Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menunggu SBY Turun Gunung

29 September 2023   08:34 Diperbarui: 29 September 2023   08:39 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah move on ditinggal Anies Baswedan dan Partai Nasdem dari Koalisi Perubahan untuk Perbaikan (KPP), akhirnya Partai Demokrat (PD) menyatakan diri berlabuh ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dalam Pemilu Presiden (Pilpres) Tahun 2024.

Tidak tanggung-tanggung, ungkapan dukungan tersebut langsung disampaikan oleh Ketua Majelis Tinggi PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didampingi oleh Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), serta disaksikan oleh para ketua umum partai yang terhimpun dalam KIM, di kediaman Prabowo Subianto, Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Masuknya PD ke dalam KIM tentu hal demikian menambah deretan panjang partai politik yang mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. Sama banyaknya saat Prabowo Subianto maju dalam Pilpres Tahun 2014.

Secara hitung-hitungan, dengan semakin banyaknya partai politik pastinya akan menambah mesin pendulang suara di tengah para pemilih. Struktur dan jaringan partai politik semakin meluas. Sekarang tinggal bagaimana memaksimalkan mesin politik saat kampanye dan pemilihan suara.

Menjadi pertanyaan apakah masuknya PD akan semakin menambah elektabilitas, kekuatan, serta memenangkan Prabowo Subianto dalam pilpres yang akan datang? Kalau dilihat dari pilpres-pilpres sebelumnya, banyak atau sedikitnya partai pendukung, bisa iya, bisa tidak, untuk memenangkan capres yang ada. Dalam Pilpres 2014, Prabowo Subianto didukung oleh 8 partai. Sedang Joko Widodo didukung oleh 5 partai. Hasil di lapangan menunjukan Joko Widodo yang memenangi pilpres.

Bukti yang lain, pada Pilpres 2019, di mana Joko Widodo didukung oleh 10 partai dan dirinya menang. Sementara Prabowo Subianto  yang didukung oleh 5 partai mengalami nasib sebaliknya. Bisa disimpulkan kemenangan dalam pilpres bukan ditentukan oleh banyak sedikitnya partai. Jadi hadirnya PD di KIM bisa berpengaruh, bisa pula tidak, pada kemenangan Prabowo Subianto.

Di internal PD sendiri, kalau kita amati posisi perolehan suara dari dua kali pemilu legislatif yang terakhir, yakni pada Pemilu 2014 dan 2019, perolehan suara dan kursi yang diraih mengalami penuruan. Pada Pemilu 2014, PD masuk dalam 5 besar namun dalam pemilu selanjutnya, 2019, ia terpental dari 5 besar.

Turunnya suara PD dipengarui oleh banyak faktor, salah satunya usainya masa keemasan Presiden SBY. Masa yang dulu gemerlap mulai memudar sehingga daya tarik diri dan partainya kepada masyarakat semakin menurun. Dalam perjalanan waktu, bila tidak menjadi perhatian serius dari pengurus partai, tentu akan semakin menganjlokan perolehan suara.

Meski ada calon penerus SBY, yakni AHY, namun keberadaan putra pertama dari presiden kelahiran Pacitan, Jawa Timur, itu belum mampu mendongkrak keberadaan PD. Meski AHY punya elektabilitas dan popularitas namun apa yang dimiliki itu belum mampu menguntungkan partainya. Lihat saja saat Pilkada Jakarta, AHY tidak beruntung. Saat pilpres kali ini, elektabilitas yang ada pun tidak tinggi-tinggi amat dan tidak rendah-rendah amat, sedang-sedang saja, sehingga sangat sulit bagi capres lain untuk meminang dirinya menjadi cawapres.

Tak hanya itu, AHY juga tidak memiliki akar yang kuat di tengah masyarakat atau ormas. Beda dengan Muhaimin Iskandar yang punya akar kuat di kalangan NU atau Ridwan Kamil yang punya akar kuat di Jawa Barat.

Dengan alasan demikian, masuknya PD ke KIM, tak ubahnya masuknya Partai Golkar, PAN, PBB, Partai Gelora, dan partai lainnya yang sebatas menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto sebagai capres. Partai-partai yang ada, terutama partai yang ada di parlemen, hadir untuk sebatas memenuhi syarat pengajuan pencapresan.

Untuk itu bila ingin memenangkan Prabowo Subianto, PD harus bahu membahu dengan partai yang lain dalam pilpres bila ingin menang. SBY saat di Hambalang serius mendukung Prabowo Subianto menang untuk itu ia menyatakan siap turun gunung.

Kalimat 'turun gunung' ini biasa diungkap oleh SBY bila ada keadaan yang dianggap sangat penting, darurat, dan mengancam sesuatu keadaan. Disebut dalam suatu situs web, SBY sudah dua kali menggunakan kalimat turun gunung untuk menyatakan sikapnya. Pertama, pada pertengahan Februari 2021, saat PD di bawah kepemimpinan AHY mengalami konflik internal. Masalah ini oleh AHY disebut PD akan dikudeta oleh sejumlah oknum yang ingin menggelar kongres luar biasa (KLB). Dalam kondisi yang demikian, SBY mengatakan siap turun gunung untuk menyelesaikan masalah itu.

Kedua, saat SBY mengungkapkan dugaan terjadinya Pemilu 2024 yang tidak jujur dan adil yang akan digiring ke pemilihan hanya dua pasang capres dan cawapres sehingga PD kemungkinan kecil mengajukan capres dan cawapresnya bersama koalisi partai. Untuk itu dirinya mengatakan juga akan turun gunung.

Kalimat turun gunung itu bertambah menjadi tiga kali saat dirinya mendukung Prabowo Subianto maju dalam Pilpres 2024.

Lalu apa dampak SBY turun gunung? Seperti sudah diungkap di atas bahwa dari Pemilu 2014 ke Pemilu 2019, perolehan suara dan kursi PD mengalami penurunan. Hal demikian menunjukan pengaruh dan kekuasaan SBY semakin menurun. Menurunnya pengaruh SBY sebab dirinya semakin jauh dari kekuasaan sehingga PD gampang digoyang dan diganggu oleh kekuatan-kekuatan politik lainnya.

Meski pengaruh SBY bisa dikatakan semakin menurun namun turun gunung dirinya dalam pilpres kali ini sangat menarik dan bisa menjadi magnet bagi masyarakat. Saat SBY jadi jurkam di lapangan terbuka, lapangan bisa penuh massa karena ingin melihat mantan presiden. Dalam kampanye, SBY selain berorasi mendukung Prabowo Subianto, bisa jadi juga akan mengatakan, "piye kabare, enak jamanku to". SBY akan membanggakan kesuksesan pada masa dirinya saat menjadi Presiden Ke-6 Indonesia. Cerita-cerita masa lalunya akan diputar kembali.

Ungkapan SBY yang siap turun gunung bisa menjadi 'provokasi' bagi Presiden Joko Widodo dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk melakukan hal yang sama. Dari presiden dan mantan presiden yang siap turun gunung, paling ditunggu-tunggu baik oleh Prabowo Subianto maupun capres Ganjar Pranowo adalah turun gunungnya Joko Widodo.

Saat ini Joko Widodo masih berdiri di antara Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Turun gunungnya Joko Widodo berbeda dengan turun gunungnya mantan-mantan presiden sebab saat ini pengaruh Joko Widodo masih tinggi sehingga bila turun gunung akan membawa pengaruh yang sangat besar kepada siapa yang didukung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun