Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pesan Delapan Partai Politik Pada Istana

20 Januari 2023   09:57 Diperbarui: 20 Januari 2023   11:47 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertemuan pimpinan 8 partai politik di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu 8 Januari 2023, bisa dikatakan kejutan pertama di Tahun Politik 2023. Banyak hal yang bisa kita bedah dalam pertemuan yang dihadiri oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan utusan dari Partai Gerindra, Nasdem, dan PPP, itu. 

Hadirnya para petinggi partai menunjukan agenda yang mereka bahas penting dan mengena langsung pada partai-partai yang mereka pimpin. Mereka rela meninggalkan waktu bersama keluarga, saat Minggu, demi membahas masa depan partai.

Dalam pertemuan tersebut jelas kesepakatan yang mereka ambil yakni tegas menolak sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024. Sistem yang demikian dirasa mengurangi rasa azas pemilu, yakni Jurdil dan Luber. Sistem tertutup membuat para rakyat tidak bebas memilih caleg yang mereka dukung dan harapkan. Apalagi partai yang banyak mengusung caleg artis. 

Dengan menolak sistem yang tertutup maka selain rakyat lebih leluasa menentukan pilihannya juga mampu menghasilkan wakil rakyat yang lebih variatif, terbuka, dan lepas dari orang-orang yang kehadirannya ditunjuk oleh pengurus pusat partai politik.

Terlepas dari hasil kesepakatan tersebut, langkah 8 partai politik itu bisa dikatakan sangat berani sebab di tengah tuduhan dan asumsi politik bahwa kekuasaan Presiden Joko Widodo yang demikian kuat, mereka terutama partai pendukung kekuasaan yakni Golkar, PKB, Nasdem, PAN, PPP, dan Gerindra, berani mengambil langkah yang menyimpang. Menyimpang dari langkah yang diambil oleh PDIP sebagai partai pengusung awal Joko Widodo. 

PDIP selama ini sangat mendominasi geliat politik di tanah air. Hal demikian sangat memungkinkan sebab selain sebagai pemegang mayoritas kursi di DPR, ia juga langsung bersentuhan dengan Joko Widodo.

Kekuatan yang dimiliki oleh PDIP yang demikian membuat partai banteng moncong putih itu mampu membuat jalan tersendiri dalam masalah-masalah yang vital seperti mendukung sistem pemilu tertutup dan mengusung capres dalam Pemilu 2024.

Sementara partai-partai yang lain, jangankan untuk mengambil langkah yang besar, untuk mengambil langkah yang kecil saja mereka harus bergotong royong. 

Selama ini asumsi yang muncul dalam dunia politik di tanah air, partai pendukung pemerintahan selain PDIP, aktivitas dan geliat politik mereka dikendalikan oleh Istana. 

Mereka tak ubahnya seperti boneka yang bisa dimainkan untuk menyatakan ini dan itu serta mendukung ini dan itu. Kita lihat satu tahunan yang lalu, partai semacam PAN, Golkar, dan PKB, menyatakan setuju pemilu ditunda dengan berbagai macam alasan, misalnya karena wabah Covid-19 hingga adanya Perang Rusia-Ukraina. Pasti elit partai itu mengatakan demikian bukan karena pilihan hati nuraninya namun ketidakberdayaan menghadapi tekanan dari kekuatan di atas.

Dari waktu ke waktu, seiring semakin menguatnya kekuasaan Joko Widodo salah satunya dikarenakan hasil survei yang menyatakan kepuasan masyarakat kepada pemerintah semakin tinggi maka partai politik pendukung kekuasaan semakin tidak berdaya. 

Sikap-sikap yang mereka nyatakan tidak ada yang mengkritik kepada kekuasaan meski di lapangan banyak sekali kebijakan pemerintah yang menyakiti masyarakat seperti kenaikan BBM. Lihat saja soal pemindahan ibu kota negara, seluruh partai pendukung kekuasaan secara kompak menyatakan setuju bahkan mendukung.

Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pun dituduh sebagai koalisi partai untuk menghantarkan capres dan cawapres pilihan Joko Widodo. Tuduhan yang demikian ada benarnya sebab para petinggi ketiga partai itu ketua umumnya adalah pembantu Presiden sebelum ada pergantian ketua umum di PPP. 

Ketua umum ketiga partai itu tidak bisa menolak tekanan yang demikian kuatnya untuk membentuk koalisi itu padahal pemilih ketiga partai itu pilihan capresnya belum tentu sesuai selera para elit KIB. Koalisi ini semakin membuktikan bahwa partai-partai politik yang melingkari Istana semakin tidak berdaya.

Menjelang pemilu, di tahun politik 2023, bisa jadi mereka sadar atau mulai berani melawan tekanan-tekanan. Bukti dari mereka mulai berani melawan adalah dari diadakannya pertemuan 8 Januari. Mereka menunjukan bahwa mereka tidak sepakat dengan kebijakan yang merugikan partainya. Dalam pertemuan tersebut mereka secara tersirat menyampaikan pesan, ini lho kami, bila kami mau maka kami kuat dan bisa mengubah semuanya.

Bila mereka semakin berani menunjukan diri maka pertemuan 8 Januari bukan pertemuan yang terakhir. Akan ada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang hasil kesepakatannya bisa lebih berani tidak hanya ditujukan kepada PDIP namun juga kepada Joko Widodo dan Istana. Pertemuan yang kemarin menjadi pesan bagi PDIP, Joko Widodo, dan Istana bahwa mereka bisa tidak sejalan bahkan melawan kekuasaan.

Bila partai politik semakin berani menyatakan sikap dan tidak sejalan dengan kekuasaan maka di tahun politik ini akan semakin banyak kejutan dan perubahan angin dan haluan politik. Hal demikian yang kita tunggu agar demokrasi semakin meriah. Bila tidak maka demokrasi yang ada akan tersaji sesuai dengan selera penguasa.

Dari sikap yang dilakukan oleh partai pendukung kekuasaan yang berani menyatakan beda dengan PDIP merupakan suatu hal yang positif. Darinya dibuat demokrasi menjadi lebih hidup. Bayangkan bila semua partai pendukung kekuasaan mendukung sistem tertutup. Bisa-bisa hal demikian tidak hanya merugikan semua partai kecuali PDIP namun juga merusak demokrasi yang sudah ada.

Sekarang tinggal bagaimana respon Istana dan PDIP membaca pertemuan 8 Januari. Apakah akan tetap diametral, kompromi atau melakukan tekanan-tekanan yang lebih kuat kepada partai pendukung kekuasaan yang mulai berani melawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun