Selepas pagi hari pukul 10.00 WIB, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Periode 2024-2029 di Gedung Nusantara, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD. Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2024; malamnya harinya di Istana Kepresidenan, Prabowo mengumumkan nama-nama menteri berserta wakil menteri-nya.
Setelah mendengarkan nama-nama para pembantu presiden, banyak orang yang terkejut sebab pemerintahan baru ini memiliki 53 kementerian. Kagetnya bertambah ketika para menteri itu masing-masing memiliki wakil menteri bahkan ada menteri, Kementerian Keuangan, yang memiliki wakil menteri sebanyak 3 orang. Jumlah total wakil menteri yang ada mencapai 56 orang. Dari semua menteri dan wakil menteri yang akan membantu program kerja Prabowo, jumlah mereka sampai 109 orang.
Setelah melihat nama-nama yang beredar, di antara kita ada yang puas, kecewa, sedih, dan bisa juga tertawa. Sikap yang demikian wajar sebab Prabowo mengajak banyak orang untuk masuk kabinet sehingga penilaian masing-masing orang berbeda. Mereka ada yang datang dari kalangan partai politik, pengusaha, aktivis, akademisi, ustaz, kiai, pengurus ormas Islam, olahragawan, sukarelawan, seniman, penyanyi, dan berbagai profesi lainnya.
Bagi yang puas, bisa jadi menteri atau wakil menteri yang dipilih adalah sosok yang didukung, kerabat, atau bagian dari yang memiliki hubungan darah, kesukuan, maupun keorganisasian. Dari sinilah banyak poster atau leaflet yang memberi ucapan selamat kepada menteri dan wakil menteri terpilih dari perorangan maupun organisasi massa di mana mereka berasal.
Bagi yang sedih dan kecewa disebabkan sosok yang didukung tak diberi kepercayaan oleh Prabowo. Lebih banyak lagi yang sedih dan kecewa pada komposisi kabinet yang disebut Kabinet Merah-Putih ini adalah kurang bahkan tidak professional-nya mereka. Kalau ada yang professional itu hanya pada pos-pos tertentu, seperti Kementerian Keuangan, menteri dan 3 wakilnya memiliki latar belakang sesuai dengan bidangnya.
Sedang komposisi kementerian lainnya, lebih banyak karena akomodasi politik dari Prabowo untuk para pendukungnya. Akomodasi yang berlebihan inilah yang membuat keprofessionalan kabinet menjadi ambyar, contohnya hanya gara-gara bisa menyanyi dari panggung ke panggung dan dari satu stasiun televisi ke stasiun televisi lainnya, ia bisa diangkat menjadi Wakil Menteri Kebudayaan. Kebudayaan yang luhur dan memiliki spektrum yang luas itu apa bisa diurus oleh seseorang yang kapasitasnya hanya sebagai penyanyi. Masalah-masalah kebudayaan kita banyak, tak akan selesai bila hanya disuguhi dengan pentas musik.
Banyaknya sosok menteri dan wakil menteri yang kapasitasnya dipertanyakan oleh orang bukan dilandasi rasa tidak suka, iri, dengki, dan benci kepada pemerintahan ini namun dampak yang besar bagi rakyat, bangsa, dan negara bila masalah yang ada tidak diurus oleh orang yang tepat, benar, dan professional.
Lalu apa yang menyebabkan Prabowo seolah-olah 'suka-suka' memilih menteri dan wakil menteri. Ada beberapa hal melandasi, pertama, berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Bab V tentang Kementerian Negara Pasal 17 dari ayat (1) hingga (4). Di aturan itu diatur kuasa presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri. Aturan ini didukung oleh oleh undang-undang (UU Kementerian Negara).
Dengan mengacu pada aturan yang ada dalam UUD, presiden mempunyai hak yang disebut Hak Prerogatif. Hak ini disebut hak istimewa presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta persetujuan lembaga lain. Hak inilah yang membuat presiden bisa 'suka-suka' mengangkat dan memberhentikan menteri.
Sedang jumlah kementerian yang banyak, mengacu pada UU. Undang-udang bisa dibahas dengan DPR. Agar revisi undang-undang bisa sejalan, maka di sinilah proses transaksi, dagang sapi, antar partai politik dan pemerintah terjadi. Partai politik yang mendukung revisi, kelak akan mendapat jatah. Mayoritas partai, terutama partai besar, pasti akan mendukung sebab di sana ada peluang untuk masuk dalam kekuasaan.
Kedua, Prabowo mempunyai pikiran bahwa stabilitas politik harus tercipta selama dirinya berkuasa agar proses pembangunan yang dilakukan tidak mengalami gangguan. Untuk mencapai keinginan itu maka dirinya merekrut (maunya) seluruh partai politik dan organisasi massa (Islam) besar. Bila semua direkrut dan mendapat kekuasaan, maka peluang terjadinya perbedaan pendapat, baik di parlemen maupun di luar parlemen bisa diselesaikan baik secara formal maupun non-formal.