Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terlalu, Ada yang Percaya Tuah Tali Pocong

11 Februari 2022   11:20 Diperbarui: 11 Februari 2022   11:28 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jaman yang sudah demikian canggihnya, masih ada saja orang yang mencuri tali pocong. Orang nekad mengambil tali pocong dengan menggali kuburan disebut oleh paranormal ada keyakinan bahwa tali tersebut untuk menyempurnakan kesaktian, digunakan ajimat, pelaris dalam berdagang, pesugihan, serta percaya tali itu bisa mengelabui mata orang (menghilang) agar aman saat mencuri.

Dari alasan-alasan tersebut, menunjukan pencuri tali pocong dan penggunanya adalah orang yang mempunyai niat yang tidak benar. Cara untuk mendapatkan pun juga tidak benar, yakni menggali kuburan mayat orang. Dengan demikian, pelaku pencuri tali pocong melakukan dua 'pelanggaran hukum', saat mencuri dan menggunakan.

Mistis dan takhayul sepertinya suatu fenomena yang tidak lenyap meski ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju, berkembang, dan dirasakan oleh masyarakat. Ilmu pengetahuan yang bisa menyibak rahasia dan mengurai keanehan alam, rupanya tidak membuat semua manusia berpikir dan bersikap ilmiah. Masih banyak orang yang berpikir dan percaya pada sesuatu di luar nalar. Mereka adalah orang-orang yang tidak mau berpikir dengan logika ilmiah. Mereka lebih memilih percaya omongan orang atau kepercayaan yang sifatnya tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

Orang melakukan demikian, bisa jadi karena problem kehidupan yang berat dan tertekan sehingga menggunakan cara-cara yang tidak biasa. Ada kepercayaan di masyarakat untuk melariskan dagangan, disarankan ke dukun untuk minta ajimat atau jimat. Dengan jimat itu, dikatakan membuat dagangan menjadi laris.

Orang melakukan demikian biasanya, karena, 'pertama', persaingan usaha yang ketat dan kopetitif. 'Kedua', tidak tahu bagaimana cara berdagang, mengemas, dan memasarkan dagangan. Alasan kedua inilah akan membuat ia kalah dalam berdagang. Ketika kalah usaha, maka pedagang yang tidak mampu menjual produknya tadi, lalu mencari jalan pintas, lewat cara yang disebut menggunakan penglaris. Mereka pergi ke dukun minta petunjuk agar diberikan sesuatu untuk menglariskan dagangannya. Dari sinilah cara-cara yang aneh itu terjadi. Percaya tidak percaya akhirnya.

Menghadapi fenomena yang demikian, seharusnya pemerintah bisa memberikan solusi kepada masyarakat atas problem kehidupan yang terjadi. Beban kehidupan masyarakat yang ada harus diringankan agar masyarkat tidak berbuat yang aneh-aneh. Kalau diamati, orang-orang yang terhimpit dalam kesulitan ekonomi, pikiran mereka menjadi tidak stabil. Godaan mencari jalan pintas akan menyelinap dalam otak mereka. Dan memang terbukti ada masyarakat yang melakukan demikian, yakni mencari pesugihan dan pelaris. Dengan jalan seperti itu dirasa kehidupan yang sulit bisa teratasi meski dengan cara yang disebut aneh dan di luar kebiasaan.

 

Pemerintah dan tokoh masyarakat seharusnya memberi kesadaran bahwa untuk bisa hidup yang lebih baik harus bekerja. Agar dagangannya laku terjual, pedagang harus memahami strategi penjualan. Untuk itu disinilah pemerintah harus memberi pelatihan dan kewirausahaan pada masyarakat. Bila seseorang ingin berdagang makanan yang enak, maka pemerintah harus memberi pelatihan tata boga kepada mereka. Pengetahuan yang demikian penting karena berdagang makanan tidak sekadar memasak saja namun harus tahu racikan dan selera lidah masyarakat. Bila selera lidah masyarakat dipahami maka mampu membuat makanan yang lezat.

Jadi di sini intinya adalah pemerintah harus mampu mengentaskan problem kehidupan di masyarakat agar mereka tidak terjebak pada jalan pintas. Ingin sakti, ingin kaya mendadak, lewat cara-cara takhayul, seperti mencuri tali pocong, menunjukan bahwa di tengah masyarakat masih ada problem kehidupan yang membuat mereka melakukan demikian. Bila masalah ini tidak teratasi maka fenomena pencurian tali pocong akan terulang dan praktek mencari pesugihan akan semakin ramai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun