Catatan itu adalah, pertama, matinya ideologi partai. Sebagai dasar sikap dan perjuangan, ideologi partai harus dijunjung oleh seluruh kader dan pengurus. Dalam perkembangan waktu, sikap menjunjung ideologi partai semakin memudar bahkan menghilang. Hal demikian bisa terjadi karena semakin pragmatisnya pengurus partai. Sekarang pengurus partai lebih memilih berorientasi pada kekuasaan. Mereka cepat merasa lelah berjuang sehingga gampang tergoda oleh rayuan kekuasaan. Akibatnya mereka jalan sendiri-sendiri.
Kedua, biaya pemilu semakin mahal. Perbedaan dana politik yang dimiliki oleh masing-masing partai politik (dan peserta pemilu legislatif). Ada partai politik yang dana kampanyenya tak terbatas bahkan unlimited namun ada pula yang tak memiliki sepeser pun. Akibat yang demikian maka gerak partai tak sama, ada yang geraknya melesat bagi yang memiliki dana melimpah, ada pula yang seperti siput bila dana yang dimiliki pas-oasan.
Mereka yang dananya melimpah, menghambur-hamburkan uang untuk berbagai metode kampanye. Sedang yang dananya terbatas, menjadi tidak jelas keberadaanya. Ketimpangan inilah yang memperkuat point pertama  di atas.
Ketiga, adanya intervensi kekuasaan kepada pihak-pihak tertentu yang membuat partai terbelah. Mereka mengintervensi orang-orang yang mau didikte agar menjalankan kemauan politiknya. Intervensi yang dilakukan bisa berupa intimidasi, bisa pula akan diberikan sesuatu. *