Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi-PDIP, Habis Manis Sepah Dibuang

10 Januari 2025   11:29 Diperbarui: 10 Januari 2025   11:29 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemecatan yang dilakukan PDIP kepada Presiden VII Joko Widodo bisa dikatakan bukan main-main. Sosok mantan Walikota Solo itu dipecat dengan surat keputusan yang langsung ditandatangani oleh Presiden V sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri. Dengan demikian pemecatan kepada Joko Widodo bagi partai berlambang banteng moncong putih itu suatu peristiwa yang luar biasa dan akan menjadi catatan sejarah perpolitikan di PDIP dan Indonesia.

Kisah pemecatan tersebut menjadi puncak konflik antara Joko Widodo dan keluarganya dengan PDIP. Kemesraan yang sudah dijalin sejak di Pilkada Solo Tahun 2005 mulai goyah ketika Joko Widodo dianggap oleh PDIP mulai meminta lebih, seperti ingin adanya perpanjangan masa jabatan presiden baik lewat kesepakatan di luar konstitusi maupun lewat amandemen UUD NRI Tahun 1945.

Tak dituruti kemauannya inilah yang menjadi pemicu Joko Widodo 'balas dendam' kepada partai yang mengorbitkannya. Dalam Pilpres 2024, sebagai petugas partai dirinya tidak patuh dengan keputusan yang diambil terkait capres dan cawapres yang diusung PDIP. Dirinya tidak patuh pada keputusan partai dalam mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD bisa jadi karena Joko Widodo tidak bisa mengintervensi atau 'cawe-cawe' dalam penepatan capres-cawapres.

Tidak terakomodasinya kepentingan dirinya dalam menetapkan pasangan capres-cawapres dalam Pilpres 2024 membuat ia mencari sosok dan partai yang bisa menampung kemauan politiknya. Sebagai presiden yang sangat berkuasa, Joko Widodo mampu menekan beberapa partai untuk dijadikan kendaraan politik dalam pilpres meski dirinya tidak bisa maju lagi.

Setelah ada partai yang mampu mengusung kepentingannya, dicarilah sosok yang kuat untuk menambah kekuatan. Setelah dipilih-pilih maka muncul Prabowo Subianto untuk didukungnya. Ketika kekuatan partai sudah lebih dan sosok capres sudah ada, di sinilah Joko Widodo baru mendorong anaknya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Ketika partai politik sudah terhimpun dalam KIM dan memiliki pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Gibran, dari sinilah sebenarnya Joko Widodo sudah melakukan apa yang disebut dalam surat keputusan pemecatannya, yakni telah melakukan pelanggaran kode etik dan disiplin anggota partai.

Bagi Joko Widodo pemecatan yang ditujukan kepada diri, anak, dan menantunya tidak menjadi soal karena dirinya saat ini sudah mapan dan ambisinya untuk mendudukan anaknya sebagai wakil presiden sudah tercapai. Dalam berpartai, dirinya saat ini juga mendapat tawaran dari banyak partai bahkan partai sebesar Golkar siap menampungnya.

Dirinya tidak peduli dipecat sebab sudah menjalankan siasat politik 'habis manis sepah dibuang'. Selama ini dirinya sudah mendapat banyak dukungan dari PDIP mulai dari Pilkada Solo Tahun 2005 dan 2010, Pilkada Jakarta 2012, dan Pilpres 2019 dan 2024. Karpet merah yang dihamparkan tidak hanya kepadanya namun juga pada anak dan menantunya dalam Pilkada Solo dan Medan.

Entah mengapa PDIP mau memberi banyak gula bagi Joko Widodo hingga rela mengorbankan kader-kadernya sendiri di Solo maupun menghancurkan demokrasi di Indonesia lewat sokongannya di DPR dalam berbagai undang-undangan yang merugikan banyak orang.

Joko Widodo pasti ingat banyaknya dukungan yang diberikan padanya namun dirinya mengabaikan jasa-jasanya PDIP. Sikap demikian bisa jadi ia memegang prinsip bahwa dalam politik tidak ada balas budi. Dalam politik seperti peribahasa habis manis sepah dibuang yang memiliki arti setelah mendapatkan manfaat atau kebaikan maka biasanya yang tidak berguna lagi akan dibuang atau tidak digunakan lagi. Prinsip yang demikian senada dengan ungkapan politik yang menyebut, tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.

Sejak Pilkada Solo Tahun 2005 hingga Pilpres 2019 hingga satu tahunan menjelang Pilpres 2024, Joko Widodo dan PDIP adalah kawan. Sebagai kawan pastinya kekuatan eksekutif dan legislatif itu saling membagi dan memberi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun