio Cannavaro pada Piala Dunia 2006, Andres Iniesta pada Piala Dunia 2010, dan Manuel Neuer pada Piala Dunia 2014. Akan tetapi, peran pemain-pemain tersebut masih kalah dalam menentukan hasil pertandingan dibanding kolektivitas tim. Dengan kata lain, kolektivitas tim adalah kunci utama menjadi juara Piala Dunia dalam tiga edisi terakhir.

Hal ini agar berbeda dengan Piala Dunia periode 1970 – 1990-an. Pada periode tersebut juara Piala Dunia biasanya memiliki satu pemain bintang yang sangat menonjol dibanding pemain-pemain lain. Pada PD 1974 ada sosok Franz Beckenbauer yang dianggap berperan sentral membawa Jerman Barat juara. Pun pada PD 1982 yang dijuarai Italia ada sosok Paolo Rossi yang sangat populer dibanding rekan-rekan satu timnya. Pada edisi berikutnya Diego Maradona seperti sendirian membawa Argentina juara PD 1986 di Meksiko. Tidak jauh berbeda dengan sosok Zinedine Zidane yang dianggap menjadi penentu kesuksesan Prancis pada PD 1998.

Perubahan trend permainan inilah yang akan menjadi kunci penentu juara pada Copa America 2015. Tim semacam Kolombia yang terlalu bergantung pada James Rodriguez, Argentina pada Lionel Messi, dan Brazil pada Neymar akan menemui kesulitan jika pemain-pemain tersebut tidak hadir atau bermain buruk. Mereka terbiasa mengandalkan pemain-pemain dengan skill individu luar biasa daripada kolektivitas tim.

Brazil sudah mulai sedikit menghilangkan ketergantungan pada Neymar usai menekuk Venezuela tanpa pemain Barcelona tersebut. Dengan kata lain, Brazil mampu bermain mengandalkan kolektivitas tim daripada tergantung pada satu orang pemain. Meski tentu saja satu pertandingan belum menguji betul apakah ketergantungan pada Neymar benar-benar hilang.

Hal yang berbeda terjadi di rival utama mereka, Argentina. Mereka masih membawa penyakit bawaan Piala Dunia 2014 saat ketergantungan pada Messi begitu besar. Pada satu sisi memiliki Messi adalah berkah luar biasa bagi tim yang mampu memaksimalkan potensinya. Akan tetapi, di sisi lain, memiliki Messi menjadi semacam candu bagi tim yang terus menerus bergantung pada dirinya. Messi dapat menjadi doping saat  Argentina bermain biasa-biasa saja, di lain waktu, penampilan Messi yang tidak maksimal atau ketidakhadirannya membuat tim Argentina bermain layaknya tim dari divisi terakhir liga Inggris.

Maka, tim yang akan menjadi juara Copa America tidak akan jauh berbeda dengan tiga pemenang Piala Dunia terakhir. Tim yang mengandalkan kolektivitas bermain ala Eropa dan bukan bergantung pada satu pemain bintang saja yang kelak membawa trofi di bulan Juli 2015.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun