Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Munculnya Lawan Kotak Kosong Dalam Pilkada

17 Oktober 2024   08:20 Diperbarui: 18 Oktober 2024   14:16 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, partai politik tak memanfaatkan Keputusan MK. Meski sudah ada Keputusan MK namun partai tak peduli dengan kelonggaran mengajukan cakada. Mereka lebih memilih sikap pragmatisme dalam berkoalisi. Partai berpikiran dengan bersikap pragmatisme lewat koalisi, mereka akan mendapat banyak hal seperti jatah kepala daerah, wakil kepala daerah, kekuasaan, dan iming-iming lainnya.

Sikap pragmatisme ini akan mengabaikan aspirasi rakyat. Banyak sosok di daerah yang memiliki elektabilitas yang tinggi dan mempunyai reputasi kinerja yang baik namun oleh partai hal demikian diabaikan sebab mereka lebih memilih sikap pragmatisme yang lebih menguntungkan. Sikap mengabaikan aspirasi rakyat inilah yang mengurangi bahkan mematikan jumlah cakada. Bila aspirasi rakyat di dengar, di Jakarta bisa jadi akan ada lebih  dari 3 cakada.

Ketiga, partai tersandera. Minimnya jumlah cakada bahkan hingga melawan kotak kosong juga tak lepas dari tersanderanya partai. Ketua umum partai yang dirasa memiliki kasus hukum lebih memilih mencari jalan aman sehingga siapa yang diusungnya dalam pilkada menyerahkannya kepada kekuatan yang mampu menyanderanya. Banyak partai politik membatalkan dukungannya kepada sosok-sosok pilihan karena ketua umumnya tersandera dengan kasus hukumnya.

Dari fenomena ini maka pilkada yang ada di daerah tersebut terkesan sudah diatur, baik jumlah maupun siapa nanti pemenangnya. Di sini memang ada kekuatan-kekuatan tersembunyi yang menciptakan lawan kotak kosong.

Keempat, masyarakat tak memanfaatkan jalur independen. Dalam pilkada sebenarnya masyarakat yang ingin mengajukan diri menjadi cakada bisa menggunakan jalur independen. Sayangnya hal demikian tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Masyarakat lebih memilih atau menunggu pinangan dari partai politik. Ini dilakukan bisa jadi lebih praktis.

Anies Baswedan memiliki elektabilitas yang tinggi namun sayangnya dia terlalu menggantungkan diri pada pinangan dan lamaran partai politik. Seharusnya dirinya juga menggunakan jalur ini. Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, menjelang Pilkada Jakarta 2017, bisa saja ia menunggu pinangan partai politik terutama PDIP namun dirinya tak terlalu menggantungkan dukungan dari partai sehingga ia pun membentuk relawan dan jaringan untuk mengumpulkan dukungan lewat bukti KTP di lapak-lapak yang ada di mall-mall sehingga bila partai politik tak mengusungnya, maka ia bisa menggunakan jalur independen untuk maju dalam pilkada.

Bila banyak masyarakat memanfaatkan jalur ini maka selain menghilangkan lawan kotak kosong juga mengurangi ketergantungan pada partai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun