Berharap kepada institusi-institusi demokrasi yang ada atau ormas pun sepertinya setali tiga uang alias sama saja. Di zaman yang serba pragmatis dan mudah tergoda kekuasaan dan uang, orang yang mempunyai idealis yang tinggi bisa tergoda sehingga mereka tak malu-malu melanggar idealis yang selama ini dipegang.
Banyak kejadian di lapangan, orang yang sebelumnya berjuang menegakkan demokrasi, bisa balik arah gara-gara ditawari uang dan jabatan. Di jejak-jejak digital mereka menjilat ludahnya sendiri. Di awal mereka menelanjangi dan menuduh-nuduh seseorang namun di hari berikutnya mereka menyembah-nyembah dan memuja-muji orang yang sebelumnya dituduh macam-macam.
Ormas-ormas yang seharusnya bisa menjadi benteng demokrasi, para pemimpinnya pun juga melakukan langkah-langkah yang sama yakni mencari kesempatan untuk mendapat uang dan jabatan sehingga sikap yang demikian membuat organisasi yang dipimpin menjadi gaduh, antar pengurus saling tuduh siapa yang benar dan siapa yang salah. Kegaduhan bisa terjadi karena ada keputusan organisasi yang menyatakan independent atau netral namun secara tersembunyi pemimpinnya mendukung salah satu pihak.
Mereka yang di luar kampus tidak bisa memegang moral dan etika dikarenakan banyaknya kepentingan yang mereka temui. Hal demikian menjadi problem namun bukan berarti lalu mengabaikan prinsip-prinsip moral dan demokrasi. Mereka bukan politisi jadi masih ada ruang untuk menyimpan nilai-nilai moral dan demokrasi.
Ormas dan institusi demokrasi bisa saja bermitra dengan kekuasaan namun mereka juga mitra dan pemberdaya rakyat. Bila kekuasaan dirasa sudah menyimpang dan rakyat dalam posisi yang tidak diuntungkan hak-hak demokrasinya, seharusnya ormas dan institusi demokrasi harus berdiri bersama rakyat menentang kekuasaan. Sayangnya, pesta demokrasi ini dimanfaatkan oleh mereka untuk bersikap pragmatis dengan mengabaikan rakyat.
Sivitas akademika juga memiliki banyak kepentingan, bahkan mereka ada yang hendak dijebak pinjaman online (pinjol), namun mereka masih kuat memegang nilai-nilai yang ada.
Buktinya, seperti para sivitas akademika tidak memihak pada salah satu kelompok politik meski banyak kelompok politik itu alumninya. Dari sinilah wajar bila rakyat berharap pada sivitas akademika dari banyak kampus lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H