Mohon tunggu...
Ardi Kurniawan
Ardi Kurniawan Mohon Tunggu... Seniman - .

.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Surat Kabar dan Sastra Indonesia Hari Ini

11 Juli 2012   12:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang partai semifinal Euro 2012 antara Jerman dan Italia, Kompas menurunkan satu berita yang menarik. Berita yang jauh dari hingar bingar sepakbola di Eropa Timur. Judul berita tersebut “Kualitas Kesusastraan Turun: Surat Kabar Jadi Penyelamat Kesusastraan Indonesia”. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah  benarkah surat kabar menjadi pahlawan sastra Indonesia hari ini? Jangan-jangan ini klaim sepihak media cetak yang kian hari kian sempoyongan melawan media digital.

Berita tersebut mengabarkan diskusi bertema “Cerpen Kompas dan Realitas Sosial”. Dua pembicara dalam diskusi tersebut mengeluarkan pendapat yang berbeda. Radhar Panca Dahana mengatakan bahwa surat kabar menjadi penyelamat kala gempuran sastra di dunia digital muncul dengan estetika yang tidak jelas. Sementara Adi Wicaksono mengatakan surat kabar justru “mengekang” kebebasan sastra (cerpen). Ia memaparkan bahwa cerpen pada periode 1960 dan 1970 yang bersifat eksperimentasi masih bisa diakomodasi majalah sastra. Namun kini, setelah majalah sastra surut, cerpen semacam itu tidak memiliki ruang. Apa yang dikatakan oleh dua pengkritik seni tersebut memang bertentangan namun tiada yang salah menurut saya. Keduanya hanya memaparkan fenomena yang terjadi saat ini. Bukan hendak menghakimi bahwasastradi media cetak misalnya, lebih baik dari di dunia maya, atau pun sebaliknya.

Menurut saya, keberadaan karya sastra di surat kabar, walaupun hanya seminggu sekali, tetap dibutuhkan. Namun, ada poin yang harus diperhatikan. Pembaca surat kabar hari ini banyak yang melek media, atau istilah kerennya, literasi media. Semoga saya tidak salah menggunakan istilah ini. Publik paham mana berita yang penting dibaca, mana yang tidak. Mana berita yang benar dari segi jurnalistik, mana berita yang masih harus dipertanyakan keabsahannya. Mana berita yang framing mana yang bukan. Kritisnya publik pada media ini tentu mempengaruhi pandangan mereka pada sastra yang dimuat di surat kabar. Publik bisa membuat penilaian mana karya yang menyajikan kebaruan, mana karya yang usang. Mana surat kabar yang memuat cerpen penulis itu-itu saja. Mana surat kabar yang memberi ruang bagi penulis baru. Ini bukan berarti kemudian menyesuaikan dengan selera publik Namun paling tidak, perhatikan suara dan respon publik tentang karya sastra yang dimuat di surat kabar. Bagaimana mereka menanggapinya. Entah itu respon dari publik yang berlevel penikmat sastra atau berlabel pengkritik sastra. Suara mereka penting untuk diperhatikan. Apalagi di era posmodern, era tiada estetika tunggal. Beri ruang untuk karya dan penulis-penulis baru. Publik akan menilai dengan sendiri. Mana yang memang layak berada di media, mana yang masih perlu mengasah pena.

Surat kabar di Indonesia sebenarnya memiliki peluang yang besar menjadi penjaga estetika. Apalagi dengan merebaknya sastra di dunia maya yang kerap abai dari segi kualitas. Mengembalikan surat kabar menjadi ruang diskusi yang luas saya pikir adalah satu-satunya cara meningkatkan kualitas sastra koran Indonesia sekaligus menjaga kewibawaan surat kabar di mata pelaku sastra Indonesia. Ah, semoga saya tidak membebani surat kabar terlalu tinggi. Apalagi di era saat ini, kala fakta bisa lebih fiksi, sebuah masa dimana berita mampu membuat pembaca lebih katarsis dibanding membaca sastra.

Sebagai penutup, saya jadi ingin bertanya dengan penghuni kanal fiksi kompasiana. Mana yang lebih menyenangkan? Karyanya diterbitkan surat kabar cetak dan dibaca kalangan terbatar, atau karyanya muncul di kompasiana dan dibaca beramai-ramai?

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun