Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Umbar Janji dalam Pilkada Jakarta

20 November 2024   08:21 Diperbarui: 20 November 2024   08:25 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejak kecil, kita oleh guru mengaji, orangtua, maupun guru di sekolah ditanamkan nilai bahwa ketika memberi janji maka janji itu harus ditepati, dilunasi, dan dilaksanakan. Pentingnya menepati janji inilah maka ditegaskan oleh orangtua dan para guru bahwa janji adalah hutang.

Pesan tersebut cepat masuk ke dalam hati sebab ketika memberi nasehat, petuah, atau wejangan, orangtua dan para guru menegaskan bila tidak menepati janji maka berdosa dan kelak akan masuk neraka. Bila kena di dunia hidupnya akan kena bala dan tidak lagi dipercaya oleh orang. Pesan yang mendalam inilah akhirnya orang berhati-hati ketika berjanji.

Namun pesan mulia itu tidak berlaku dalam masa-masa pilkada tahun ini. Mereka mengumbar janji di sana-sini tanpa takut tidak bisa menepati. Mereka mengumbar janji apa saja yang diinginkan oleh masyarakat (para pemilih).

Di Jakarta, umbar janji gila-gilaan. Semua calon gubernur, yakni pasangan Pramono Anung-Rano Karno, Ridwan Kamil-Suswono, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abiyoto, melakukan hal itu. Lihat saja salah satu janji Pramono Anung yakni bakal pasang wifi gratis di masjid dan ruang publik. Sementara salah satu janji dari Ridwan Kamil adalah BPJS gratis 100 persen untuk warga Jakarta. Meski sebagai calon dari perseorangan, independen, Dharma Pongrekun juga tak segan-segan umbar janji. Dirinya berjanji akan hapus batas usia pelamar kerja jika terpilih jadi gubernur.

Menjelang pemungutan suara, umbar janji yang dikatakan akan semakin massif. Sudah banyak janji yang dilontarkan dari mulut orang-orang pintar itu. Setiap bertemu masyarakat, mereka berjanji akan menyelesaikan masalah yang ada dan membangun fasilitas yang bisa memudahkan mereka untuk hidup dan mengakses segala layanan di Jakarta.

Bila sehari mereka bertemu masyarakat maka dalam durasi masa kampanye, kita hitung dua bulanan atau 60 hari, maka kurang lebih ada 60 janji yang diumbar dari satu pasangan calon. Isi janji-janjinya pasti bombastis dan memancing serta menarik semua orang.

Mengumbar janji merupakan strategi semua calon agar dirinya mendapat perhatian dari masyarakat. Untuk menarik perhatian maka berjanji dengan hal-hal yang bisa mengubah hidup orang dari miskin menjadi sejahtera dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bahkan janji yang diumbar itu terkadang mengajak sesuatu yang dulu dilarang atau hal-hal yang tidak pernah dilakukan. Misalnya ada calon gubernur yang tingkat pemahaman ke-Islam-annya dipertanyakakan namun ia mengatakan akan menghidupkan kembali salat subuh berjamaah di rumah dinas gubernur.

Tidak ada kecap nomer dua, semua mengaku kecap nomer satu. Dari sinilah mereka akan menyatakan dirinya yang terbaik dan siap memberi layanan kepada masyarakat. Dalam transaksi jual-beli disebut pembeli adalah raja, maka para calon kepala daerah saat ini menempatkan masyarakat sebagai pembeli sehingga dianggap sebagai raja.

Menjadi pertanyaan, bila mereka terpilih atau menang dalam kontestasi pemilu lokal, apakah puluhan janji yang telah diumbar akan ditepati? Jawabannya ada yang ditepati, ada yang disesuaikan (disinkronkan) dengan kondisi APBD dan pembangunan dari pemerintah pusat, ada juga yang diabaikan dan dilupakan.

Janji yang ditepati biasanya pada program-program sifatnya kecil, sudah berjalan, dan tidak membebani anggaran daerah; seperti penyaluran bansos, sekolah gratis, angkutan transjakarta, dan layanan umum lainnya di mana layanan ini sudah berjalan dari gubernur ke gubernur. Program-porgram itu selanjutnya dikemas lebih apik sehingga seolah-olah menjadi program mercusuar.

Banyak kepala daerah yang meminta proyek pembangunan infrasruktur besar dari pemerintah pusat untuk dibangun di daerah. Pembangunan ini bila dilakukan dan sukses, akan dianggap sebagai realisasi janji. Masyarakat menganggap demikian sebab banyak di antara kita yang tidak bisa membedakan mana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Jadi kepala daerah untuk merealisasikan janji itu menunggu sikap baik pemerintah pusat padanya. Dari sinilah janji yang diumbar bisa terealisasi tergantung pada turun atau tidaknya bantuan dari pusat.

Sementara janji yang akan diabaikan adalah janji yang dirasa terlalu mengada-ada atau 'hil yang mustahal', seperti ada gubernur yang mengatakan untuk mengatasi macet di Jakarta, ia akan mencabut lampu merah dan mencabut separator. Demikian juga janji gratis BPJS sepertinya akan sulit terlaksana.

Janji-janji yang sifatnya hanya menguntungkan satu kelompok dan golongan pasti juga akan dilupakan dan diabaikan. Padahal dalam kampanye, ada calon terang-terangan menggunakan cara-cara pendekatan itu. Janji ini tidak direalisasikan sebab berlindung pada ungkapan yang sudah sering didengungkan, seperti 'pembangunan untuk semua' atau 'jangan mendahulukan kepentingan golongan'.

Masyarakat selepas pilkada biasanya juga lepas begitu saja. Melupakan apa saja yang sudah dijanjikan. Hal demikian bisa terjadi karena masyarakat kembali pusing dengan kehidupan keseharian. Untuk itu pentingnya bagi kita untuk memviralkan apa-apa saja yang sudah dijanjikan. Tujuannya bukan untuk memfitnah namun menagih janji agar kehidupan ini makmur dan sejahtera seperti yang mereka inginkan saat kampanye.

Jangan sampai janji tidak ditepati. Jangan sampai janji menjadi hutang. Sebagai hutang, ia harus membayar dan bisa ditagih sampai kapanpun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun